Rencana Awal

18 3 0
                                    

“Bagaimana kalau kau tempelkan saja sekalian wajahmu ke TV, Bim!” seru Abi kesal melihat adiknya menonton TV terlalu dekat.
“Bisakah kau sehari saja tak mirip ibu-ibu?” keluh Bimo. “Tidak, kau lebih cerewet dari ibu-ibu!” lanjutnya menggumam pelan.
“Apa katamu tadi?!” tanya Abi setengah membentak dan melotot ke arah adiknya. Bimo beringsut mundur, tak mau mendengar omelan panjang kakaknya.
Chika yang sedang sibuk menggambar untuk tugas kesenian terkekeh melihat muka masam Bimo. “Ingat yang kau katakan padaku? Adik  tak pernah menang, dan tak boleh menang,” goda Chika sambil menjulurkan lidah ke arah kakaknya. Bimo menyeringai sebal.
“Dit, kau sudah selesaikan PRmu?” tanya Abi kepada si bungsu Dito. Dito mengangguk, matanya masih tertuju ke gameboy yang sedang dipegangnya.
“PR hari ini, bukan PR kemarin, Dit” ujar Abi memastikan, masih memandangi adiknya. Dito mendongak, kemudian buru-buru meletakkan gameboy miliknya dan mengambil buku pelajaran dari dalam tas. Sama sepeti Bimo, ia enggan mendengar ceramah kakaknya.
Beberapa hari ini cuaca sedang sangat panas. Rasanya seperti terpanggang di dalam tungku besar. Bimo, Chika, dan Dito berebut duduk paling dekat dengan kipas angin. Nyatanya kipas angin butut mereka tak membantu sama sekali. Bolak balik mereka mengusap keringat yang bercucuran.
Beberapa menit kemudian Abi keluar dari dapur. “Waktunya sirup leci!” serunya sambil membawa satu teko besar sirup berwarna putih penuh dengan es batu. Ketiga adiknya besorak, lalu bekumpul di meja. Mereka dengan semangat menuangkan sirup mereka ke dalam gelas masing-masing.
“Ah…segarnya!” ucap Dito seraya mengelap pelipisnya, mirip iklan minuman di TV. “Terimakasih, Kak!” ucapnya ke Abi.
“Sama-sama. Jadi, ada untungnya bukan kalian punya kakak mirip ibu-ibu? Kalian jadi tak perlu repot membuat sirup!” celetuk Abi, sedikit melirik ke arah Bimo. Ketiga adiknya lalu tertawa.
“Kau pantas ditetapkan sebagai kakak terbaik di dunia, Kak!” ujar Chika. “Besok akan kubuatkan mahkota yang bagus untukmu!” lanjutnya.
“Maksudmu mahkota dari barang-barang bekasmu yang jelek itu?” celetuk Bimo meledek.
“Daur ulang itu keren! Kau payah karena tak bisa berbuat apa-apa dengan barang bekasmu, Yang Mulia Bimo!” jawab Chika dongkol. Bimo tertawa geli, puas meledek adiknya sampai marah.
“Sudah, kalian jangan ribut terus!” ujar Abi melerai. “Hei, omong-omong bagaimana dengan rencana liburan kita?” tanya Abi mengalihkan pembicaraan. Bimo, Chika, dan Dito saling berpandangan. Tak ada yang menjawab.
“Aku bersumpah kita akan tinggal di rumah kalau kalian masih belum menentukan kapan kita akan berangkat!” ujar Abi kesal. Liburan sudah memasuki hari kedua dan mereka berempat belum juga memutuskan kapan pergi belibur.
“Kau hanya memberi kami satu pilihan, dan itu sangat tidak asyik, Kak!” jawab Bimo. Chika dan Dito mengangguk setuju.
“Benar. Tidak adakah yang lebih menarik selain berlibur di rumah Bibi Mira?” keluh Chika. “Tak bisa kubayangkan selama seminggu aku harus mendengarkan celoteh Lili tentang kepopulerannya di sekolah, nilai rapor yang nyaris sempurna, dan sepuluh teman berbakatnya yang sangat keren itu,” lanjut Chika sambil memutar bola matanya. “Aku sampai hafal namanya!”
“Belakangan aku dengar bertambah satu. Jadi totalnya sekarang sebelas,” timpal Bimo menambahi.
“Terserah dia saja,” jawab Chika jutek. “Yang jelas, aku lebih baik berkemah di tengah hutan daripada seminggu tinggal bersamanya!” katanya ketus.
Abi menghela napas panjang-panjang dan menghembuskannya. “Kalian tahu, aku hanya menuruti perintah Ibu. Jadi aku mohon kalian tak usah berpikir yang aneh-aneh!” ujar Abi. “Lagipula siapa tahu Lili sekarang sudah berubah,” jawab Abi meyakinkan adik-adiknya.
“ Berubah jadi semakin menyebalkan maksudmu?” tukas Bimo.
“Pastinya!” seru Chika ngotot. Ia menuangkan lagi sirup leci ke dalam gelas, lalu diteguknya langsung sampai tak bersisa.
Dito si bungsu tak ikut-ikutan. Ia melanjutkan bermain gameboy dengan tenang sambil mengemut permen lolipopnya. Dito yang masih kelas dua SD masih polos dan tak ambil pusing dengan keributan ketiga kakaknya.
“Oke. Sekarang tentukan, kalian mau menurut pada Ibu dan kita pergi ke rumah Bibi Mira atau kalian mau mati kebosanan di rumah?” tanya Abi galak. Matanya memandangi ketiga adiknya bergantian.
Bimo dan Chika saling melirik. Iya juga sih, kalau mereka tidak menurut pada Ibu, nanti Ibu pasti sedih. Emosi mereka yang meluap-luap sejenak mereda. Chika berbisik-bisik di telinga Bimo, disusul Dito yang iseng ikut  menguping.
“Baiklah. Kita pergi. Tapi dengan satu syarat!” kata Bimo. “Jangan ajak Lili saat kita berjalan-jalan di sana. Jangan ajak ia kemanapun,” lanjutnya, disusul dengan anggukan Chika.
“Baiklah, terserah kalian saja,” jawab Abi sambil berlalu ke kamar. “Jangan lupa bersiap, besok kita berangkat!” serunya, lalu menutup pintu.

Petualangan ABCD Tersesat di HutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang