Adrian berlari sekencang mungkin ketika masih didengarnya derap langkah kaki segerombolan orang bersamaan dengan umpatan. Cowo itu melihat keseluruh arah, pandangannya terhenti pada gang sempir, kumuh dan gelap. Tanpa berpikir lagi, dia berlari kearah gang tersebut. Mengabaikan rasa nyeri dipunggungnya, Adrian membungkukkan punggungnya agar seluruh tubuhnya tertutup bak sampah.
Tak lama, derap langkah itu terdengar jelas. Segerombolan orang itu berdiri tidak jauh dari mulut gang. Dalam keadaan gelap, Adrian berusaha memperhatikan pergerakan mereka. Mereka tampak berdiskusi lalu setelahnya kembali berlari melewati gang.
Adrian menghela napas bera. Setelah yakin aman, cowok itu keluar dari persembunyiannya. Jalannya tertatih-tatih akibat pengeroyokan yang dilakukan kelompok tadi. Adrian mengumpat merasakan nyeri punggungnya kembali menyerang.
“Dasar banci!”
Adrian paling tidak suka dan anti dengan pengeroyokan. Untuknya itu sama sekali tidak jantan. Kalau mau berantem, harus one by one. Nggak berani one by one? Adrian dengan senang hati memberikannya rok!
Cowok itu melihat jam ditangan. Sudah pukul 1 pagi. Segera Adrian keluar dari gang sempit itu menuju jalanan lepas. Baru saja dia hendak melangkah, pundaknya terasa ditepuk seseorang. Alarm tanda bahaya berbunyi dalam benaknya. Adrian segera berbalik, menarik tangan yang menepuk pundaknya dan bersiap memberinya tonjokan.
“Woi gue nih!” seru cowok itu sebelum pukulan Adrian mengenai wajahnya. Dalam kegelapan, Adrian berusaha mengidentifikasi wajah orang itu. “Rifqy, Oon!” seru cowok bernama Rifqy itu. adrian mendengus lalu melepas cekalannya pada lengan Rifqy. “Nggak apa-apa lo?” tanya Rifqy.
Adrian mengangguk. “Kok lo bisa disini?”
“Ya bisalah. Tadi gue liat lo dikeroyok sama gengnya Raka. Gue mau bantuin, eh lo malah kabur.”
“Gue nggak bisa ngelawan kalo punggung gue nyeri begini,” sahut Adrian meringis.
“Mereka mukulin punggung lo?” Rifqy menatap Adrian cemas. adrian mengangguk. “Ke dokter aja. kali aja—“
“Nggak usah. Balik sekarang, yang lain kayaknya pada nyari kita nih,” ajak Adrian. Mau tak mau Rifqy menyetujuinya. Cowok itu mengikuti Adrian dan berharap keadaan Adrian baik-baik saja.
***
“Lo yakin nggak nginep tempat gue aja?” tanya Rifqy entah untuk yang kesekian kalinya. Adrian mengangguk kecil.
“Lo bawa aja mobil gue dulu.” Adrian melepas self-belt lalu keluar dari mobil. Cowok itu memanjat pagar tinggi itu dengan santai, seolah dia telah biasa melakukannya. Adrian berbalik, menatap Rifqy yang masih setia menungguinya. Kepala Adrian bergerak, mengisyaratkan Rifqy untuk pergi. Menghela napas panjang, Rifqy mengangguk dan segera membawa mobil itu pergi.
Adrian masuk kedalam rumah lewat pintu belakang. diperhatikannya keadaan rumah. Gelap dan sunyi. Tentu saja, mengingat ini sudah pukul setengah 2 pagi. Merasa haus, Adrian segera ke dapur. Cowok itu duduk sambil meminum air dingin yang diambilnya dari kulkas.
Tiba-tiba lampu dapur menyala. Adrian terkejut dan segera menoleh. Melihat sosok laki-laki paruh baya yang mengenakan piama tidurnya, Adrian mendengus. Segera ditenggak habisnya air putih itu lalu beranjak dari duduknya. Ketika melewati pria paruh baya itu, Adrian tidak mengatakan apa-apa. Bahkan cowok itu menganggap seolah dia tidak melihat apa-apa.
“Dari mana saja kamu? Kenapa baru pulang?” tanya laki-laki paruh baya itu. adrian mengabaikan. Cowok itu malah dengan tidak sopannya menguap lebar dan naik menuju lantai 2. “Adrian! Papa bertanya sama kamu!” bentakan itu tidak menghentikan Adrian. Cowok itu terus menaiki undakan tangga hingga di kamarnya. Dari tempatnya berdiri, Papa bisa mendengar pintu kamar dibanting kuat oleh Adrian.
Papa menghela napas berat lalu memutuskan kembali ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Got Me
Romance"Awalnya gue nggak peduli lo deket cewek itu, tapi setelah gue tau siapa cewek itu. gue nggak bakal biarin lo deket sama dia! Cewek itu cuma milik gue!"