Namanya Albert Alexander. Murid baru di kelasku. Cowok itu berambut cokelat kemerahan, serta memiliki bintik-bintik halus di bawah matanya. Al-begitu panggilannya-memiliki tubuh kurus yang tinggi. Kulitnya putih dan dia bermata biru. Al adalah penggambaran bule yang sesungguhnya. Hanya saja, dia sudah fasih berbahasa Indonesia.
Mungkin menyendiri dan tidak berminat bergabung dengan teman yang lain adalah sifat setiap murid baru. Sama halnya dengan Al. Dia tampak tidak berminat berbaur dengan murid di kelasnya yang baru-kelas XII-A.Al aneh. Dia terlihat nyaman sendirian. Duduk tanpa teman sebangku, jarang mengobrol, dan kerap memperhatikan kami-teman sekelasnya-secara diam-diam. Untuk fakta tentang Al yang terakhir, itu hasil dari penglihatanku yang kala itu tidak sengaja tertuju ke arahnya. Al memperhatikan teman-teman sekelas dengan sorot yang sulit diartikan, begitu pula dengan senyumannya yang-menurutku-aneh.
Namun akhir bulan ini, dia terlihat sibuk dengan kertas dan pensil yang selalu ada dalam genggamannya. Bahkan saat ke kantin untuk membeli makanan, dia masih sempat membawa kedua benda itu. Mungkin Al punya hobi baru, menggambar.
Suatu hari, saat jam kosong, aku iseng mendekati Al yang tengah duduk sendiri di sudut kelas sembari menggoreskan pensil ke selembar kertas. "Halo Albert!"
Aku berusaha seramah mungkin saat itu. Dan mengeluarkan senyum termanisku. Aku hanya ingin terlihat akrab di depan Al.
Al melempar senyuman tipis padaku. Dia menyahut, "Halo juga Olivia."
Aku menggerakkan lima jariku ke kanan dan ke kiri. "Oh, panggil gue, ehm ... maksudnya aku. Ya, panggil aku Oliv saja. Biar kesannya lebih akrab."
"Kamu mau berbicara lebih akrab denganku?" tanya Albert memastikan. Dan responnya itu membuatku diam-salah tingkah.
"Oke, kalau begitu. Halo juga Oliv." Al mengulang ucapannya.
"Boleh duduk di sini?" Aku menepuk bangku kosong di sebelah Al. Dan Al hanya mengangguk. Tangan kirinya dengan cepat meletakkan kertas-yang tadi ia goreskan pensil-ke dalam laci meja.
Aku menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Al hanya menggeleng. "Bukan apa-apa. Gambaranku jelek."
"Ah nggak usah minder begitu. Aku yakin gambarmu bagus. Boleh lihat?" tanyaku. Entah apa yang menyebabkan aku berani mendekati Al saat itu. Aku hanya sedang bosan dan iseng bercengkrama dengan cowok bule bermata biru itu.
Namun Al kembali menggeleng. Dia benar-benar tidak mau menunjukkan gambarnya kepadaku.
"Baiklah kalau kau keberatan. Aku tidak akan memaksa," kataku putus asa. Padahal aku sungguh penasaran terhadap apa yang dia gambar.
"Ehm, oh iya, Oliv. Kau suka menonton film?" Al tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan. Aku terkejut mendengarnya bertanya seperti itu. Yang benar saja.
"Yah, tidak begitu suka. Memangnya kenapa?" sahutku menanggapi.
"Jika kau mau menonton film, genre apa yang ingin kau tonton?" Al menatapku lekat dengan bola matanya yang jernih berwarna biru. Aku hampir tidak berkedip saat balas menatapnya.
Al memang tampan.
"Eh? Hmmm ... mungkin komedi. Aku lumayan suka film komedi," jawabku yang kembali sadar bahwa tadi aku terdiam memandangi Al.
Albert menghela napas. "Sayang sekali, ternyata kita berbeda. Aku tidak suka film komedi. Aku suka film dengan genre horror thriller. Bagiku, film seperti itu akan sangat seru dan memacu adrenalin." Dia mengakhiri kalimatnya dengan tersenyum penuh arti. Aku dapat melihat lesung pipi di bagian kanan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is A New Student Who Draws in the Corner of the Class
Short Story1/1 Completed✔ Dia duduk di pojok kelas sendirian, bersama selembar kertas dan sebuah pensil. Menggambar suatu hal yang membuat aku terkejut setengah mati. Dia ... gila! © 2019 by Latiffachy