Cactus 2

481 134 22
                                    

Hai gue Araya. Araya Mikaila.

Anak-anak pada manggil gue Ara.

Cewek?

No! gue cowok.

Nama diatas itu kakek gue yang beri.

Nggak tau kenapa kasih nama itu.

Katanya sih artinya nggak jauh dari;

Anak laki-laki berdarah bangsawan pemberian Tuhan.

Gue anak tunggal, ayah gue sudah dipanggil Tuhan ketika jadi tentara yang dikirim ke Palestina lima tahun yang lalu.

Bunda gue, dia bekerja sebagai seorang bidan di salah satu rumah sakit umum kota Jakarta.

Hidup gue itu dulunya hanya dua, sekolah dan rumah.

Tapi sejak dia hadir, nggak ada lagi tuh istilah;

Sekolah

Pulang

Makan

Belajar

Tidur.

Sekarang udah upgrade versi, jadi;

Sekolah

Belajar

Makan

Hang out

Jatuh cinta

Elah... cheesy ya gue?

Biarin, toh yang tahu cuman si Bima.

Omong-omong soal Bima, itu anak satu kok belum jemput gue?



Kring

Kring

Kring

"Abil? Ngapain lo kesini?" Gue berjalan cepat menghampiri Abil.

Sumber dari segala sumber nano-nano hidup gue.

"Disuruh Bima. Udah cepetan ntar telat."

Gue langsung duduk di boncengan belakang sepeda ontel yang di bawa Abil.

"Blackie mana?"

"Dibawa Qilla."

Gue manggut-manggut, Qilla itu adeknya abil yang masih sekolah. Baru kelas dua SMP.



"Ara?"

"Heum?"

Gue cuman bisa ngepalin tangan gue di atas paha. Pengennya peluk si Abil, tapi sadar...

"Gue putus dari kak Ayu."

He???

"Aduh!!! Kok dipukul sih."

Gue sengaja mukul punggung Abil. Elah... antara seneng tambah sebel juga.

"Bil, bego itu cukup otak lo. Hati lo nggak usah diajak." Sekali lagi gue mukul punggung abil

"Ampun... ini bidadari satu mulutnya licin bener. Neng, bibir manis tuh dijaga. Pedes banget sih."



Untung ya untung gue dibonceng.

Muka gue merah tolong.

Ini anak satu kadang kalau bicara suka bikin gue salah tingkah.



"Gue prihatin ama elo. Nih ya Bil, gue heran sebenernya. Pacaran lo tuh cuman lama paling sebulan. Heran gue."

"Mau tau nggak nih alasannya?"

"Apa?"

Gue natap Abil yang udah berhenti ngayuh pedal sepeda, kedua kaki jenjangnya napak di aspal. Gue dongak, natap Abil yang lagi noleh ke gue.

Senyumnya ya Tuhan... ganteng triple kuadrat.

"Ada bidadari yang nangis kalau gue lama-lama pacaran ama orang lain."





"Aduh! Aduh! Aduh! Ra sakit."

"Bodo! Jadi orang usil banget sih lo."

"Iya. Iya maaf. Gue hanya usil ke elo. Ke Bima ogah."

Gue diam aja, ngeliat Abil mengelus pundaknya yang tadi gue pukulin.

"Jalan! Ntar telat."

"Iya neng, iya."

"Mau gue pukul lagi?"

"Ya Tuhan... elo itu cantik Ra. Tapi kenapa mulutnya pedes banget? Mana Bar-bar lagi."

"Abil!!!!"





Itulah Abil. Abil Shidqi Arsalaan.

Seorang laki-laki yang ngenalin gue sebuah arti persahabatan, kesabaran, dan juga cinta.

Inilah gue dan kisah gue bersama Abil.







Cactus begin.

CactusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang