Prologue

201 17 3
                                    

"Kau tidak akan bisa pergi kemanapun White."

Pria dengan pakaian formal berjalan ke arahku dan pistol di tangannya mengarah padaku.

"Heh...."

Aku tersenyum meremehkan menatap pria itu. Dan benar yang dikatakan pria itu, aku memang tidak dapat kabur, melihat puluhan orang mafia di sekitarku saja sudah membuatku yakin jika tidak hanya mereka.

Aku menatap satu-satunya pintu keluar. Aku merasakan hawa kehadiran sekitar 50 orang di sana, bebas dari sini mungkin bisa aku lakukan, tapi masih banyak orang yang menantiku.

'Berapa banyak orang yang pak tua itu kirim.'

Itulah isi pikiranku saat ini. Orang mungkin akan menyerah atau setidaknya menunjukan ekpresi mustahil bebas dari situasi ini, tapi jangan harap aku akan menunjukan itu.

Aku tersenyum lebar.

"Heh.... Aku tak menyangka pak tua itu akan mengirim orang sebanyak ini untuk ku. Ya walaupun sebagian dari kalian banyak yang tidak berguna."

Aku mengatakan itu sesuai faktanya, memang mereka kuat, aku akui itu, tapi tidak sampai 50% dari mereka yang kuat, ya walaupun aku sepertinya akan mati di sini, setidaknya ini akan menjadi panggung terbaik dalam hidupku.

Aku menggambil Dagger dalam kantung jaketku. Dagger dengan warna putih dan memiliki pola warna emas, aku mendapatkan ini dari seseorang yang sangat aku benci, dia memberikan Dagger ini, dan aku juga membunuhnya dengan Dagger ini.

"Sudah hampir mati masih banyak bicara juga kau. Kenapa kau tidak mati dengan diam saja?"

Dor!

Aku menghindari tembakan pistolnya dengan senyum.

"Santai saja, aku akan menikmati panggung terbaikku ini."

Aku berlari dengan menghindari puluhan tembakan yang mengarah padaku. Dengan cepat aku ayunkan Dagger ku ke orang-orang di sekitarku.

"It's Showtime!"

Dengan cepat aku ayunkan Dagger ku ke orang-orang di sekitar yang sudah tidak dapat menghindar dari seranganku.

Craz! Craz! Craz!

"Akkkgghhh!"

"Akkkgghhh!"

"Akkkgghhh!"

Suara yang begitu indah terdengar di telingaku. Aku tidak dapat menghilangan senyum di wajahku mendengar suara itu, mungkin memang aku pantas disebut sebagai Iblis.

Aku memutar tubuhku dengan merentangkan tanganku yang memegang Dagger.

Salah satu dari mereka mencoba menembakku dari dekat, dengan santai aku tendang pistolnya dan aku ayunkan Dagger ku pada lehernya.

Craz!

"Mo-monster!"

Aku membalik tubuhku dengan tangan menyentuh daratan. Tanpa ragu aku memutar kedua kaki ku yang di atas kepala dengan cepat, dan membuat orang-orang di sekitarku terpental jauh.

Aku melompat dengan kedua tanganku dan kembali berdiri seperti biasa.

"Kau mengejekku?"

Monster julukan yang masih sangat lembut menurutku. Apa aku memang pantas di sebut Monster? Aku rasa tidak, Iblis lah yang pantas menjadi panggilanku.

Dor! Dor! Dor!

Aku ayunkan Dagger ku santai pada peluru yang mengarah pada ku. Mungkin bagi orang terdengar mustahil memotong peluru berkecepatan tinggi menggunakan Dagger, tapi itu bukanlah hal yang sulit untuk diriku.

Aku berjalan santai menghampiri orang-orang yang masih berdiri. Dengan santai aku memutar Dagger ku sambil berjalan ke arah mereka.

"Kita lanjutkan ronde ke-2."

Aku kembali berlari menghampiri mereka yang terus menembakiku, tanganku bergerak memotong peluru yang menuju ke arahku.

"Aku rasa sudah waktunya menunjukan pada kalian seperti apa diriku."

Craz! Craz! Craz!

Tidak ada yang berteriak kesakitan ketika aku menebaskan Dagger ku, bukan karena tidak merasakan sakit, tapi karena mereka mati dalam seketika.

Orang yang tidak terbiasa dengan ini pasti akan pingsan melihat pembantaian yang aku lakukan, kepala terputus, badan terbelah menjadi dua, bahkan sampai ada yang terpotong-potong menjadi beberapa bagian.

Aku melakukan itu dengan sangat cepat. Kalau menggunakan senjata biasa hal ini adalah mustahil, tapi tidak jika menggunakan Dagger ku ini yang bahan utamanya terbuat dari batu meteor yang pernah menghantam bumi. Tidak hanya tajam, tapi sangat keras dan berat, beratnya mungkin menyamai pedang khas eropa satu tangan.

"I-iblis!"

Aku menatap pria yang mengatakan itu. Itulah julukan yang pantas untuk pembunuh sepertiku. Tanpa ragu aku ayunkan Dagger ku pada lehernya.

Craz!

Tanpa melihat aku sudah tau kalau kepala pria itu sudah terlepas dari tubuhnya. Aku berhenti bergerak, dan mengalihkan pandanganku ke atas.

"Semuanya pengorbanan kita tidak sia-sia, hanya tinggal menunggu hitungan detik tempat ini akan hancur!"

Salah satu pria berteriak, aku mengerti maksudnya, sejak awal sudah aku duga pak tua itu melemparkan mereka pada ku hanya untuk menahan sampai sesuatu terjadi, tapi sungguh tidak aku duga kalau pak tua itu memasang bom tepat di atas di ruangan ini.

'Sepertinya aku kalah kali ini!'

Aku tidak dapat menghilangkan senyum di wajahku setelah mengucapkan itu dalam hati. Aku kembali menatap mereka.

"Sebelum kematian menjemput kita semua, bagaimana kalau kita nikmati pesta terakhir ini?"

Aku berjalan dengan senyum di wajahku, mungkin senyum terakhir kalinya ketika aku hidup.

"Ya, memang hanya itu yang bisa kita lakukan bukan? Semuanya tembak dia!"

Setelah pria itu mengatakan hal tersebut, seluruh orang yang belum terbunuh menembakan pistolnya padaku.

Dor! Dor! Dor!

Aku berlari ke arah mereka dengan mengayunkan Dagger ku pada mereka.

"It's Showtime!"

BOOOMMMM!!!!!

FAIRY TAIL: WITCH ANOTHER WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang