Langit semerah buah apel terpampang luas di atas kepala, suara burung gagak yang berbondong-bondong pulang memenuhi udara. Hari nyaris gelap, namun tak ada niat pulang di benak pemuda bersurai coklat itu. Dengan deru nafas yang sudah tidak menentu, ia terus menari dengan sebilah katana* panjang di tangannya----menyayat udara.
Urata no Wataru adalah namanya. Pemuda yang tahun ini berusia sembilan belas tahun, yang sudah diembani tugas berat sebagai pemimpin klan Urata. Terlahir sebagai satu-satunya anak laki-laki, ia tak punya banyak pilihan selain menganggukkan kepalanya dan meneguk sake sebagai tanda ia menerima tugas itu.
"Sial... Kalau begini terus----" seakan ada api berkobar di dadanya, ayunan katana itu makin lama makin kencang, menimbulkan suara yang cukup keras terdengar meski diantara angin yang bertiup kuat di sore itu.
Usai sekali ayunan, ia berhenti; mencoba mengatur nafasnya. Iris sewarna zamrudnya menatap jauh ke langir merah, dan sebuah nama keluar dari bibirnya; "Sakata..."
.
.
.
Malam dingin menyambut, anak-anak sudah kembali ke lindungan sang ibunda. Pemuda itu hanya bisa tersenyum melihatnya sembari melanjutkan langkahnya menyusuri kota.
Sakata no Akiho namanya, si bungsu dari klan Sakata yang juga diembani tugas sebagai kepala klan di usianya yang baru tujuh belas tahun. Sang kakak yang harusnya mengemban tugas tersebut hilang entah kemana, jadilah pemuda bersurai kemerahan itu meneguk sake setahun lalu meski ia seharusnya belum legal untuk mencicip minuman tersebut.
Helaan nafas terdengar diantara suara gemerincing katana di pinggangnya sembari ia memperlamban langkahnya---hanya untuk membuatnya untuk secara tidak sengaja menabrak seorang gadis dalam kimono ungu, "Ah... Maaf, kau tak apa?" tanyanya sopan. Sang gadis mengangguk sebelum membungkuk dalam dan akhirnya berlalu, meninggalkan sang pemuda dalam renungannya.
"...Shima..."
.
.
.
Semuanya sudah terlelap, hanya kelelawar dan burung hantu yang menguasai gelapnya malam---juga seorang pemuda yang masih berlatih dengan shinai** miliknya, menebaskannya ke arah karung pasir yang tergantung di hadapannya.
Shima no Mokazu namanya. Pemuda yang pula senasib dengan dua karakter sebelumnya, ia yang merupakan anak tunggal dan harus menggantikan posisi sang ayah tepat setelah pria itu meninggal karena penyakit. Pemuda yang meneguk sake meski ditentang oleh kerabat lainnya.
Shinai yang ia gunakan patah akibat terlalu kuat dihentakkan---bukan ke kantung pasir, tapi ke lantai kayu tempat ia berpijak. Ingatan akan suara para keparat yang menentangnya itu terngiang dan membuatnya kesal. Bisa saja ia menghancurkan seisi dojo*** jika suara dengkuran familiar tidak menyadarkannya.
"Ah, kau ternyata," ia terkekeh mendapati kucing miliknya mengusap-usapkan kepalanya ke kaki sang pemuda, seakan mencoba mencari perhatiannya. Pemuda itu terkekeh sebelum berjongkok dan mengelus-elus bulu kuning kucing itu, memberinya perhatian yang ia inginkan. Namun saat selanjutnya, ia terdiam...
"...Senra..."
.
.
.
Sang mentari baru akan mulai menampakkan diri sekitar sejam lagi, namun hal itu bukan jadi alasan untuk bermalas-malasan, setidaknya untuk si pirang yang kini tengah berlari menyusuri sungai dengan tubuh yang sudah dibasahi keringatnya sendiri.
Senra no Kiba namanya. Pemuda yang dituding telah membunuh pemimpin klan sebelumnya, yang mana sudah memungutnya dari kumuhnya pinggiran kota, demi menduduki posisi tersebut. Tak ada yang berani melawan saat pemuda tujuhbelas tahun itu meneguk sakenya dua tahun lalu.
"Sial," umpatnya sembari menghentikan langkahnya dan mencoba mengatur nafasnya, juga mengelap keringatnya. Decihan ia lontarkan sebelum ia melancarkan tendangan sabit ke kehampaan udara sekuat yang ia bisa. Api kebencian jelas berkobar di matanya.
.
.
.
Keempat pemuda yang sudah diembani tugas berat, mereka yang dahulu merupakan teman dekat kini terpaksa mengacungkan pedang satu sama lain demi mempertaruhkan nama keluarga mereka.Siapa yang ingin melukai sahabatnya sendiri? Namun siapa pula yang ingin mempermalukan nama yang mereka emban? Roda takdir yang berputar secara tidak adil, tak dapat mereka hindari.
Pedang yang dahulu mereka kagumi, kini menjadi senjata yang tak hanya dapat melenyapkan nyawa seseorang, tapi pula menyayat hati sang pengguna.
.
.
.
.
.
.
C R E D I T S
Song : 誠 ~Live for Justice~ by 浦島坂田船
https://youtu.be/GTQUJ8pcTeAMusic&Lyric :前山田健一
Arrangement :藤原燈太Illustration used by:四季まこと
https://twitter.com/makou_4Characters
[Urata] うらたぬき(mylist/35789880
https://twitter.com/uratasama[Shima] 志麻(mylist/19444428)
https://twitter.com/shima_s2[Sakata] 坂田(mylist/34669838)
https://twitter.com/sakatandao[Senra] センラ (mylist/5979643)
https://twitter.com/sen_sen_sen_senStoryline by : MayonakaTsuki505
https://twitter.com/tsuki_ne___.
.
.
Cerita ini adalah fiksi, tidak menyangkut kejadian nyata baik secara sejarah Jepang maupun secara kehidupan para Utaite.
.
.
.
Translation Notes :*katana : pedang Jepang
**shinai : pedang kayu yang biasa digunakan untuk latihan sebagai pengganti katana
*** : ruangan khusus untuk latihan (biasanya) seni bela diri
[To be continued]
KAMU SEDANG MEMBACA
誠 ~ JUSTICE ~
FanfictionPedang yang dahulu kukagumi, seharusnya tidak dipergunakan untuk hal semacam ini...