MEMANG BUKAN JODOH
Cerpen By Teguh Kameswara
HARI itu keadaan kelas rame banget, anak-anak sekelas lagi pada ngejodohin aku sama Sofi, dia primadona di kelas, dan aku juga sudah suka banget sama dia sejak tiga tahun yang lalu waktu SMP kelas dua. Tentunya aku seneng banget.
Gara-garanya waktu aku curhat sama Rio teman sebangku aku, kalau aku suka sama Sofi dan ada rencana mau nembak. Eh ternyata dia ngedukung banget, dia ngomporin anak-anak buat maksa aku nembak dia hari ini. Saat ini aku dan Sofi lagi berdiri berhadapan di depan kelas, sementara anak-anak bersorak sorai memberi semangat. Sofi yang nggak tahu apa-apa sepertinya agak malu-malu.
"Ayo Yoga!! Semangat!!" teriakan Rio terdengar menggema di kelas.
"Tembak! Tembak! Tembak!" anak-anak lain terus bersorak.
Akhirnya aku mulai membuka mulut, walaupun Cuma keluar kata "Eee.." Habisnya tegang banget! Banyangkan saja, berdiri sebegini dekatnya dengan cewek yang aku suka, dan harus nembak dia. Mulutku terasa kaku, seakan-akan ada yang nyangkut di pita suaraku.
Melihat aku mulai mengambil aba-aba, Rio menyuruh anak-anak lain untuk tenang. Sesaat kemudian suasana kelas menjadi sepi. Aku berjalan selangkah, kemudian aku mengeluarkan setangkai bunga yang dari tadi aku sembunyikan di balik punggung. Wajah Sofi yang sudah memerah kini kelihatan semakin merah, Sofi sepertinya sudah sadar bahwa aku mau nembak dia. Sekilas terdengar sorak-sorai anak-anak tapi kemudian kembali hening.
"Sof... aku.. Eee.. Aku..", Kataku terbata-bata. Sofi memandang dengan pandangan lugu. Aku semakin tegang, "Aku.. mau menyampaikan sesuatu ke kamu.."
"Iya... ", balas Sofi lembut. Deg! Detak jantungku tiba-tiba saja menjadi cepat, mungkin gara-gara suara Sofi yang begitu lembut membuatku semakin tegang. Tapi aku sudah bertekad, aku harus mengatakannya sekarang.
"Begini... sebenarnya.. aku... su... su...."
KRIEEET...
Tiba-tiba pintu kelas terbuka. Pak Hasim, wali kelas, tiba-tiba masuk ke ruangan. Ternyata jam istirahat sudah selesai. Anak-anak segera bubar dan duduk ke kursinya masing-masing. Aku dengan lemas kembali duduk di kursiku. Sial! Nggak jadi deh, nyatain cintanya! Rio menepuk-nepuk pundakku "Sabar, nanti aja pulang sekolah..". Kulihat Sofi kembali duduk di kursinya, sekilas ia tersenyum padaku. "nanti ya...", kataku berbisik. Sofi mengangguk.
Tiba-tiba pak Hasim berkata, "Oh iya, Sofi.. kamu dipanggil ke kantor. Katanya ada orang tua kamu..". Sofi agak kaget, kemudian ia meninggalkan kelas setelah pamit pada pak Hasim. "Ayo anak-anak kita teruskan pelajarannya.."
"Ada apa nih, orang tua Sofi datang ke sekolah?" Tanya Rio heran.
Aku lebih heran lagi, "Jangan-jangan terjadi sesuatu nih.. aku ada firasat buruk." Kemudian aku terdiam. Tidak menyimak pelajaran, dari tadi aku menunggu Sofi kembali masuk ke kelas. Tapi sampai akhir jam pelajaran Sofi tak kunjung datang.
"Sofi kemana nih?" tanyaku cemas, ketika pak Hasim keluar kelas.
"Tenang aja mungkin Sofi masih di ruang guru. Paling orang tuanya...", belum selesai Rio berbicara, tiba-tiba seorang Ibu masuk ke kelas sambil tersenyum, ia menanyakan bangku Sofi, kemudian ia membereskan buku Sofi ke dalam tas lalu membawanya. "Eh.. itu ibunya Sofi kali! Ayo cepetan tanya!"
"Maaf bu.." panggilku ramah, ibu itu menoleh. "Sofinya mana ya bu..?"
Ibu itu tersenyum. "Mulai hari ini Sofi mau pindah sekolah ke Surabaya, biasalah, Papanya dipindah tugaskan ke sana, ya kami terpaksa ikut.." katanya, membuat lututku lemas, aku tidak sanggup berkata-kata, bengong. "kalau begitu permisi ya dik?", kemudian ibu itu keluar.