Entah kenapa akhirnya tanganku seperti tak mau mengerti. Meski aku enggan menyampaikan, tapi dia akhirnya memilih bersuara dengan lantang.
"Aku sedang menanti, sesuatu yang tanpa kepastian akan kembali."
Di antara aroma kopi dan renyahnya kentang goreng, nyatanya aku lebih menikmati kehangatan serta kepekatan yang hadir dari kumpulan tembakau. Sebagaimana akhirnya aku mesti tandas dan kamu memilih untuk pergi. Saat itu, beberapa cerita telah kita tulis bersama di antara lembaran buku yang mungkin sudah lelah untuk bercerita. Kamu akhirnya lebih tertarik untuk menjawab pertanyaan masa depan.
Aku hanyalah bagian dari masa lalu yang pernah singgah di antara tahta berwarna merah, hadir di antara warna yang katanya memiliki makna berani. Nyatanya kini aku menjadi ciut dan merendahkan diri sendiri. Kamu pergi dengan segala kenang dan menjatuhkan aku lebih dalam lagi dari bumi.
Satu hal yang semakin lama aku sadari. Jatuh cinta nyatanya sebuah cara menantikan bunuh diri yang paling memanjakan diri. Kita dilenakan oleh nuansa berkasih-kasih sebelum akhirnya meratapi diri sendiri.
Aku jatuh cinta. Setelahnya aku meyakini bahwa telah memiliki dirinya sepenuhnya. Tapi siapa yang pernah menduga, bahwa saat itu aku sedang menghujamkan pedang secara perlahan ke dalam dada.
Di antara guyubnya dunia, kamu memilih untuk mengejar bayang yang masih belum pasti.
Bagaimana dengan aku di sini?
Aku sedang menikmati sunyi di antara desah angin disaat kamu adalah yang kuingin.