.
.
.
.Pagi seperti biasa. Setiap jadwal kuliah pagi, ia akan mengayuh pedal sepeda kuning-orange kesayangannya sembari menikmati semilir angin yang menerpa tubuh mungilnya. Anthony tersenyum manis menyambut sinar pagi yang lumayan cerah. Karena jarak antara kampus dengan rumah taklah begitu jauh, jadi mengoes sepeda adalah hal biasa untuknya dan dua sahabatnya.
Harusnya saat ini ia berangkat bersama Rian dan Ihsan, bersepeda dengan Ihsan di boncengan. Tapi pemuda glowing itu sudah dijemput duluan sama salah satu anak Geografi menggunakan motor dan Ihsan yang semalam tiba-tiba tepar setelah pulang dari acara kemping klub pencinta alam yang iseng ia ikuti. Padahal sudah merasa tidak enak badan sehari sebelum berangkat- acaranya 3 hari 2 malam, tapi masih nekat ikut. Akhirnya sakit dan mendapat omelan Rian. Beruntung hari ini dan besok laki-laki Tasik itu tidak ada jadwal kuliah, jadi bisa istirahat.
Mereka tinggal satu rumah, kontrakan minimalis tapi semua isinya lengkap plus ada atap yang dijadikan tempat bersantai mereka dan tentu biaya sewa bagi tiga.
Mereka juga satu universitas tapi beda jurusan. Tapi juga bertemu di kelas yang sama jika jadwal mata kuliah mereka sama.
Tak terasa Anthony sudah sampai di pelataran kampus dan mulai memarkirkan sepedanya di tempat khusus sepeda. Melirik jam tangan yang menunjukkan masih ada setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Dan iapun memilih mampir ke kantin sebentar untuk membeli minuman.
Dia sempat sarapan seadanya tadi sebelum berangkat. Karena tidak ada yang memasak dan tak sempat. Ah ia kepikiran Ihsan dirumah. Mau makan apa anak itu nanti jika sudah bangun?
Bodo ah, siapa suruh sakit?
Ah.. sepertinya paginya hari ini tak ada bedanya seperti kemarin-kemarin.
Berjalan santai, mengabaikan bisikan-bisikan mahasiswa lain yang tertuju untuknya namun sesaat ia langsung berjalan cepat saat netra-nya menangkap salah satu sahabatnya yang berjalan sendirian tak jauh didepan. Sepertinya juga pergi ke kantin.
"Yaaan! Berenti dulu eeh, bareng kita!" serunya dan langsung merangkul lengan si pemuda glowing. Rian, sedikit kaget tiba-tiba diteriaki dan lengannya dipeluk paksa. "Weeh! Ony, kaget aku. Kenapa muncul tiba-tiba sih!" omelnya.
"Heuu, maaf atuh, gue jalan sendiri tadi. Takut, trus liat elu, ya langsung gue samperin." balas Anthony. Wajah manisnya tertekuk, bibir mengerucut kesal. Rian yang melihat wajah aneh tapi lucu milik sahabatnya itu mendengus pelan.
"Ckh, masih gak biasa ya jadi pusat perhatian, humm?"
"Masih! Risih tau! Gilak, mereka kapan berentinya sih ngomongin gua mulu. Heran. Padahal udah lama, harusnya mereka tuh udah lupa! Tapi kenapa mereka masih gunjingin gue sih, ah! Kesel gue, Yan."
Rian hanya tertawa menanggapi celotehan kesal Anthony. Misuh misuh sendiri karena masih saja ada yang julid dan bergosip tentang kejadian hampir sebulan yang lalu. Ah, kalau diingat lagi, ia sedikit geli dan kasian juga dengan sahabat kurang pigmen-nya ini.
"Udahlah.. jangan ditanggepin omongan mereka. Abaikan saja, toh mereka gak sampe ganggu atau neror kamu kan. Lama-lama juga mereka bosan sendiri trus diem deh." ujarnya, menenangkan sang sahabat.
"Tapii, Yaaan-"
"Eh, ini kamu mau ambil yang mana. Cepetan dong, bentar lagi dosen masuk nih!" Rian memotong rengekan Anthony karena tanpa sadar mereka sudah sampai dikantin. Bahkan langsung berdiri didepan kulkas dan mesin minuman.
Kebiasaan mereka jika masih ada waktu sebelum kelas dimulai pasti beli minuman.
"Uh, yang biasa. Yang rasa strawberry,"
YOU ARE READING
kiss him, not me
Fanfictionmereka sadar jika sebuah rasa yang perlahan tumbuh hanya perasaan sesaat. tapi bolehkah mereka- ia merasakan dan memilikinya untuk waktu yang lama? "Cium aja kalo lo berani-" "nikah yuk?" .