Ketika Kopi Beradu dengan Vanilla dalam Gelas

52 4 7
                                    

Kopi selalu matang dalam prosesnya dan vanilla selalu berpegang teguh pada karakternya. Dua unsur rasa yang selalu menjadi candu bagi para penikmatnya.

Aku bukan seorang penikmat kopi tapi aku menyukai proses panjang kopi, mulai dari biji hingga tertuang dalam cangkir.

Seseorang pernah berkata padaku, "Kamu tahu, kualitas kopi  memang  menentukan rasa, tapi kamu jangan pernah mengabaikan peran sebuah tangan yang  meraciknya hingga tertuang pada gelas," ujarnya dengan penuh penekanan.

Baginya kopi bukan sekadar kolaborasi antara air dan biji kopi yang telah menjadi serbuk, tapi kolaborasi antara jiwa dan kopi untuk menciptakan rasa.

Dia selalu mengatakan harus ada jiwa yang dituangkan dalam setiap adukan kopi sebelum segelas kopi dihidangkan untuk mencapai rasa yang sempurna bagi penikmat kopi sejati.

Pendapat itu datang dari seorang lelaki yang sangat mencintai kopi. Ia menyelami setiap rasa dalam seduhan dan aroma, hingga dia meyakini kalau dunia perkopian menjadi passion-nya.

Kecintaannya pada kopi tidak hanya berhenti untuk menikmatinya saja. Pada satu titik dia memutuskan terjun langsung untuk meracik kopi, bukan hanya untuk sekadar dinikmati sendiri, tapi bisa dinikmati banyak orang.

Nama lelaki itu Darren Chandra. Dia meninggalkan pekerjaannya sebagai manager di salah satu hotel berbintang dengan gaji yang cukup fantastis hanya untuk mengejar yang dia bilang passion-nya itu.

Tapi karena keputusan gilanya  itu pula aku bisa duduk di sini. Di  salah satu sudut kedai kopi yang bernuansa klasik tapi tetap diberi beberapa sentuhan modern yang terlihat dari beberapa dinding yang diberi gambar mural. Tentu saja tempat itu menjadi tempat favorit para pelanggan untuk berfoto.

Yaa, sekarang aku berada di kedai kopi yang dirintis oleh Darren. Keberadaanku tentu saja untuk menunggu Darren. Aku menunggunya dengan segelas milk shake rasa vanilla. Walaupun judulnya kedai kopi, Darren tidak hanya menyediakan varian kopi pada daftar menu-nya. Ada ragam minuman lainnya dan juga snack.

Kalau harus jujur, aku bukanlah seorang penikmat kopi, bahkan sangat jarang untuk meminumnya bahkan nyaris tidak pernah. Tapi sejak tersesat dan bertemu laki-laki peracik kopi ini, aku mulai belajar mencicipinya sesekali saat Darren memaksaku untuk menyesap kopi hasil racikannya. Tapi tetap saja vanilla atau green tea jauh lebih baik buatku.

"Hai beib, udah lama nunggunya?" tanya Darren sembari memelukku dari belakang dan mendaratkan dagunya di bahuku.

"Coba kamu check deh beib, jangan-jangan aku udah mulai karatan karena nungguin kamu," Darren tertawa kemudian berpindah duduk di depanku.

Lelaki tampan dengan tinggi 175cm yang mengaku sangat mencintai kopi ini memilih wanita sepertiku yang bukan penikmat kopi. Aneh bukan? Tentu saja, kalau tidak aneh bukan Darren namanya.

"Vanilla lagi?" tanya Darren setelah melihat ke arah gelasku.

" Vanilla jauh lebih baik dari kopi," jawabku.

" Kenapa suka vanilla sih?" Darren menatapku berharap akan mendapat jawaban.

"Vanilla itu berkarakter,"jawabku singkat

"Kok gitu?" Darren terlihat bingung, tidak puas dengan jawabanku.

"Vanilla itu lebih berkarakter dari pada kopimu, kemana pun vanilla berbaur, dia pasti akan tetap jadi vanilla." Aku mencoba untuk menjelaskan pendapatku padanya.

"Kopi juga gitu," ujar Darren tak mau kalah.

"Kopimu itu kalau ketemu coklat jadi moccacino, mereka menciptakan rasa baru. Beda dengan vanilla yang gak pernah menghilangkan  rasa apapun, dia tetap jadi dirinya sendiri," aku menncoba untuk memaparkan lebih detail tentang apa yang aku pikirkan.

"Mulai deh Ivanka Candaya berfilosofi," Darren selalu seperti itu saat menggodaku. Ia menyebutkan namaku dengan sangat lengkap.

Ini bukan perdebatan pertama kami tentang kopi dan vanilla. Darren suka menggodaku karena kecintaanku pada vanilla dan semua filosofinya. Vanilla yang melambangkan kerendahan hati karena rupanya yang sederhana, tapi tetap menberikan rasa dan aroma yang manis pada penikmatnya.

Vanilla dengan karakternya yang kuat, kemana pun vanilla berbaur, vanilla tak pernah mengubah rasa. Vanilla tak pernah kehilangan jati dirinya, vanilla akan tetap vanilla. Berbeda dengan kopi yang selalu menciptakan rasa baru ktika dia bertemu dengan elemen yang lain.

Selama bersama Darren tak pernah sekalipun ia memaksaku untuk menyukai kopi seperti dirinya. Tapi mengenalnya memberiku banyak pengetahuan tentang kopi.

Mungkin aku bukan teman Darren untuk menikmati kopi, tapi aku bisa menjadi teman Darren untuk berbagi tentang mimpi dan pencapaiannya tentang kopi. Aku memang bukan penikmat kopi, tapi aku selalu menikmati kebersamaanku dengan Darren, setiap kali dia bercerita tentang kopi.

Buatku dan Darren mencintai bukan berarti kami harus menjadi sama persis. Mungkin memang kami harus memliki komitmen dan tujuan yang sama, tapi kami tidak bisa menghapus perbedaan. Seperti kecintaaku pada vanilla dan Darren pada kopi, kami tetap berbeda tidak pernah memaksakan diri untuk menjadi sama.

Darren pernah bilang, "biarkan kita seperti ini, kamu tetap menjadi pecinta  vanilla dan aku menjadi pecinta kopi , aku gak mau kamu ikut menyesap pahitnya kopi. Biarkan aku aja yang merasakan manisnya vanilla karena keberadaanmu. Kamu tahu, kita tidak perlu menjadi sama , kita tetap bisa bertahan pada rasa kita masing-masing kita hanya perlu susu menjadi penengah diantara kita lalu kita hidangkan cinta kita dalam secangkir vanilla latte."

Darren memaparkan filosofinya dengan antusias saat itu. Aku pun memempercayai filosofinya itu. Mungkin kami memang pasangan filosofi yang begitu hobi memaparkan sisi kehidupan.

Resep Secangkir  Vanilla Latte Ala Darren

Bahan-bahan

2 sdm kopi bubuk

1 sdm gula

180 ml air panas untuk menyeduh

30 ml bubuk vanilla

120 ml susu murni

40 gram whipped cream

Langkah

15 menit

1. Pertama-tama kamu seduh kopi dengan air suhu 90-96’C, lalu saring menggunakan kertas saring kopi, dan buang ampasnya.

2. Setelah itu masukkan bubuk vanilla, gula dan aduk hingga larut sempurna.

3. Lalu kamu panaskan susu dengan api kecil hingga mencapai 80’C, dan masukkan pada seduhan kopi.

4. Terakhir tambahkan whipped cream di atasnya dan taburkan coklat bubuk.

Selamat menikmati cinta kami dalam secangir vanilla latte

W/N:

Hai, gimana nih cerita Darren dan Ivanka?
Jangaan lupa tinggalin komentar kalian yaa...
Kalau suka sama ceritanya, klik tanda bintangnya.

Thank you

-Caroline Sambuaga-

Kumpulan Cerpen Chesamstory Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang