'Bisa tidak sih lepaskan tangan lu dari lengan Dimitri? Gue kok jijik lihatnya!'
Percaya, kalimat itu sudah terangkai pas pedas dalam benak Kikan, hanya saja nyangkut di kerongkongan saat Dimitri justru tergerak mencium jemari Ratna.
Kurang asem! Lagi-lagi batin cewek 53 kilo itu berseru, memaki mantan gebetan yang tidak tahu diri. Bisa-bisanya tiga bulan masa pendekatan hanya berakhir dengan berita jadian antara Dimitri dan Ratna, mantan sahabatnya.
"Eh, ada Kikan! Duh maaf ya, aura bahagia gue lagi mendunia soalnya, jadi nggak tahu kalau ada lu di sini."
"Biasa aja keles, lu berdua kan emang pasangan siwer!" Kikan melepeh permen karet yang ada di mulutnya sembari mengalihkan pandangan ke ujung jalan. Rambut sebatas lehernya turut bergerak, ia berharap bus segera datang untuk membawanya pergi. Menjauhkan dia dari dua makhluk penghianat.
Kikan menarik napas. Asmara dan penghianatan seperti sudah mendarah daging pada takdir hidupnya. Tak cukup sekali dia hanya dijadikan batu pijakan asmara oleh mereka-mereka yang ingin mendekati orang terdekatnya.
"Kikan! Gue boleh duduk di sini nggak?" Dimitri pernah berbicara demikian di awal pendekatan. Lalu penyesalan tertinggal di hatinya saat dia ingat telah mengiyakan permintaan lelaki berkacamata itu.
"Kikan, gue boleh minta nomer kontak lu kan? Biar lebih dekat gitu, siapa tahu lu butuh bantuan buat cari tempat kerja besok!"Kalimat itu juga melancar mulus dari bibir Dimitri, dan lebih parah Kikan pernah tersipu karenanya.
"Kikan! Malam minggu, jalan yuk!"
"Kikan, gue kayaknya pernah lihat temen lu yang namanya Ratna itu. Dia anak mana sih?" Dua minggu lalu Kikan dengan senang hati bercerita segala hal tentang Ratna. namun setelah itu, ia selalu merasa mual karenanya.
Dimitri emang sial-yan! Cowok kelewat ketje yang Kikan yakin akan pudar ketampanannya setelah lima tahun.
"Kan, Kikan!"
"Apa sih? Cerewet lu berdua!"
"Dih ternyata horor ya kalau jomblowati udah sewot!" Dimitri hanya tersenyum datar mendengar pernyataan Ratna untuk Kikan. Ia tak berkata, hanya saja tangannya yang bergerak merangkul bahu sebagai isyarat tak jelas antara menyuruh Ratna berhenti, atau justru meminta lanjutkan bully.
Kikan menyaksikan dengan dada gemuruh, perut mual dan sumpah tertahan. Sekelebat ia ingat pesan Linda untuk tidak terbawa emosi, jika sewaktu-waktu menghadapi Dimitri dan Ratna yang pasti akan pamer kemesraan seperti pada kenyataan yang sedang ia saksikan ini.
"Jangan bawa-bawa jomblo deh, kalau jadi pasangan juga karena hasil tikungan!"
"Dih, sewot, gue tuh cuma mau bilang, kita duluan!"
"Ya udah sih, duluan aja. Toh belum tentu sampe KUA!" Senyum Dimitri nampak sedikit lebar karena jawaban Kikan, membuat gadis itu ingin menaboknya dengan pelepah pinang kering yang teronggok di belakang halte.
* * *
"Wastaga, jangan lempar-lempar! Ntar meledak!" Linda meledek Kikan yang sudah duduk di depan gerbang NNY auto fashion. Bengkel pengrajin mobil yang direkomendasikan oleh perusahaan tempatnya bekerja, untuk memperdalam ilmu. Sebelum dirinya ditarik menjadi pegawai tetap perusahaan yang bergerak di bidang elektronik itu.
Cewek jurusan audio video itu hanya melirik, lalu memasukkan permen karet ke mulutnya.
"Gue udah meledak dari tadi, gegara ketemu pasangan hasil tikungan di halte depan komplek!""Terus?"
"Ya gue songongin lah, masak gue salamin. Masih sakit hati juga!" Linda tertawa melihat wajah putih Kikan yang berubah jadi merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panah Tumpul Miss Cupid (skuel Nikah Nggak Ya?)
General Fiction"Lin, lu tahu nggak? Tawa Pak Fathir renyah gitu!" "Peyek kali, renyah! Belum tahu belangnya aja sih lu. Muji-muji mulu jadinya! Awas aja kalau nanti ada orang pulang bawa tanduk setan!" "Tanduk setan! Ngaco! Miss cupid mah iya! Pokoknya doa gue kal...