Part 1 - Farren

56 14 9
                                    

Dia anak baru di sekolahku. Seorang cowok yang tinggi dengan sorot mata dingin atau terkadang kosong seperti sumur mati tak berdasar. Asal-usulnya tak jelas. Yang kuketahui cuma namanya, Tyron. Nama yang benar-benar singkat.

Tyron sering tak masuk kelas. Sekali masuk, waktunya dihabiskannya untuk menemui wali kelas. Membicarakan perihal dirinya selama di sekolah. Aku jarang berpapasan dengannya dan tak pernah bertemu dengannya di tempat lain selain di sekolah.

Seminggu setelah kedatangannya, aku penasaran. Dia misterius dan tak ada informasi lain soal dirinya selain namanya. Namun lama-kelamaan, aku mulai terbiasa dengan segala hal soal dirinya.

Aku yakin 100% bahwa Tyron sendiri tak mengenal aku, tak mengetahui keberadaanku. Mungkin tak cuma aku, yang lain juga begitu. Tyron seolah hidup dalam dunianya sendiri. Tyron seolah adalah hantu dalam hidup kami.

3 bulan setelah kedatangan Tyron, aku lupa akan dirinya, lupa akan keberadaannya dalam hdup kami. Seperti kataku sebelumnya, Tyron seperti hantu dalam hidup kami.

Hari ini Tyron hadir di sekolah dan seperti biasa dia cuma meninggalkan tasnya di kelas sementara raga dan jiwanya berada di ruang kantor guru. Namun, hari ini berbeda. Selain singgah ke kantor guru, Tyron juga singgah ke UKS.

Hari ini hari Senin. Sudah jadi jadwalku sebagai anggota ekstrakulikuler PMR untuk menjadi petugas UKS selama beberapa jam pelajaran ditambah jam istirahat. Hari ini, ketika jam istirahat, Tyron muncul di ambang pintu UKS yang terbuat dari kaca. Pandangannya tertuju padaku yang tengah duduk di belakang meja petugas. Apa yang diinginkan seorang Tyron hingga datang ke UKS hari ini? Di hari Senin ketika aku sedang bertugas?

"Ada pasien lain gak?" tanya Tyron. Kalimat kedua yang kudengar dari Tyron setelah perkenalannya 3 bulan yang lalu. Suaranya masih sama seperti yang pertama kali kudengar. Serak dan berat.

Aku menggeleng dan berdiri tegak keluar dari singgasanaku. Tyron melangkah masuk ke dalam ruangan dan tanpa diberitahu mendekati tempat tidur periksa yang tinggi dan melompat duduk di atasnya.

"Apa keluhannya? Ada yang sakit?" tanyaku.

"Bisa tutupin pintunya dulu?" pinta Tyron yang lebih kedengaran seperti perintah.

Aku agak bingung dengan permintaan Tyron namun kuturuti perkataannya. Aku menutup pintu UKS rapat-rapat namun tak menguncinya. Saat aku berbalik, Tyron sedang membuka kemeja putihnya. Akusetengah terkejut dan setengah bingung. Sempat terlintas di pikiranku bahwa Tyron hendak melakukan hal mesum padaku. Namun pikiran itu segera hilang tak berbekas saat kulihat darah merah mengucur deras hampir membasahi seluruhtubuhnya yang asalnya dari dada dan bagian tulang selangka Tyron. 

Assassin In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang