Sepasang mata menatapku dengan pilu. Seakan menyampaikan apa yang ada di dalam hatinya. Tangan kirinya terulur meraih tanganku. Diletakkannya telapak tanganku di dadanya. Seketika Aku menyadari debar Dan keributan.
Dinding jantungnya bergetar seperti bangunan rapuh dengan mesin bertenaga di dalamnya. Dalam keheningan ruangan rumah sakit ini, Aku bisa mendengar denging Samar yang dihasilkan sumber yang Sama.
"Eonni,, andwae.." air mataku lolos begitu saja. Isakanku memenuhi ruangan.
Tak kusangka Penyakit Aneurisma aorta yang ia derita mengantarkannya pada kondisi sekarang ini. Penyakit ini menyerang pembuluh aorta, yang berpotensi menyebabkan pecahnya pembuluh aorta, kemudian darah dari aorta yang pecah akan terus mengalir dalam aliran darah dan mengendap sebagai gumpalan darah.
"Jangan menangis Nara-ya,, hatiku sakit melihatnya.. Aku menyayangimu,. Maaf, Sudah merepotkanmu karena merawatku dengan Penyakit ini,," ucap Haera
Aku menggeleng lemah. "Aniya. Kumohon tetaplah bertahan hiks hiks,, Aku sendirian Eonni.." tangisku semakin menguat.
"Jagalah dirimu, kau bisa menggunakan tabungan direkeningku untuk sehari harinya.. tuntaskanlah kuliahmu,, ambillah sebuah kotak di atas nakas kamarku, itu adalah hadiah karena kau memenangkan olimpiade di jepang pekan lalu, didalamnya juga ada sebuah surat, aku harap kau mau menerimanya. Berjanjilah kau akan melakukan apapun yang tertulis didalam surat itu Nara, " ucap Haera sambil mengelus pipiku.
Telapak tangannya yang dingin membuatku semakin takut akan kehilangannya.
"Janji, aku pasti akan melakukannya.. Kumohon tetap bertahanlah eonni hiks,, "
"Gomawo Nara,"
Ujung bibir pucatnya sedikit terangkat. Senyuman yang Tak Ku sangka adalah senyuman terakhir yang ia berikan..
Aku terbangun dari mimpi itu. Kuambil segelas air di nakas. Mengatur nafasku agar kembali normal.
Sudah 5 bulan yang lalu setelah meninggalnya kakak Ku, Aku masih belum bisa melupakan sedikitpun kenangan bersamanya.
Penyakit yang Sama membuatku kehilangan Ibu. Ibu meninggalkan Kami saat aku berumur 11 tahun.Dan Penyakit itu juga merenggut kakak ku dariku. Dia satu satunya keluarga yang kupunya. Sekarang ia sudah pergi.
Hiduplah Min Nara seorang diri. Jangan ditanya dimana ayahku sekarang. Dia sudah pergi entah kemana. Saat itu usiaku menginjak 8 tahun. Ibu bilang ayah mendapat pekerjaan di Seoul, tetapi hingga Saat ini ia Tak pernah pulang mengunjungi Kami.
Bahkan kami membeli Kontrakan di Seoul demi untuk mencarinya. Aku dan kakak melanjutkan sekolah di Seoul. Rumah Kami sebelumnya berada di Daegu. Rumah tersebut terpaksa Kami jual untuk biaya membeli Kontrakan di Seoul. Sudah Kami cari dipenjuru kota Tak ada tanda tanda dimana ayah berada.
Ayah pernah berkata, bahwa dia bekerja di Salah satu perusahaan di Seoul. Sebenarnya ayah memilik perusahaan dengan saham yqng cukup besar, Tetapi karena terancam bangkrut, ayah berusaha mendapat partner yang mau bekerja Sama dengan perusahaannya.
Sudah semua perusahaan didatangi Ibu Dan kakak, tapi Tak kunjung menemukannya. Semenjak kepindahan Kami ke Seoul Dan Kami tak kunjung menemukan ayah, Ibu menjadi sulit makan. Tidur di kursi teras rumah dengan mengenakan jaket tipis saja, berharap jika ia dapat menyambut ayah ketika pulang nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Souls Connection
FanfictionTak Semua yang kau lihat adalah apa yang terjadi Sebenarnya. Percayalah padaku, kumohon. (Jeon Jungkook) Bisakah Aku mempercayaimu Sekali Lagi? Sudah kesekian kalinya kau merobek Hatiku ini. Ingat Lah Oppa, Hatiku ini bukanlah selembar kertas putih...