> P for Prologue

161 23 5
                                    

Taehyung berdecak kesal, persis setelah ibunya keluar dari kamarnya dan menutup pintu.

Mata elangnya mengamati sekeliling kamarnya. Tertuju pada jendela besar yang tertutupi gorden abu-abu gelap miliknya. Pada saat itu pula sudut bibirnya terangkat, menyeringai seiring otak cemerlangnya bekerja.

"Geez, mari kita lihat bagaimana penyihir tua itu menaklukkan seorang Kim Taehyung." Gumamnya sebelum bergegas mengambil ponsel serta dompetnya.

Menekan salah satu kontak di ponselnya, Park Jimin selaku sahabatnya, kemudian meneleponnya.

"Fuck- Kim! Kenapa kau selalu menggangguku disaat yang tidak tepat ha?!"

Taehyung mengangkat sebelah alisnya mendengar penuturan sahabatnya. Jimin tampak terengah-engah disana, dan ia tak sebodoh itu untuk mengetahui aktifitas apa yang sedang dilakukan pemuda Park jam segini.

One night stand relationship.

Taehyung tampak bersiul, mengejek sohibnya diseberang sana.

"Kali ini wanita seperti apa yang berhasil memikat mu, otak selangkangan?"

"Jaga mulutmu, bajingan! Kau tak jauh beda dariku- ahh kulum lebih dalam- dan ouh! Aku bercinta dengan lelaki malam ini."

Taehyung memutar matanya, mual lama-lama mendengar suara Jimin yang sedang bercinta.

"Ya, ya terserah kau saja. Ferrari di garasi ku bisa kau miliki jika 10 menit dari sekarang kau sudah menjemputku ke rumah."

"Demi dada besar Jihyo-"

"Ferarri menunggumu, Park."

Tut.

Kemudian tanpa pikir panjang, ia bergegas mengambil selimut di kamarnya kemudian mengikatnya pada pagar balkon. Setelah dirasa ikatannya aman, ia berpegangan erat pada selimut sembari terjun dengan pelan-pelan layaknya tahanan yang mencoba kabur.

Tapi pikirnya, ia memang tahanan. Tahanan kedua orangtuanya yang overprotektif itu.

Berhasil turun. Taehyung segera mengendap-endap menuju gerbang kecil rumahnya yang berada di bagian samping kanan.

Sekali lagi, ia berhasil. Karena ia tahu bahwa sebelum jam 10 malam, gerbang rumahnya belum dikunci.

Ia pun bernafas lega. Ia akan mencari tempat yang kira-kira jaraknya lumayan jauh dari rumahnya, setelahnya akan meminta Jimin menjemputnya.

Jalanan lumayan ramai, kakinya terus menapak di trotoar. Lumayan lelah ternyata, pasalnya ia kemana-mana jarang jalan kaki. Kalau tidak membawa mobil atau motor pribadinya, ia pasti diantar supir.

Melewati sebuah gang kumuh, samar-samar telinganya menangkap sebuah tangisan. Kepalanya refleks menoleh pada jalan di gang itu. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat kerumunan kecil disana. Ia tak melihat jelas mereka sedang apa, tapi ia jelas penasaran.

Taehyung itu orang yang berani. Tak pernah takut, atau lebih jelasnya ia suka tantangan. Mungkin saat ini adalah tantangan baginya.

Keningnya berkerut, mendapat seorang pemuda mengenakan seragam sekolah tengah menangis. Kedua lengannya dipegang erat oleh dua preman dekil, sedangkan dua preman dekil lainnya menyentuh area leher dan wajahnya.

Pelecehan, huh?

Dengan santainya Taehyung menepuk pelan pundak preman yang tengah membelai pipi pemuda asing itu.

"Ahjussi, kalian sedang apa?"

"Menurutmu apa, bocah? Jangan coba-coba ikut campur." Kata preman itu tidak suka.

Taehyung terkekeh pelan. Kemudian mendorong kedua preman yang memegangi pemuda itu dengan tenaga besarnya. Dan berhasil.

Dengan segera, pemuda itu ia sembunyikan dibelakang tubuhnya. Dapat dirasakan badannya bergetar, mungkin karena ketakutan.

