Untitled Part 1

2 0 0
                                    


Ini adalah kisah tentang dua manusia yang sama sama baru merasakan yang namanya putus cinta.

"Kita temenan aja ya, Fa" ucap Ghilman saat mereka sedang berjalan kaki keluar dari gerbang sekolah menuju halte bus.

"Maksudnya?" Tanya Adzifa yang sedikit tidak percaya dengan pernyataan Ghilman sore itu.

"Maksudnya..." Ghilman mengehentikan langkahnya dan menatap Adzifa dengan wajah sayu.

"Aku mau kita putus" Ghilman menatap mata Adzifa yang berkaca-kaca dan membuang wajahnya ke bawah menunduk di hadapan Adzifa.

"Kenapa?" terdengar sedikit getaran di suara Adzifa karena pernyataan itu cukup membuat dirinya terkejut.

"Karena..."

"... sudah saatnya kita fokus dengan impian dan cita cita kita, Fa"

"...Meski begitu, kita kan masih bisa saling support satu sama lain. Jadi..."

"... tidak ada yang perlu dikhawatirkan".

"Kamu sudah ga sayang?" tanya Adzifa memastikan.

"Bukannya aku ga sayang, Fa. Tapi aku cuman mau..." Ghilman berusaha menjelaskan tetapi Bus 13A menuju rumah Adzifa sudah tiba.

Adzifa bergegas meninggalkan Ghilman di Halte tanpa sepatah kata yang mampu ia keluarkan. Rasanya penjelasan yang Ghilman jelaskan belum cukup, tapi pikiran dan hatinya sudah terlanjur kacau dan yang ia butuhkan saat itu adalah kamarnya karena ia tidak mau menumpahkan air matanya didepan orang yang sangat ia sayang.

"...aku cuman mau yang terbaik untuk kita" ucap Ghilman dalam hati sambil mengusap wajah dan rambutnya.

Tak menunggu tiba di kamar, air mata yang sengaja ia simpan kini tumpah di dalam Bus yang ia tumpangi menuju rumah. Berbagai prasangka menghantui pikirannya.

"Semudah itu dirinya mengucap kata putus?"

"Jadi selama ini kehadiranku mengganggu fokusnya?"

"Jadi selama ini aku menghalangi impian dan cita citanya sampai ia menginginkan mengakhiri hubungan ini?"

"tidakkah ia memikirkan hal ini sebelumnya?"

Adzifa berjalan sendiri dari halte menuju rumahnya. Kata kata Ghilman sangat menghantui pikirannya. Ia berusaha memikirkan maksud dan perkataan Ghilman barusan.

"Ya, mungkin hubungan ku dengannya selama ini tidak membawa kami pada cita cita kami yang sebenarnya. Mungkin benar, hubungan ini hanya mengganggu fokus kami. Yang Ghilman butuhkan hanyalah support, maka seharusnya aku bisa melakukannya" Ucap batin Adzifa berusaha berprasangka baik pada takdir yang diberikan Semesta untuknya.

Malam itu ia hanya mengurung diri di kamar dan melewatkan makan malam. Dipandanginya layar ponsel yang berisikan pesan dari Razfari Ghilman. Mau tak mau ia membukanya.

"Aku cuma mau yang terbaik buat kita" 09.23 PM

"Maaf" 09.23 PM

"Tetap semangat" 09.30 PM

Tak langsung ku balas pesan itu sebab tak ada kata yang mampu aku ucapkan. Aku hanya berusaha berpikir dengan jernih sebisa ku karena keputusan ini tentu sudah dipikirkannya baik baik. Karena itu aku pun berusaha berpikir baik baik tentang keputusan itu.

Wajahku yang sudah sembab membuatku mengantuk dan terlelap.

Hingga pagi tiba, aku kira akan ku dapati lagi pesan dari Ghilman, tapi ternyata tidak. Padahal biasanya ia mengucapkan selamat pagi atau paling tidak mengingatkan ku untuk bangun sholat subuh. Aku benar benar tidak niat untuk bertemu dengannya hari ini. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 18, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

give this a titleWhere stories live. Discover now