Suara tangisan seorang anak perempuan terdengar sangat memilukan. Luka lebam yang ada di sekujur tubuhnya membuatnya sesekali meringis kesakitan. Apa yang bisa ia perbuat? Ia bahkan tak memiliki tenaga untuk melawan orang dewasa, tubuhnya yang mungil bahkan tak mampu menahan kerasnya hantaman sebuah balok kayu. Yang bisa ia lakukan hanyalah ... MENANGIS.
"DASAR ANAK TAK BERGUNA!" teriak seorang lelaki bertubuh besar dan berotot. Matanya menatap tajam sang anak yang lemah tak berdaya akibat ulahnya.
"Sudah berkali-kali kubilang, lakukan semuanya dengan benar!" suara lantang pria itu bagaikan petir yang menggelegar di telinga sang anak.
Dengan suara yang parau dan lemah sang anak berkata,"ma... maaf a.. a.. ayah."
Pria yang disebut Ayah itu pun meninggalkan anak perempuannya tanpa merasa bersalah. Sedangkan sang anak semakin terisak, memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya sembari terus menangis.
"Aku sayang Ayah." Kalimat itulah yang selalu di ucapkannya, ketika sang Ayah menyiksanya tanpa ampun.
"NAYLA!" bentak seorang pria, yang membuat Nayla tersadar dari lamunannya.
"I... iya bos?" tanya Nayla dengan terbata-bata.
"Dengar, aku selalu mengingatkanmu, jika sedang bekerja berusahalah untuk fokus. Jangan melamun, Nayla. Banyak pelanggan yang perlu dilayani." Pria itu menepuk bahu kanannya dengan lembut.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Nayla Rosalia Putri, melamun ketika bekerja. Bukan tanpa alasan, itu semua karena bayang-bayang masa kecilnya yang begitu kelam. Hingga, membuatnya trauma. Terkadang, ia tiba-tiba menangis ketika sedikit saja tersinggung, bahkan terkadang ia menangis diam-diam di pojokan, entah itu kamarnya atau kamar mandi. Kadang ia setegar karang dilautan, namun kadang ia begitu lemah seperti seorang bayi.
"Hay, Nay!" sapa Karin, teman kerjanya.
Dengan senyuman manis ia menoleh pada Karin, "hay, Rin!"
"Kumat lagi?" tanya Karin. Nayla hanya tersenyum dan segera melanjutkan pekerjaannya kembali melayani pelanggan.
Ia kembali tersenyum, walau hatinya sedikit tercubit oleh perkataan Karin. Ia takkan membiarkan semua bayang-bayang itu merenggut senyuman dalam hidupnya. Tidak akan pernah! Itulah janjinya kepada dirinya sendiri. Menguatkan diri untuk kesekian kalinya.
***
Sinar jingga yang perlahan muncul di langit biru, menandakan bahwa siang akan berganti malam. Cafe pun sudah terlihat sepi, namun akan ramai kembali ketika malam hari.
Dikarenakan Nayla mendapat shift pagi, ia sudah bisa pulang sore ini. Hari yang melelahkan baginya, karena hari ini Cafe begitu ramai di kunjungi pelanggan.
"Aku duluan ya, Rin," ucapnya pada Karin. Sebenarnya Karin juga shift pagi, tapi ia mengambil lembur supaya dapat uang tambahan.
"Oke, Nay. Hati-hati di jalan." Karin melambaikan tangannya kepada Nayla. Nayla pun segera bergegas pulang dengan menaiki sepedanya.
Sesampainya di kos-an, ia memarkirkan sepedanya terlebih dahulu di depan kost-an, lalu membuka pintu dan memasukkan sepedanya kedalam kos-an. Sudah 5 tahun lamanya ia hidup sendiri dan tinggal di sebuah kost-an kecil. Namun, ia tak peduli akan hal itu. Baginya ini sudah lebih dari cukup dan membuatnya merasa lebih baik. Walau dalam hatinya, ia sangat merindukan keluarganya, meski keluarganya tak pernah mengharapkan kehadirannya. Menyedihkan, bukan? Kehidupan yang Nayla jalani sejak kecil, selalu memberikan luka yang amat dalam hingga membekas sampai saat ini.
Kasih sayang dan cinta kasih yang ia harapkan dari kedua orang tuanya, hanyalah harapan semu yang entah kapan akan terwujud.
Dia, Nayla Rosalia Putri. Dan ini, adalah kisah perjalanan hidupnya yang harus kalian ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Terakhir : "Aku ingin pulang"
General FictionKetika sebuah penyesalan menghampiri, apa mau dikata lagi. Karena, waktu yang sudah berlalu takkan pernah bisa diputar kembali. Hanya satu yang tertinggal, yaitu ... KENANGAN.