Pagi hari ini adalah awal yang baru untuk Sori Lee, berjuang sendiri di kota dengan rumah yang sangat kecil. Hanya ada tembok, atap dan beberapa sekat untuk membatasi antar ruang. Orang tua Sori Lee pergi dan tidak akan pernah pulang sampai kapanpun, meskipun tetap Sori mendapatkan uang untuk hidupnya sehari-hari tetapi itu tidak akan pernah cukup. Pada malam hari Sori bekerja di sebuah kedai kopi milik seorang paman yang dikenalinya, gajinya tidak seberapa namun itu akan cukup jika Sori cermat untuk membaginya.
Sori bersyukur bahwa dia memiliki otak yang sangat mumpuni untuk menggaet beberapa beasiswa yang ditawarkan oleh Sekolah Menengah Atas. Jadi, Sori tidak perlu repot untuk menambah jam kerja jika ingin terus melanjutkan sekolah. Dari tiga sekolah yang menghubunginya, Sori akhirnya memilih sekolah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dia tidak peduli meskipun, sekolah itu memiliki ini dan itu karena yang terpenting baginya adalah tetap bersekolah dan meraih cita-citanya.
Minggu lalu dia sudah membeli tas dan mendapat seragam baru yang dikirim pihak sekolah untuknya, kemarin Sori juga sudah membeli beberapa buku yang sekiranya cukup untuk menampung beberapa pelajaran pokok yang harus diikutinya.
Matahari akan meninggi, asap-asap mengepul dibalik corong kendaraan. Teriakan pedagang asongan menjadi musik tersendiri bagi gendang-gendang telinga orang-orang yang ada di sana. Banyak yang jengkel, ada juga yang melumrahi dan sebagian yang lain tidak peduli dan tidak merasa terganggu sedikitpun. Sori Lee bergegas berjalan menuju jalanan kota menelusuri setiap sudut kering yang terbentuk disana, semalam hujan deras dan tidak sedikit air yang masih tertinggal dijalan. Bandul tasnya berayun-ayun mengikuti langkah kaki pemiliknya.
Dan di sinilah awal kehidupan Sori dimulai.
Di depan gerbang sekolah Sori berdiri tegap meskipun sedikit gugup. Lalu dia tersenyum dan melangkah dengan pasti.
"Tiga tahun kedepan kita akan bersama, jadi ayo lalui dengan baik! "
***
"Saya Sori Lee. ""Penerima beasiswa?" guru itu bertanya tanpa sedikitpun melirik ke arah Sori. Sibuk dengan koran yang ada di tangannya.
Sori tersenyum, "Iya, guru. "
"Kepala sekolah memang merepotkan, ini sudah tengah semester kenapa harus membuka beasiswa! Ayo ikut saya ke kelas. "
Sori mengikuti langkah guru perempuan di depannya dengan patuh.Gedung di sekolah barunya sangat modern. Tidak ada cacat sedikitpun, goresan tinta atau tembok yang mengelupas tidak akan pernah ditemukan sampai ujung koridor. Sekolah yang sempurna, tidak ada murid yang berkeliaran di luar kelas dari awal pelajaran di mulai, suasana yang tenang dan sangat tenteram. Semilir daun dari pohon membelai rambut indah Sori Lee sepanjang dia berjalan melewati koridor.
"Nah, ini kelasmu. Cuma ini satu-satunya tempat yang tersisa, jangan bertanya macam-macam. Belajarlah dengan baik dan jangan membuat kekacauan. Tunggu di sini sebentar saya akan bicara dengan guru yang sedang mengajar. "
Sori berdiri patuh dan tidak bergeming sama sekali dengan ucapan guru itu, pikirnya sekolah ini akan sangat luar biasa untuknya. Dia sudah membayangkan akan menjadi murid seperti apa nantinya. Pendiam, tenang, fokus dan tidak terlihat. Hal itu sangat-sangat cukup untuk membuatnya bisa bertahan di sini selama tiga tahun ke depan."Nah, masuklah sekarang! " perintah guru itu dan berlalu pegi.
Seorang guru keluar dari kelas menuju pintu dimana Sori berdiri.
"Saya ibu Suni, silahkan masuk ke dalam."
Katanya dengan lembut dan penuh perhatian."Nah, kalian akan punya teman baru di pertengahan semester ini, saya harap kalian bisa membantunya memahami pelajaran yang sudah dia lewatkan. " seluruh kelas berdiam diri dengan patuh.
