Pagi ini aku harusnya presentasi di kantor vendor, tetapi bisikan di benakku mengatakan meeting nya bakal gak jadi, so, belok deh ke mall dan sekarang aku terdampar cantik di cafe Kopi Asix.
Aku duduk di pojok ruangan menghadap ke jendela besar dan memesan kopi hitam.
Jam di layar handphone menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh delapan menit. Masih banyak waktu sebelum meeting dan aku gak tau kenapa bakal batal, tapi begitulah yang kurasakan."Pasrah aja, deh, Gue ngopi cantik dulu di sini," pikirku.
Biasanya feeling ku benar meskipun belum tahu apa penyebabnya.
Padahal aku sudah siap tempur buat presentasi, dandanan maksimal pakai bedak mahal, outfit matching dengan sepatu dan tas, pokoknya full perform.Sambil menunggu pesanan datang, kualihkan pandangan ke luar jendela, tiba-tiba pantulan bayanganku berubah menjadi gambaran sosok Pak Budi yang sedang mengerjakan sesuatu dengan latar rumah sakit.
Sosok samar seorang wanita yang berdiri disampingku seolah menceritakan kejadian yang aku lihat.Pelayan datang membawa kopi hitam pahit yang masih mengepul.
Aku terkesiap dan segera menata kembali kesadaranku."Terima kasih," ucapku singkat.
Kupejamkan mata untuk meresapi kenikmatan kopi pada seruputan pertama dan dengan tidak asiknya tiba-tiba handphone ku berdering.
“Gak suka deh, gak ridhooo...!” Makiku dalam hati.
Kubuka mata perlahan dan langsung terlihat nama Lisa, sekretaris cantik perusahaan vendor yang akan meeting denganku.
“Yes, Lisa, gimana?” Tanyaku langsung.
“Pagi Mbak, Saya mau kasih kabar kalau hari ini jadwal meeting cancel. Mertua Pak Budi meninggal jadi Bapak langsung terbang ke Palembang.” Jelas Lisa panjang.
“Oke, jadi gimana nih selanjutnya?” Aku benar-benar bertanya karena memang jadwalku kosong hingga siang nanti.
“Jadwal reschedule segera Saya infokan setelah urusan Bapak selesai. Maaf ya, Mbak.”
“Gak apa-apa, Lis. Saya juga masih ada jadwal yang harus diselesaikan.”
Bohong dikit sah-sah saja kan, demi menjaga image sebagai orang sibuk dan penting.“Oke, thanks ya, Lis.”
“Sama-sama, Mbak. Selamat pagi.” Lisa mengakhiri sambungan teleponnya.
Aku teringat penglihatanku tadi, ternyata gambaran kejadian itu memberitahukan tentang kepulangan ibu mertua Pak Budi.
Kuletakkan kembali handphone di samping cangkir kopiku."Ya, ya, ya ... aku paham," pikirku dan tanpa sadar mengangguk-angguk.
So, what’s next? ... magabut aja deh sampai jam satu. Aku tersenyum jahil sambil menyeruput kembali kopi hitamku, berusaha mengembalikan kenikmatan yang tadi terusik, ah ... sudah agak dingin, gak enak, sebel.
Karma aku kali ya, gara-gara punya niat magabut alias makan gaji buta.Baiklah, aku akan menyibukkan diri beneran, biar dapat karmanya bagus.
Aku cek email yang masuk di tablet, ada dua kegiatan yang bisa aku kerjakan.
Siang ini aku bisa ke gudang di Pulogadung, beres dari sana aku bisa balik kantor untuk mencek laporan outgoing and ingoing items yang harusnya sudah siap dimejaku nanti.Aku berdiri merapikan setelanku sedikit, tablet kumasukkan ke dalam tas, dan kuselipkan selembar dua puluh ribu di bawah cangkir kopi.
Pelayan di pintu keluar berteriak terima kasih mengantar kepergianku dengan nada khas."Ke toko buku aja, deh," pikirku. Mengingat ada referensi yang aku cari. Dan aku tahu siapa yang enak diajak jalan. Kupencet sebuah nama di contact phone lalu nada sambung terdengar.
“Yo, Nek!” Suara Billy melengking ditelingaku.
Refleks kujauhkan handphone, “Heh! Apaan sih pake teriak kaya gitu!?” Balasku berteriak juga.
Dua cewek cantik yang berpapasan sampai menoleh ke arahku.“Soriii, Nek, Gue lagi happy, nih.”
"Lagi mabok Elu sih. Eh, Gue di Sudirman, Lo ke sini temenin Gue, ya. Gak pake lama!"
"Yuk, cus in ten minutes. Tunggu ya." Billy langsung menutup telepon.
Dasar gokil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Follow Your Destiny
RomanceRenata menatap nanar warna-warni yang berpendar disekelilingnya disertai bayangan-bayangan yang menggambarkan kilasan suatu kejadian. Sepanjang hidupnya dia sering mengalami hal-hal mistis yang bagi dirinya menakjubkan. Hingga suatu hari, setelah di...