"Jangan nangis Le!" kata Bapak sambil menepuk-nepukkan tangannya ke kepalaku, "nanti malam kamu tidur saja di kamarku Le, ingat ya!!" lanjut Bapak sambil tersenyum.
Aku tersenyum pahit saat melihat senyuman Bapak. Sudah nasibku, menyaksikan Bapakku di gelandang ke kantor polisi. Dia dituduh oleh warga desa telah melakukan tindakan pencurian barang berharga di rumah Bapak Kepala Desa.
Aku yang saat ini duduk di kelas 2 STM cuma bisa terduduk lemas di bale-bale bambu depan rumah sampai beberapa jam berlalu setelah tadi pagi sekelompok polisi pergi membawa Bapakku untuk dibui.
Cuma satu yang aku tidak paham, kenapa Bapak memintaku tidur di kamarnya? Bukankah aku sudah punya kamar sendiri.
Tapi, sedari dulu aku selalu menuruti permintaan Bapakku. Karena Bapak adalah orang satu-satunya yang kupunya di dunia ini. Ibu meninggal saat melahirkan aku. Bapak tidak pernah menikah lagi sejak kematian Ibu. Dan aku tidak punya saudara.
Jadilah kami ini sebatang kara berdua menghuni rumah kami yang terbuat dari papan ini.
Dengan berbekal sawah sepetak dengan luas kurang lebih satu hektar, kami berdua bisa bertahan hidup. Meskipun tidak berlebih, tapi kami tidak pernah kekurangan. Itulah kenapa aku kaget sekali ketika Bapak dituduh mencuri barang berharga di rumah Bapak Kades.
Kami tidak kekurangan uang dan makanan, buat apa Bapakku mencuri?
Malam harinya sesuai pesan Bapak, aku membawa bantal dan gulingku ke kamar Bapak dan tidur di sana. Kamar Bapak cukup aneh. Kamar ini bersih dan tanpa ada apa-apanya, selain itu Bapak juga tidak pernah memakai ranjang atau dipan, dia cuma tidur dengan selembar tikar pandan di lantai plester yang dingin.
Aku tersenyum kecut membayangkan betapa dinginnya malam ini dan ingin kembali berlari untuk tidur di atas kasur dan ranjangku yang hangat dengan alunan lagu MP3 dari komputerku.
Tapi, aku masih saja tetap bertahan mengikuti pesan Bapak dan tak lama kemudian aku pun tertidur di lantai dengan hanya beralaskan tikar pandan itu.
=====
Gedebugggg.
Tiba-tiba terdengar suara seperti buah nangka terjatuh yang keras sekali. Aku pun terbangun karena kagetnya, secepat kilat aku melirik ke arah jam dinding, 00:00. Tepat jam 12 malam. Dengan sedikit ketakutan aku pun tidak berani untuk berdiri dan malah justru meringkuk di balik selimut dengan tubuh gemetaran.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang diseret dan pelan. Mulai mendekat kearah kamar Bapak. Aku semakin merinding ketakutan.
Tak terdengar suara pintu dibuka, tapi aku tahu kalau 'sesuatu' ada dalam kamar dan sedang berdiri tepat di atasku. Aku tidak berani membuka selimut yang aku tutupkan ke kepalaku.
Aku mendengar dengusan napas berat yang berhembus di atasku dan terdengar seolah-olah sedang menoleh ke kanan dan kekiri mencari sesuatu.
Hrrrrmmmmmmmrrrrrrrrrhhhhh
Terdengar seperti suara erangan dari mahluk yang berdiri di atasku itu. Suaranya dalam sekali, ngebass banget dan seperti tersekat di tenggorokan.
"Dimana si kampret Suprapto menyimpan barang itu?"
Aku mendengar mahluk itu bergumam dan menyebut nama Bapakku. Apa hubungannya Bapakku dengan mahluk itu?
Setelah beberapa menit berjalan kesana kemari dan mencari sesuatu, mahluk itu terlihat semakin marah dan mulai menggeram-geram sambil menendang perabotan yang ada di dalam kamar Bapak. Memang kamar Bapak tidak memiliki banyak perabotan seperti kamarku.
"Si kampret itu punya satu anak laki-laki. Siapa tahu dia liat barang apa yang kucari, kalau tidak tahu, kumakan saja dia nanti!!!" teriak mahluk itu penuh kemarahan.