"Perkenalkan diri kamu."Sori melangkah kedepan dengan pasti,
"Halo, nama saya Sori Lee. Saya murid yang menerima beasiswa dari SMA Midle semester ini. Saya mohon bantuannya. Terimakasih. "
Sori membungkukkan badan memberi salam dan rasa terimakasih, lalu tiba-tiba tubuhnya bergidik ngeri melihat tatapan seluruh isi kelas kepadanya. Ibu Suni lengah memperhatikan mereka.Sori berjalan ke bangku belakang dengan sangat hati-hati, dia tidak harus takut karena dia tidak berbuat salah sedikitpun. Sori menenangkan hati dan berusaha dengan keras menyingkirkan tatapan mengerikan yang di terimanya beberapa menit yang lalu sampai jam pelajaran pertama selesai.
Jam istirahat sudah dimulai, tidak ada yang akan Sori lakukan selain kembali mengulang pelajaran yang baru saja selesai dilaksanakan. Beberapa siswa terdengar gaduh berbondong ke luar untuk mendapatkan makanan di kantin. Beberapa yang lain tetap tinggal di kelas dan mengobrol dengan lainnya, kebanyakan dari mereka adalah anak perempuan. Sori tidak peduli dengan mereka, tidak harus repot memperhatikan gaya mereka dan mencoba menjadi seperti mereka. Sori berpenampilan apa adanya dan tidak pernah berniat untuk menarik perhatian siapapun yang akan ditemuinya.
"Kalian beneran jadian? " seorang siswi bertanya dengan nada yang keras, hampir mendominasi. Seseorang yang dituju menjawab dengan nada yang tidak kalah keras.
"Hahaha! Mungkin."
Setelah tawa yang menggelegar dan membanggakan itu, dia yang duduk di atas meja turun dan mulai menuju kebangku meja siswi lain."Aku mau roti melon!" dia meletakkan lembaran uang di hadapan gadis berkacamata yang duduk di bangkunya.
"Di atap, jangan sampai terlambat ok. Anak manis! "
Sori melihatnya, gadis itu ditonyor oleh si pendominasi. Itu sangat jahat tapi Sori tidak akan ikut campur, dia ingin hidup aman.Jam istirahat selesai, semua murid kembali ke kelas, gadis pesuruh berkacamata tadi baru datang dengan badan yang basah kuyup. Tidak ada yang peduli padanya sama sekali sampai guru bertanya kepadanya.
"Kenapa dengan seragammu? "
Semua murid menoleh ke arahnya, gerombolan gadis yang menyuruhnya tadi tertawa dengan sinis dan sedikit gembira."Ngg. A-. Hmm. " gadis itu tergagap dan tidak mampu melanjutkan perkataannya.
"Sebentar lagi sudah selesai, jadi tetap ikuti pelajaran dengan baik. "
Bel tanda selesai pelajaran sudah berbunyi, semua sudah berkemas dengan rapi. Banyak yang langsung pulang kerumah dan sebagian yang lain mengobrol sebentar di kelas dan berlalu pergi. Kini yang tinggal di kelas hanya Sori dan gadis kacamata.
Gadis itu mungkin tidak tahu keberadaan Sori yang masih dibelakangnya, di balik punggung gadis itu, Sori sangat tahu kalau dia sedang menangis. Menangis sampai terisak. Seluruh bahunya bergetar, tubuhnya merinding, dia sangat kedinginan. Tidak peduli hangatnya cuaca hari ini hatinya membeku seperti es batu kristal. Sori tidak tega melihatnya. Sepanjang hidupnya dia baru pertama kali melihat seorang yang ditindas.
Sori melangkah dengan pasti menemui punggung itu dan menepuknya. Dia berkata dengan tegas.
"Besok, semua akan baik-baik saja. Jangan takut."
Tanpa berpikir tentang apa yang akan di alaminya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The (fake) Big Boss
Teen FictionSekolah Menengah Atas ternama, SMA Midle. Menyimpan ratusan siswa unggul dengan kecerdasan dan keterampilan tak tertandingkan. Siswa-siswa tampan dan siswi-siswi cantik menjadi daya tarik lain SMA Midle, tapi tidak berarti kehidupan di sana menyimpa...