"ahhh.." ujar Fahmi terlihat stres karena mata kuliah nya yang semakin padat. "Stress gw anjir, lama-lama butek ni otak."
Fauzan yang hanya bisa tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.
"Yaelah. Lo lebay amat, gw juga biasa aja kan." Potong Fauzan terlihat menyombongkan dirinya.
"Yeh, otak lo kan beda sama otak gw." Ucapnya sambil mengacak-acak rambut Fauzan yang sudah di sisir rapi.
Mereka terus bercanda hingga sampai di parkiran.
"Btw, kita nongkrong dulu yo. Males pulang nih." Ajak Fahmi yang memang fikiran nya nongkrong dan nongkrong.
"Gak bisa. Tugas lagi numpuk, besok mesti kelar. Kalo nggak, ntar noh guru killer bisa ngaum." Uajr Fauzan sambil membuka pintu mobil.
"Njir, gw lupa. Bener juga lo, yaudah kita pulang. Tapi ntar gw nyontek ya." Kata Fahmi sambil memasang wajah so manis.
"Iya.. iya, gw ngerti." Ujar Fauzan sambil menutup wajah Fahmi dengan telapak tangannya.
Fauzan pun mulai menstater mobil dan pergi meninggalkan kampus.
Fauzan dan Fahmi sudah bersahabat sejak kecil. Ibu Fauzan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah keluarga Wijaya, sudah hanpir 15 tahun
Kedua orangtua Fahmi sangat baik. Semua keperluan dan biaya hidup Fauzan kuliah dan ibunya ditanggung keluarga Wijaya.
Sejak umur 5 tahun, Fauzan sudah ditinggal oleh ayahnya. Yang mengharuskan ibunya bekerja untuk membiayai kehidupan.
Kebetulan, ayahnya Fahmi, pak Wijaya adalah sahabat baik ayahnya Fauzan. Sehingga disaat tau pak Anto, ayah nya Fauzan meninggal. Pak Wijaya langsung mengajak Bu Antini dan Fauzan tinggal dirumahnya.
Karena tidak mah terlalu merepotkan, bu Antini lebih memilih bekerja sebagai pembantu rumah tangga disana. Hingga pada akhirnya Fahmi yang kebetulan usianya tak jauh beda dengan Fauzan, mulai diasuh bersama oleh Bu Antini karena kesibukan Pak Wijaya dan istrinya yang luar biasa.
Karena selalu bersama dari kecil, Fauzan dan Fahmi sampai disebut mirip. Walau Fahmi lebih berkulit putih karena turunan dari ibunya yang kelahiran inggris.
