I. Bertemu (lagi)

29 5 35
                                    

Kenalin, gue Syala. Gue masih 17 tahun, dan ya, masih jomblo. Nggak usah ngetawain karena gue belum selesai ngetiknya. Gue jomblo, dulu, sebelum kenal sama Dio. Kalo diinget-inget, dulu gue sama Dio kenal karena kita pernah sekelas pas SMP kelas satu. Dan, kami ketemu lagi di SMA, ya walaupun nggak sekelas.

Gue kadang ngerasa kaya, "kok bisa cowok sekaku kanebo bin dingin kaya dia bisa suka sama gue?" Itu seriusan, dia yang bilang suka sendiri ke gue. Oke, gue nggak tahu kenapa.

Intinya, kami sudah jalan tujuh bulan pacaran. Sebenernya nggak pacaran juga sih. Friendzone juga bukan, apa lagi adek-kakak zone, nggak mungkin karena kami seumuran. Intinya dia bilang suka gue, dan sebaliknya gue juga. Tapi dia nggak mau pacaran, sebenernya gue juga sih. Ya gimana ya, gue juga paling anti sama yang namanya pacaran, sampai sekarang.

Ah, intinya di sini gue mau cerita tentang kisah gue. Jangan dibayangin Dio itu cowok sweet, romantis, dan sejenisnya karena bayangan lo bakal salah pakai banget. Seperti yang gue bilang tadi, dia kayak kanebo kering, kaku banget.

ㅇㅇㅇ

Jadi, waktu itu gue lagi buru-buru banget buat baris ke lapangan upacara karena gue telat. Ini hari Senin kedua gue sebagai murid baru di sekolah ini. Ya, gue kelas sebelas dan baru aja pindah sekolah dari SMA lama gue di kota sebelah.

Balik lagi, gue keteteran banget berangkat pagi ini. Gila aja bayangin, gue berangkat dari rumah jam tujuh kurang lima belas menit.

Untungnya, jarak rumah gue ke sekolah nggak jauh-jauh amat, jadi nggak telat walaupun harus lari-larian buat naik-turun tangga karena kelas gue di atas. Untungnya lagi, sehabis turun dari tangga, langsung mendarat di lapangan tengah, tempat buat upacara bendera.

Akhirnya, gue bisa baris. Karena gue terhitung agak telat, gue baris paling belakang, tempat paling enak dan adem. Beruntung banget gue.

Sambil ngatur napas, gue lihat-lihat ke sekeliling, masih banyak murid yang berlarian ke sana-kemari. Apaan banget bahasa gue.

Saat itu, gue lihat ada seorang cowok yang nggak asing di mata gue. Gue baru inget, dia Dio, Diorama Arvendi. Bisa dibilang sahabat gue dulu pas masih kelas satu SMP. Mata gue terus ngikutin ke mana dia baris nanti.

Dia baris tiga kelas dari gue. Oke, aneh nggak sih gue? Jarak tiga kelas dan gue nggak tahu kalau dia sekolah di sini? Hell. Tapi nih, serius gue masih kaget banget, dada gue berdebar berkali-kali lipat. Gila.

Nggak lama, upacara dimulai. Gue berdiri anteng sambil mikir kemana-mana. Mata gue nggak henti-hentinya ngelirik ke arah Dio yang kebetulan, tenpatnya berdiri bisa gue jangkau dengan mata.

Sampai upacara selesai, dada gue masih berdebar kenceng banget. Nggak tahu kenapa. Yang pasti, ini kali pertama gue ketemu dia sejak dua tahun lalu. Bayangin aja, udah dua tahun!

"Han, ke kelasnya bentaran deh, ya?" ucap gue ke Jihan, temen sebangku gue. Gue masih ngelirik ke arah Dio yang lagi jalan di tangga.

"Kenapa?" tanya Jihan. Dilihat dari wajahnya, Jihan kelihatan bingung. Ya iyalah, Syala! Gimana nggak bingung, orang gue kalau habis upacara langsung buru-buru ke kelas.

"Nggak apa, bentar doangggg."

"Ada apa, sih?"

Gue lihat Dio udah nggak kelihatan di tangga. Huh, akhirnya.
"Nggak apa, ih. Udah yuk naik," ajak gue akhirnya. Gue dengan sengaja memelankan langkah, naik ke tangga. Siapa tahu, Dio ternyata masih di ujung tangga atas. Gue malu kalau ketemu.

ㅇㅇㅇ

Bel tanda istirahat bunyi. Guru matematika yang barusan ngajar gue udah keluar sejak lima menit yang lalu. Dan, ya, sekarang gue lagi beres-beres buku matematika, mau gue taruh tas.

Nggak sengaja, gue denger ketawa yang khas. Gue yakin dan paham betul, orang ini ketawanya jarang pakai banget. Jadinya khas.

Gue nengok ke arah pintu, yang kebetulan deket dari tempat duduk gue. Jadi, di kelas gue itu ada sistem rolling gitu. Nggak usah gue jelasin, pasti udah paham. Dan hari ini kebetulan gue duduk deket pintu.

Dan bener, setelah gue nengok, gue lihat Dio lagi bareng mungkin temennya lewat depan kelas gue. Sial, lagi-lagi dada gue berdebar.

Gue langsung memalingkan muka gue, takut Dio lihat. Tapi kayaknya gue telat. Mata gue dan Dio saling terkunci untuk sepersekian detik. Sampai akhirnya, gue pergi menuju bangku belakang buat nenangin jantung gue. Gue tadi lihat ekspresi Dio sekilas. Yang gue tahu, dia kaget lihat gue.

"Mampus mampus mampussss," ucap gue sambil mencoba mengatur napas.

"Siapa yang mampus?" tiba-tiba Agil, temen sekelas gue, nanya.

"Eh, nggak. Tadi, ada semut keinjek. Mampus, deh," bohong gue pada akhirnya. Alasan bodoh.

"Anjir, gue kirain apaan." Setelah berkata itu, Agil berdiri dari tempat duduknya dan keluar kelas. Kayaknya mau ke kantin dia. Ah, gue nggak peduli.

Iya, bener, gue selalu deg-degan kalo lihat Dio. Sejak kelas satu SMP. Gue ngaku, gue emang suka sama Dio dari dulu. Dan pastinya, gue masih yakin, Dio nggak tahu tentang perasaan gue sampai saat ini.

Gue sendiri nggak mau Dio tahu. Gue malu banget karena gue dan Dio nggak sedeket dulu sebelum masalah itu datang. Gue nggak tahu, sebenernya siapa yang salah? Gue atau Dio?

Yang pasti, karena masalah itu, yang tadinya gue sama Dio bersahabat, jadi renggang. Sampai detik ini.

To be continued

🐧🐧🐧

Hello, Welkam tu mai first ff.
Udah gitu aja.

Pacar Kyungsoo,
Crzyyyaf

DioramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang