we protect ourselves (shall we?).

924 102 11
                                    

disclaimer: tidak ada keuntungan finansial yang diambil dari pembuatan karya ini, yang dibuat untuk kepentingan hiburan semata.

author's note: saya agak berhati-hati dengan setting canon pada karya ini dan karakterisasi yang melekat pada tokoh utamanya. saya tidak berniat menjatuhkan satu karakter dan membuat imej yang berbeda; karena sesungguhnya imej yang paling benar hanyalah imej yang diciptakan artis yang bersangkutan dan bukan penulis karya penggemar seperti saya, apa yang saya tulis di sini hanya untuk kepentingan plot dan makna yang ingin saya sampaikan. enjoy!

.

.

.

.

.

Chanyeol mulai memakai pengharum ruangan sama seperti kamarnya, begitu yang Wendy perhatikan di langkah pertamanya memasuki studio pribadi Chanyeol, satu bulan setelah yang terakhir.

Chanyeol nyengir ke arahnya sambil membuka pintu menuju ruangan tempat synthesizer barunya berada. "Merasa familiar?"

"Akhirnya kau menyukai baunya juga." Wendy melepaskan jaket denimnya, menyampirkannya dengan hati-hati di punggung sofa di tengah-tengah ruangan. Tasnya ia jatuhkan pada sofa tersebut, ditumpuk pula oleh masker dan topinya. "Mama pulang dari Toronto tadi malam, tapi aku lupa bawa oleh-oleh."

"Mamamu beli apa saja?"

"Ada baju, jaket, syal. Yang paling penting, tape edisi terbatas milik Scorpions yang dia dapat di penjual barang antik."

"Whoa!" Chanyeol berhenti di ambang pintu, merentangkan tangannya untuk menghalangi Wendy masuk sebentar. "Kau memesankannya untukku?"

"Aku cuma bilang, kalau ada barang musik yang antik, beli saja. Seandainya Mama menemukan tape edisi terbatas ABBA, aku tidak akan memberikannya padamu." Wendy berhenti di depan Chanyeol, menggelitik pinggangnya sehingga Chanyeol pun refleks menunduk dan memberi jalan. "Untung saja Scorpions."

"Tapi kau juga suka Scorpions." Chanyeol mengacak rambut Wendy, lalu menggandengnya santai menuju kursi, mendudukkan Wendy di sana dengan kedua tangan di bahunya. "Aku punya demo baru."

"Dengarkan demoku dulu." Wendy mengeluarkan USB Drive dari saku kemejanya.

Chanyeol mengalah, membiarkan Wendy memasang USB Drive itu pada laptopnya. Ia menumpukan dagunya pada puncak kepala Wendy. Sampo Wendy beraroma arbei segar hari ini, membuatnya memejamkan mata rapat-rapat untuk menikmati.

"Aku beli akordion baru," ucap Wendy saat menyetel sesuatu pada synthesizer sembari menunggu laptop itu mulai beroperasi. "Mau kubawakan untuk mencobanya?"

"Aku sudah lama tidak mencoba itu."

"Hei, kaupunya guru privat terbaik di hadapanmu."

Chanyeol tertawa geli, kemudian mengecup pipi Wendy. "Nanti kupinjamkan bass edisi khusus tanda tangan Chris Martin untukmu."

Wendy menarik pipi Chanyeol keras-keras. "Tumben tidak pelit?"

Chanyeol balas mencubit hidung Wendy gemas. "Kadang-kadang aku tidak sejahat yang kaukira."

Wendy diam sebentar sambil menunggu tanggapan tambahan, jika memang Chanyeol berniat untuk menggodanya lagi. Tapi, tidak ada, dan perempuan itu mencuri kesempatan untuk mencium bibir Chanyeol.

all the nights i call you my best friendWhere stories live. Discover now