"Kau tuli, hah?! Sudah kubilang jangan ikut campur, nak!"

Kedua lengan dilipat didepan dada. Taehyung menatapnya angkuh. "Begitu? Tapi aku senang ikut campur, pak tua. Ah- apa kalian tidak punya uang untuk menyewa jalang hingga memilih untuk melecehkan pelajar seperti ini?"

Bugh!

Taehyung tak sempat mengelak pukulan yang kini mengenai rahangnya hingga sudut bibirnya sobek mengeluarkan darah. Badannya pun terjatuh kesamping karena pukulan tersebut.

"Kau benar-benar minta dihabisi, bocah berengsek!"

Dengan cekatan, Taehyung menghindar ketika perutnya hampir menjadi sasaran injakan salah satu preman. Ia terkekeh, lagi. Entah apa yang lucu, tetapi ia dengan senang hati jika terlibat pergulatan fisik seperti ini.

"Kau pergilah dari sini." Kata Taehyung pada pemuda itu.

"T-tapi kau-"

"Ck! Cepatlah, sialan!"

Pemuda itu sedikit tersentak ketika Taehyung terdengar membentaknya. Mau tidak mau ia berlari menjauh dari sana, berinisiatif juga mencari pertolongan karena tidak mungkin Taehyung dapat melawan keempat preman seorang diri.

Preman berkumis tebal tampak akan menyerang wajahnya dengan kepalan tangan, sebelum Taehyung dengan gesit memelintir tangan itu hingga menimbulkan bunyi memilukan. Tak hanya itu, ia juga menendang perut preman berkumis tebal itu dengan satu kaki hingga tersungkur menabrak tembok gang.

Ketika ia merasa dari arah belakang ada ancaman, ia segera mengelak ke samping kiri. Ternyata seorang preman berbadan lebih mungil dari Jimin hendak menyerang punggungnya dengan sebuah belati.

Taehyung memelintir tangan preman itu sampai kebelakang tubuh, mengambil alih belati itu dengan mudah. Setelahnya ia menendang tulang kering preman itu tanpa main-main hingga preman itu berhasil dibuat tumbang olehnya.

Ia kemudian melirik kedua preman yang tersisa. Sedikit membulatkan matanya terkejut ketika melihat kedua preman itu sudah tak berdaya sebelum ia hajar.

Sejak kapan Park Jimin sudah berdiri disampingnya dengan senyuman moon eyes nya?

Tak perlu ditebak, sudah pasti pemuda pendek itu sendiri yang telah menghabisi kedua preman itu.

Taehyung refleks memukul kepala Jimin dibagian belakang. "Kenapa kau lama sekali, bangsat?!"

Jimin mengaduh sembari mengusap kepalanya. Berdecak kesal sebelum menendang betis Taehyung. "Sabar, berengsek! Aku menyelesaikan klimaksku dulu."

"Benar-benar haus sentuhan." Umpat Taehyung sebelum berjalan pergi mendahului Jimin.

"Katakan itu juga pada dirimu, Tuan Kim terhormat."

Dan mereka berdua sampai pada mobil Jimin yang sudah terparkir didepan gang.

"Oh ya. Apa kau melihat pemuda-"

"Ada didalam mobilku. Dia yang memberitahuku semuanya, itulah kenapa aku bisa menyusulmu tadi. Lebih baik kita mengantarnya pulang dahulu, aku kasihan dengan keadaannya." Ucap Jimin sebelum memasuki kursi pengemudi.

Taehyung mengangguk-angguk paham. Lantas membuka pintu penumpang di bagian belakang, bermaksud untuk berbicara sedikit dengan pemuda itu.

Pemuda itu agak tersentak setelah melihat Taehyung sudah duduk disampingnya. Sebelum kemudian berdeham, menetralkan ekspresi.

Jimin melirik kedua insan itu lewat kaca depan, sebelum menyalahkan mesin mobil dan mulai mengemudi.

∴∵∴∵∴∵∴∵∴∵∴

Sebenernya ini udah kelamaan aku simpan di draf, tanganku gatel pingin publish. Jadi yaudah😬

Chapter 1 akan aku publish secepatnya!

Deserve [ TAEKOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang