[Bab 0] Retrieve

8 0 0
                                    

Dito orangnya pelupa. Lihat saja dia sekarang, diam bengong di depan kantornya karena lupa bawa jas hujan. Tapi di lain sisi, Dito juga seorang "pengingat". Puluhan memo kecil masa lalunya terlintas di benaknya. Satu per satu berganti seiring jatuhnya titik-titik air. Mungkin ini alasan kenapa Dito jadi sepikun ini, otaknya penuh dan tidak ada yang bisa ia delete. Memo-memo itu mungkin hanya berisi dua-tiga kata, tapi maknanya seperti berlembar-lembar cerita. Satu saja neuron di otaknya menyala, menyala pula seluruh di sekitarnya. Butterfly effect.


"Ini, aku bawa dua." ujar Eka sembari mengulurkan tangan, memberi tas berisi jas hujan, juga membuyarkan lamunan Dito.


"Oh, terimakasih?" jawab Dito ragu-ragu. Siapa pula yang membawa dua jas hujan tanpa alasan?


"Kamu nggak mau pamit gitu sama yang lain?" Eka balik bertanya setelah membalas dengan anggukan, seakan membawa dua jas hujan adalah hal yang wajar.


"Tolong kamu aja, ya?"

Sesaat, masing-masing dari mereka diam di tengah manusia yang lalu lalang dan suara jatuhnya air hujan. Dito yang berusaha meraih memo-memo yang terus berhujanan serta Eka yang menguatkan lidahnya agar fasih mengucapkan dialog "selamat tinggal"-nya.


"Kan aku sudah bilang misal nanti hujan besok aja. Kamu malah main terobos aja. Aku merasa bersalah jadinya." suara Dia terselip di antara rintikan hujan.


Diana cukup lengkapnya, bukan Dia kata ganti Tuhan. Sempat juga namanya mengalahkan posisi-Nya di hati Dito. Ah, dasar cinta pertama, asmara remaja. Naif sekali sempat ia pikirkan hidup bersama teman SMA-nya. Tapi entah mengapa meski sudah sekitar satu dekade yang lalu, ingatannya masih segar tak kunjung layu. Masih sangat jelas tiap kata yang Dia ucapkan, kerut wajah ekspresinya, serta suasana latar belakangnya. Dito tidak tahu mana lagi kenyataan tiap larut dalam ingatannya, suara rintik hujan yang makin lama makin deras atau omelan menggemaskan orang yang sudah lama pergi darinya. Jelas Dito tidak memilih hujan, yang saat ini sudah seperti air yang ditumpahkan dari langit. Bisa dibilang ini pelarian Dito, walaupun nyatanya Dito sedang berkendara.


Sekarang Dito sudah sampai di depan pintu kamar kostnya. Basah kuyup. Jas hujan pemberian Eka masih rapi digenggamnya. Dito orangnya pelupa, lihat saja dia sekarang, diam bengong bertanya punya siapa jas hujan ini, sementara mata Eka sembap di lain tempat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 12, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

tanpa-namaWhere stories live. Discover now