Sebuah Cerita - Lany

119 26 29
                                    

SEBUAH CERITA.
"Love Yourself"

:-:-:-:

Alwa melihat Arumi –teman sebangkunya menangis. Alwa menggaruk kepalanya meskipun tidak gatal. Ingin coba menenangkan Arumi tapi tidak tahu caranya. "Aduh, Arumi-ku. Jangan nangis mulu, dong. Ntar banjir nih kelas, kagak kasian apa sama Sri?"

Mata cokelat Alwa melihat Sri berdiri di depan papan tulis sambil memegang sapu. "Woi, Doni! Lo kalau lewat liat kek pake mata! Ini gue lagi nge-pel. Jadi kotor lagi gara-gara sepatu lo!" teriak Sri.

"Nggeh, ampun Mbok Sri." Doni menyatukan kedua telapak tangannya. Sri siap memukul kepala Doni dengan pel tapi Doni sudah berlari.

"Eh, Jumi! Nge-lap kaca jangan sampe ada debu! Awas kalau gue liat masih ada debunya, gue kemoceng-in muka lo!" teriak Sri.

Jumi menggerutu kesal, meski begitu ia tetap mengelap kaca jendela dari luar.

"Alwa, orang tua gue pisah, gue gak ngerti kenapa mereka egois banget." Arumi mengelap air matanya.

"Mungkin ...."

Sebelum Alwa berbicara, Arumi mengangkat badannya dan melenggang pergi. Sri hendak berteriak karena kaki Arumi menginjak lantai yang sudah ia pel. Alwa memberi isyarat bahwa Arumi sedang tidak dalam keadaan baik. Sri paham, ia melanjutkan pekerjaannya.

Alwa berjalan ke kantin sendirian. Jam pelajaran bahasa Inggris tidak ada gurunya. Alwa tahu peraturan di sekolah ini, tidak boleh ke kantin saat kegiatan belajar mengajar. Tapi Alwa tidak bisa menahan rasa laparnya. Sejak tadi pagi ia belum sarapan apa pun.

"Bu, nasi goreng, ya. Saya di meja delapan," ucap Alwa.

"Oke, Neng."

Alwa memperhatikan sekeliling. Ada juga siswa lain yang duduk di kantin. Ada yang makan atau sekedar duduk sambil memainkan ponselnya. Sepertinya bukan ia saja yang kelasnya kosong sekarang. Atau mereka bolos dari kelas? Alwa mengendik tak begitu memedulikan mereka lagi.

"Akhirnya, njir!"

Alwa terkejut melihat seseorang datang ke mejanya. Tangannya tidak sengaja menggebrak meja, napasnya tersengal-sengal seperti orang yang sedang kabur.

"Eh, gue kira gak ada orangnya," ucapnya sambil menyisir rambutnya dengan jarinya. Pelipisnya meneteskan air.

Alwa membisu. Tidak bisa berkata-kata. Ia kehilangan fokus, otaknya berhenti bekerja. Bagaimana ia bisa salah tingkah hanya melihat Adam di depannya. Mulut Alwa persis seperti ikan terdampar di darat, butuh air.

"Heh, lo kenapa? Strok?" Adam panik melihat ekspresi Alwa.

Alwa menepuk pipinya sendiri. "Eh, nggak. Gue nggak apa-apa." Pelan-pelan Alwa bisa mengatur napasnya.

"Duduk bareng boleh?"

"Eh, boleh ... boleh banget. Duduk aja, Dam," ucap Alwa terbata-bata.

"Lo kenapa, dah? Asma?"

Alwa menggeleng sambil menampilkan senyumnya.

"Lo kelas berapa?" tanya Adam.

"K-kelas sebelas, sama kayak lo." jawab Alwa.

"Gue gak pernah ngeliat lo, ya."

Karena lo liatnya cewek cantik doang, Dam. Mana mau liat muka gue yang pas-pasan kek duit di akhir bulan.

"Karena ... kita gak pernah satu kelas."

Adam mengangguk.

"Dam, kok ... bisa sih?" Alwa menatap Adam. Ia sedang melantur, tak sadar pertanyaan tersebut meluncur begitu saja dari bibirnya.

Soul Revolution High SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang