b

32 2 1
                                    

🌱🌱🌱

"Mama nangis lagi?"

Mama menggeleng pelan dan menatapku sendu "Engga sayang..." ucapnya.

Aku tahu Mama berbohong, lagi.

Padahal jelas terlukis disana kalau Mama memang menangis, dan berkilah mengatakan tidak padaku. Bukan sekali dua kali dan aku tidak tahu kapan ini akan berakhir.

Pagi ini aku di bujuk untuk sarapan, sepertinya Ayah semalam memberikan uang bulanan pada Mama. Tidak kudengar lagi pertengkaran keduanya pagi ini dan bukan berarti itu baik-baik saja, karena pertengkaran sudah terjadi malam tadi. Aku bahkan hanya tidur tiga jam, efeknya aku sedikit pusing sekarang dan kalau saja aku melewatkan sarapanku lagi kejadian beberapa minggu masuk UKS mungkin bakalan terulang lagi.


"Ma.. Sheren sampai kapan di rumah tante?" tanyaku.


Mama menghentikan suapan terakhirnya, kudengar gemelutuk giginya saling beradu dan perlahan menatapku nanar membuatku tak kuasa, aku mencoba kuat menatapnya.

Aku tahu Mama sedang menahan tangisnya dihadapanku, lagi.

"Sampai keadaan membaik" menyelesaikan suapan terakhirnya "Kamu pasti rindu adikmu ya?" tanyanya tak lupa memberikan sunggingan tipis namun tetap cantik bagiku.




"Mama masih bisa tersenyum manis disaat keadaan sepahit ini, aku tahu mama memaksa melakukannya agar aku tetap baik-baik saja. Ma... Terimakasih senyuman Mama sungguh berarti bagiku" ucapku dalam hati.



"Sheren.. Ma, ak —aku sangat rindu Ma... Bukan hanya Sheren aku rindu suasana keluarga kita dulu Ma..."

Air mataku tak kuasa ku bendung lagi, Mama berajak dari kursinya mendekatiku dan merangkulku dari samping.
Mengelus lembut rambut panjangku, dan menepuk pundakku lembut.

"Olive... Maafin Mama, Mama janji keluarga kita bakalan baik-baik saja dan kembali seperti dulu. Olive, baik-baik disekolah belajar yang rajin, buat Papa bangga kamu pasti bisa. Mama bisa pastiin kamu anak yang kuat jangan sering murung di sekolah ya..." akhirnya ucapannya yang kini terdengar lebih samar, lagi-lagi Mama sedang berusaha menahan tangisnya.

Dan tangisku makin sesenggukkan, terdengar menyayat hati karena memang hatiku benar-benar tidak dalam keadaan baik.

Untung, Papa semalam pergi kalau tidak mungkin bukan Mama saja yang bakalan kena, aku juga.




"Anak sama istri sama saja"




Aku masih ingat kata-kata itu yang di ucapkan Papa beberapa minggu lalu, dan lumayan membuat insomniaku makin hebat.
Aku tidak tau Papa pergi kemana, yang pasti pertengkaran semalam berakhir dengan bantingan pintu tengah tertutup paksa. Dan aku mengucap syukur bahwa adikku tidak disini, aku tidak sanggup melihat kenyataan kalau sampai adikku mendengar bahkan menyaksikan mereka berdua, orangtuaku bertengkar.

"Sudah jangan nangis" Mama tersenyum menangkup kedua pipiku dan menghapus jejak air mata dengan kedua jempolnya, mencium keningku sekilas dan memelukku kembali "Mama ikhlas, dan kamu harus belajar sabar ya" ucapnya dengan tenang.

THE DAY AFTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang