Part 80

15.1K 362 110
                                    

Deraian air mata terus turun dengan deras ke pipi. Berjalan jauh semakin menjauh dari keberadaan dulu.

Kini hatinya telah hancur sehancur-hancurnya, kekecewaan telah menyelimuti hati Ana. Hatinya remuk, rasanya seperti diterjang seprihan kaca.

Hingga dia berada di bawah pohon yang cukup rindang, dirinya lelah berlari menjauhi orang yang telah membuat hatinya terjun dan hancur.

Ana terduduk, menatap kosong ke arah depan sembari bergumam "Kenapa sih kenapa, kenapa Lo khianati gue, kenapa" air mata itu semakin deras terjun di pipi.

"Apa Lo sadar saat gue dinyatakan hilang? Dinyatakan mati? Lo sadar atas kesalahan Lo?" Tangisnya semakin pecah dengan ditemani kesunyian dan angin menerpa wajahnya.

"Apa jadinya jika gue gak kesana dan gak ngelewatin semua kejadian ini? Gue kecewa" nafasnya memburu dan terasa amat sesak di dadanya. Ana, gadis itu amat terpuruk.

"Kenapa gue ketemu Lo? Kenapa gue harus ketemu Rio? Kenapa dia harus datang ke dalam hidup gue, Oh Ya Tuhan" Ana menelungkupkan kepalanya.

Hingga suara anak kecil mengejutkan dirinya.

"Hai kaka, kaka kenapa nangis? Kaka jatuh?" Bocah kecil laki-laki itu mengelus pundak Ana hingga Ana mendongakkan kepalanya.

Mata Ana terlihat sembab dan masih terdapat air mata di pipi, anak kecil itu menangkup pipi Ana.

"Kaka ndak boleh nangis, Devan mau jadi temen kaka, ayo kak kita main biar kaka engga sedih" anak laki-laki itu bernama Devan menarik tangan Ana hingga mau tidak mau Ana ikut berdiri mengikuti kemana arah anak laki-laki itu hingga sampai ke ayunan.

"Nama kaka cantik siapa" Ana tersenyum dan menjawab pertanyaan anak laki-laki tersebut "Nama kakak Ana sayang".

"Kakak cantik jangan nangis ya, nanti cantiknya hilang" perkataan itu membuat Ana terkekeh. "Nah gitu dong kak senyum kan makin cantik" anak kecil itu dengan polosnya ikut naik ayunan yang ada disebelah Ana.

Mereka bermain hingga seorang cowok menghampiri mereka berdua.

"Devan ayo pulang kaka cariin ternyata kami disini" Ana menatap sendu cowok yang ada didepannya ini.

Elang.

Ya cowok itu adalah Elang, mantan kekasih Ana. Elang melihat Ana dengan tatapan bingung dan khawatir  .

"Ayo kak, Devan tadi main sama kaka cantik ini." Ujar Devan si bocah kecil tadi.

"Ana" panggil Elang dan merengkuh tubuh mungil itu.

Ana yang dipeluk Elang pun membalas pelukan hangat tersebut.

"Kakak jangan peluk-pelukan Devan masih kecil" ujar Devan tersebut, dan membuat Elang terkekeh. Dirinya memanggil pengasuh Devan, dan membawa Devan pergi.

Kini hanya ada dirinya bersama Ana. Elang menatap Ana dengan rasa yang sangat tak bisa di jelaskan.

"Kamu gak usah tangisi apa yang membuat kamu sakit. Meski aku pernah ngebuat kamu nangis, namun itu bukan keinginan ku , sekarang dan selamanya aku berjanji gak akan bikin kamu nangis, aku sayang kamu Ana." Ujar Elang dengan mantap dan menatap Ana penuh harapan.

Ana yang ditatap seperti itu menjadi bingung, sekarang dirinya tidak percaya apa yang dinamakan cinta atau pun kasih sayang cowok.

"Aku gak bisa, sekarang aku gak percaya lagi sama yang namanya cinta, aku udah kecewa dua kali ini. Aku gak mau aku gak ma-" kalimat Ana terpotong ketika Elang memeluknya, dirinya tidak tega melihat Ana kembali menangis.

"Aku gak maksa kamu buat kembali sama aku, yang aku mau sekarang kamu gak nangis lagi, yang aku mau cuma melihat kamu tersenyum. Aku gak suka lihat air mata itu turun di pipi cantik ini" Elang membelai lembut pipi Ana.

"Oke, kita sahabatan" ucap Ana mantap, hal itu membuat Elang tersenyum meski dibalik itu dirinya merasa miris. Namun, dirinya sadar apa yang telah membuat Ana menutup hatinya ini, dirinya telah kecewa untuk kesekian kalinya.

"Kamu mau es krim?" Tanya Elang namun dibalas gelengan kepala.

"Aku mau pulang, aku capek" Setelah itu, Elang mengantarkan Ana ke rumahnya.

Dilain tempat, Rio melampiaskan kekesalannya, kesedihan itu dengan tembok yang tak bersalah. Tangannya kini berlumuran darah, rasa sakit tangan tidak sebanding apa yang telah dirasa hatinya sekarang.

"Gue brengsek" Hantaman itu membuat buku tangannya penuh dengan darah. 

"Gue nyesek banget Tuhannn" kini Rio tengah beringsut, dirinya menyesal telah menyakiti hati orang tersayangnya.

Namun, apalah daya kini Ana telah membencinya.

Dia membuat kesalahan yang sama sekali tidak diinginkan oleh Ana. Dimana mau seorang wanita dikhianati oleh lelaki pujaannya?

Begitu juga dengan Ana, dirinya kecewa berat. Hingga hancur hubungan yang dijalin dengan penuh keseriusan ini. Semuanya telah menjadi abu, tapi Rio bertekad kembali untuk merebut Ana kembali, dirinya memang egois.

Hampir mendekati END
Ana masih mau enggak ya sama Rio?
Atau Ana lebih milih Elang?

Fake Nerd [PROSES REVISI] -  SEBAGIAN PART DIHAPUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang