A Brother's Thought

186 9 3
                                    

Warning: Plot-bunny, crack, AU, OOC, de el el.

.

.

Selamat Membaca

Untuk pertama kalinya, setelah masa pubertas, Mark menolak ajakan kencan dari kekasih putus-sambungnya. Ia bahkan meninggalkannya di koridor, setelah mendengar kalau saudara kembarnya terjatuh ke kolam renang saat membantu pembuatan buku tahunan sekolah. Ia benar-benar tamat jika terjadi sesuatu yang serius pada saudaranya itu. Menjadi yang tertua di antara mereka berdua, ia selalu bertanggung jawab terhadap keadaan adiknya itu. Karena satu, fisik saudaranya itu tak sekuat dia, dan dua, perasaannya jauh lebih lembut, berbeda seratus delapan puluh derajat dengannya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu ruang kesehatan.

"Mmm~~~. Aaa, Wonho." Suara itu mengusiknya. "Jangan pegang disitu." Pinta seseorang dari dalam ruang kesehatan. Meski samar, ia tahu benar itu suara siapa. Saudaranya acap kali menggunakan nada manja itu saat membujuk orang tua mereka.

Mark melepaskan pegangannya di gagang pintu. Keringat dingin membasahi telapak tangannya saat tahu adiknya bersama orang itu. Dan orang itu berani menyentuhnya? Ia menenangkan, menjernihkan pikirannya. Mungkin orang itu tak sengaja.

"Tapi Minhyuk, jika aku tidak menyentuhmu disini, aku tidak akan bisa melakukannya dengan baik. Sudahlah, kau berbaring saja." Suara rendah yang sering di dengarnya terdengar dari balik pintu.

Sebenarnya apa yang mereka lakukan? Adiknya terjatuh, dan untuk apa si atlet sekolah itu menyentuh adiknya? Ia memandang ke atas dan tulisan 'Perawat: Sedang Istirahat' menyapanya, membuat lidahnya seakan tertarik ke dalam.

"Tapi Wonho, bukankah biasanya orang memakai minyak atau lotion dulu. Apa tidak akan kesusahan jika seperti ini? Nanti akan sakit. Aku tidak mau." Suara adiknya terdengar setengah merengek.

Glek!
Kerongkongan siswa yang mengendap-endap itu mendadak kering. Pertanyaan adiknya yang terlontar dengan intonasi tak bersalah itu terdengar benar-benar salah di telinganya. Pertama si sialan itu menyuruhnya berbaring, dan kedua, lotion? Minyak? Tidak mungkin. Ia menggeleng cepat. Bayangan di kepalanya benar-benar kacau. Apa ini balasan karena ia dan Jackson suka menyewa kaset berlabel R18?

"Tenang saja, kau percaya padaku 'kan? Ini akan sakit pada awalnya tapi tak akan lama." Suara itu seperti meruntuhkan bendungan kesabaran Mark. Apa lelaki yang dipacari saudaranya itu tidak punya moral sama sekali? Di tempat umum? Terlebih di sekolah? "Dan Minhyuk, apa aku boleh melepas ini?" Pertanyaan itu seperti menggerakkan tangan Mark. Ia memutar gagang pintu dan masuk dengan berisik.

"Kau tidak akan melepas apapun dan menjauh dari adikku, Wonho!" Bentaknya. Ia menyibak tirai pemisah antar tempat tidur kasar. Dengan napas tersengal-sengal ia memelototi sepasang siswa yang lebih dulu menghuni ruangan itu.

Keduanya tersentak, untung saja Wonho tak melepaskan kaki Minhyuk yang sedang diperiksanya, atau kaki jenjang itu akan membentur tepian tempat tidur sekolah dan menambah deritanya. Ia menatap lurus siswa yang baru saja masuk itu dengan tanpa ekspresi. Seakan menunggu apa yang akan dilanjutkan kakak Minhyuk itu selanjutnya.

Berbeda dengan Minhyuk, yang matanya membulat sempurna saat melihat wajah merah dan tatapan haus darah kakaknya. Terakhir kali ia melihatnya seperti itu adalah saat mereka di sekolah dasar, ketika seseorang menabraknya dengan sepeda. "Kakak?" Bisiknya.

"Apa yang kau lakukan? Di ruangan tertutup seperti ini, hanya berdua dengan..." Ia mencecar adiknya lantang, namun kesulitan untuk menyebut nama remaja yang selalu bersama Minhyuk beberapa bulan belakangan."Dengan manusia ini?" Sambungnya lagi. Ia meneliti Minhyuk dari rambut hingga kaki. Kalau saja ia tak melihat bengkak di kaki kanannya, pasti ia sudah menarik tangan Wonho dari sana.

"Wonho membantuku. Aku terkilir dan jatuh ke kolam renang" Jawabnya polos, pandangannya beralih pada wajah tenang Wonho di ujung tempat tidurnya.

"Kau yakin? Lantas apa yang kudengar? Ia ingin melepaskan pakaianmu!" Tuntutnya tak terima. Wonho hanya memandangi kakak iparnya (jika bisa disebut begitu) dengan dahi berkerut.

Minhyuk menyembunyikan tawanya dengan kepalan tangan. "Iya, Wonho memang melepaskan kaos kakiku. Tidak nyaman memakai kaos kaki jika kedua kakimu bermasalah."

"Dan, dan, minyak, lotion, apa maksudnya? Minhyuk, aku ini sama dengannya, aku mengerti tentang hal seperti itu." Mark terdengar histeris sekarang.

Raut jengkel jelas di wajah Wonho sekarang. Ia menolak dikatakan sama dengan playboy itu. "Ahem." Ia berdehem memperingatkan.

Minhyuk memandangi keduanya bergantian dengan mata berkilat jenaka. Ia sangat mengerti arah pembicaraan kakaknya. Ini konyol sekali. Kakaknya itu mengira ia dan Wonho melakukan 'itu'. "Kakak, dengar dulu." Ia memanggilnya untuk mendekat. "Salah satu kakiku hanya terkilir, dan Wonho mau mengurutnya. Bukankah biasanya Mama mengurut dengan menggunakan minyak?" Ia menahan gelak tawanya, Mark belum menyadari kalau pakaian Minhyuk sudah kering, yang tentu saja digantikan oleh Wonho.

Mark gelagapan, merasakan tatapan menusuk dari sepasang mata yang mengikuti gerak-geriknya dengan awas. Wajar jika Wonho ingin mencoba mengurut Minhyuk. Ia terbiasa berolah raga, jadi terkilir atau keram bisa diatasinya dengan beberapa langkah.

"Kau yakin?" Tanyanya pada adiknya untuk memastikan.

"Yakin, aku tak akan membiarkan Wonho untuk mengganti pakaianku kalau aku tak yakin dengannya." Sekarang adiknya yang imut menghilang, berganti sosok Minhyuk yang jahil, yang pernah membocorkan perselingkuhannya pada salah satu mantannya.

"Apa?" Mark histeris sekarang, hilang sudah adiknya yang polos dan sedikit bisa ditakut-takuti. "Kau!" Ia menunjuk ke arah Wonho yang menatapnya lurus, "awas kau! Jangan harap kau bisa bebas berduaan dengan Minhyuk mulai sekarang!"

"Umm Kakak, Wonho hanya mengganti pakaianku, bukan melakukan hal yang Kakak lakukan dengan pacar kakak minggu lalu." 

"Minhyukkie!" Suara kerasnya kini tertuju pada adiknya yang dengan tenang memeriksa ponselnya dan tidak terpengaruh kekisruhan yang ada di dalam kepalanya saat ini. Adiknya yang polos, sekarang tahu hal tabu seperti itu karena kelalaiannya sebagai seorang kakak.

"Kak, kau lupa mengunci pintu kamarmu? Mama menanyakan apa arti kotak berlabel R18 di kamarmu." Tanya Minhyuk yang mengulurkan tangannya ke arah Wonho.

Dan di saat itu, Mark butuh berkali-kali lipat usaha untuk menahan dirinya sendiri dari berteriak. Matilah dia.


.
.
.



Terima Kasih sudah membaca.


Again, it's a crack, I've warned you.

A Brother's ThoughtWhere stories live. Discover now