Bagian Satu

231 39 11
                                    


Matahari menyembul malu-malu dari ufuk timur, bersiap untuk menyinari dunia. Memberi kehangatan pada manusia yang bersiap melakukan aktivitas.


Seorang laki-laki berjalan keluar perlahan dari rumah nya. Rumah bergaya klasik yang kecil namun nyaman dan hangat. Setelah pamit pada kedua kedua orang tua nya, laki-laki itu berjalan menyusuri jalanan kompleks yang belum begitu ramai. Hanya ada beberapa orang saja yang lewat.

"Hei Minhyun, sudah ingin berangkat sekolah? Semangat sekali hari ini"

Minhyun -laki-laki itu- menoleh dan tersenyum pada paman Lee, pemilik toko kelontong di dekat rumah nya. Ia memang sudah sangat mengenal kakek tua itu sejak pertama kali pindah ke kompleks ini tujuh tahun yang lalu.

"Ini susu pisang, sngat baik untuk mengawali sebuah hari yang cerah ini"

Minhyun menerima susu pisang dingin itu dengan senyuman lebar, ia kemudian membungkuk untuk mengucapkan terima kasih.

"Sama-sama. Belajarlah yang semangat dan jadi orang yang sukses"

Minhyun mengepalkan tangan nya keudara untuk menunjukkan bahwa ia sangat bersemangat, kemudian laki-laki tujuh belas tahun itu berlalu setelah mengucapkan selamat tinggal pada Paman Lee.

Minhyun melanjutkan perjalanan nya menuju sekolah sambil menikmati susu pisang, ia menjadi semakin bersemangat. Angin sepoi-sepoi menerbangkan poni hitam Minhyun. Membuat wajah nya menjadi semakin tampan.

"E..a..aaa"

Minhyun berseru senang saat ia sudah tiba ditempat persinggahan nya sebelum pergi kesekolah. Sebuah taman bunga matahari. Taman ini berada di pinggiran jalan dengan ribuan batang bunga tumbuh disana. Minhyun sangat menyukai bunga besar berwarna kuning itu. Mereka sangat indah.

Saat sore hari, Minhyun akan kembali ketaman ini untuk melukis. Ya, ia sangat suka melukis,apalagi melukis bunga matahari yang akan tertunduk saat matahari telah terbenam. Minhyun ingin masuk sebentar ke kebun itu, tapi keadaan tanah kebun yang becek karena hujan semalam bisa mengotori sepatu dan celana seragam nya yang berwarna putih. Jadi Minhyun mengurungkan niat nya.

"Minhyun....."

Sebuah mobil berhenti di dekat Minhyun, seorang laki-laki menyembulkan kepalanya dari jendela mobil, menatap kearah Minhyun yang kini tersenyum menyapa nya.

"Aku sudah menjemput mu, tapi kata paman dan bibi kamu sudah pergi. Dan dugaan ku benar, kamu pasti kesini. Disini itu banyak nyamuk"

Minhyun hanya tertawa melihat wajah kesal milik sahabat nya. Sangat lucu.

"Masuklah, ayo kita berangkat sekolah. Aku lelah harus donor darah disini"

.


.


.


.


.


.


.


.



.



.


Lima belas menit kemudian, kedua laki-laki itu tiba disekolah. Minhyun membantu membawakan tas sahabatnya saat sang sahabat tengah dibantu turun dari mobil oleh supir pribadi nya.


"Terima kasih tuan muda Minhyun sudah mau membantu tuan muda Seongwoo. Saya akan menjemput pukul tiga"


Minhyun hanya tersenyum kemudian mengangguk.

"Terima kasih paman. Hati-hati dijalan"

"Iya tuan muda"

Setelah mobil sang supir menghilang di kejauhan, Seongwoo mencuil lengan Minhyun yang melamun, "Hei Hwang, bisakah sekarang dirimu sekarang menggantikan posisi Paman Kwon untuk menjadi supir ku?"

Minhyun tertawa kemudian memukul pelan bahu Seongwoo, laki-laki tinggi itu kemudian mendorong kursi roda Seongwoo memasuki gedung sekolah. Sekolah Minhyun dan Seongwoo adalah sekolah istimewa untuk anak yang istimewa pula. Seongwoo sehari-hari harus beraktifitas diatas kursi roda nya karena kedua kaki laki-laki bermarga Ong itu sudah tidak bisa digerakkan akibat demam tinggi yang di derita nya waktu kecil.

Sedangkan Minhyun, mungkin dari luar tidak akan tampak jika ia adalah anak yang istimewa. Namun, Minhyun tidak dapat berbicara sejak lahir. Tetapi meskipun begitu, Minhyun tidak pernah merasa malu ataupun rendah diri. Ada keluarga nya yang menyemangati, dan Minhyun tau ada banyak anak istimewa lain seperti dirinya, jadi ia tidak harus merasa kesepian atau rendah diri.

Minhyun sejak Sekolah Dasar hingga menengah pertama selalu masuk ke sekolah khusus, namun saat akan memasuki sekolah menengah atas, Minhyun sempat menolak untuk kembali masuk ke sekolah khusus, ia ingin berbaur dengan anak-anak lain yang sempurna. Tapi sang ayah menolak, ia tidak ingin Minhyun merasa berbeda dan dikucilkan, setelah berdebat, akhirnya Minhyun mengalah dan mengikuti kemauan sang ayah.

"Sudah mengerjakan Pr Kimia?" Seongwoo bertanya sesaat setelah mereka tiba di kelas. Laki-laki itu membenarkan posisi duduknya dengan dibantu oleh Minhyun.

"Hei Hwang, jangan kacangi aku..."

Minhyun kemudian memberi kode, "Kamu mau mencontek ya?" pada Seongwoo dengan senyum jahil.

"Hei kamu memang teman ku, tau saja apa yang aku mau. Sekarang berikan..." Seongwoo menyodorkan tangan nya. Minhyun yang melihat itu hanya menggelengkan kepala kemudian memberikan buku Pr nya. Ia maklum, jika Seongwoo sudah lupa mengerjakan Pr, berarti laki-laki itu habis mengunjungi dokter untuk mengobati demam tinggi nya yang kadang-kadang muncul tiba-tiba.

"Terima kasih ya Hwang, kamu sudah mau membantu ku jika aku lupa mengerjakan Pr"

"Tidak masalah"

"Aku semakin paham bahasa isyarat mu Hwang, aku pintar kan?"

"Katakan itu pada orang yang memasukkan air bekas cucian piring ke dalam botol minum dan hampir meminum nya"


Butuh waktu beberapa detik bagi Seongwoo untuk memahami bahasa isyarat Minhyun yang cukup panjang, dan setelah paham, ia mukul bahu Minhyun menggunakan buku. Sementara Minhyun tertawa-tawa.


Mereka memang istimewa, tetapi mereka memiliki cara mereka sendiri untuk bahagia, ..


.


.



.


.


A/N : Aku balik lagi bawa cerita baru. Bukan nya lanjutin yang ada, tapi malah posting yang baru, maapkan aku, takut idenya kabur.

Aku minta maaf kalau karakter Minhyun dan Ong aku buat begini, aku gak ada maksud buat menyinggung siapapun. Dan ide cerita ini muncul karena aku kasian liat Minhyun dihujat netijen mulu di cerita, jadi sekali-kali aku bikin Jaehwan yang dihujat.

Dihujat kenapa? Tunggu aja, hehe

kasih komentar ya, biar aku semangat

You Are My Voice (MINHWAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang