In The Mail Of Basketball

5 0 0
                                    

       Resty sibuk menghitung satu persatu benda yang ada dihadapannya. Tujuh, delapan, sembilaann…. Yupz! Ia menjentikan jarinya. Kemudian ia bergegas mencari sesuatu didalam laci almari kamarnya. Ia mendapatkan yang ia cari. Iapun langsung menyelidiki isi didalamnya. Tinggal delapan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah yang masih tersisa di dompetnya.

       Resty membulatkan tekadnya untuk yang kesekian kalinya. Ia segera mengambil jaket dan mulai mengenakannya. Kali ini ia benar-benar harus mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia ingin menggenapkan hitungannya menjadi sepuluh. Ia keluar dari kamarnya dengan mengendap-endap. Ia jinjitkan kedua kakinya agar tidak menghasilkan suara apapun. Tapi, sial ! ia selalu saja ketahuan.

     “mau kemana lagi kamu?” sapa ibunya mengejutkan Resty.

      “anuuu, emm, eng,” Resty berpikir keras. Alasan apalagi yang harus ia berikan agar Ibunya percaya.  Ia menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. 
“mau ketemu temen, Mam.” Jawabnya mantap.

         “mau ketemu temen kok bajunya casual gitu. Yang cantik dong.” Sanggah ibunya sambil meneliti Resty dari ujung rambut sampai kaki. “Resty… kamu kan cewe sayang. Anak perempuan mama satu-satunya. Masa penampilan kamu ogah-ogahan kaya cowok gini, sih?!” omel ibunya dengan nada sedih.

        “mam, please deh. Lagian Cuma mau ketemu temen aja kok. Kenapa harus rapi-rapi sih!”

          “mama tau! kamu bukan mau ketemu temen kan?” ujar ibunya menyelidik. “hmm.. lagi-lagi. Mau berapa banyak sih bola basket yang kamu koleksi? Mama sampe pusing tau ngga, liat anak permpuan mama kaya gini.”

           “mam, dibalik hobi Resty yang kecowo-cowoan, Resty juga masih punya sisi feminine kok. Kalo dipersen, mungkin kefemininan Resty 70% lah.” Kilah Resty menjelaskan. “udah yam mam, Resty pergi dulu. Dah, mam! “ pamitnya sambil berlalu pergi setelah mencium punggung tangan ibunya.

                Ibunya hanya geleng-geleng kepala memperhatikan tingkah laku anak gadisnya.

                ******************************

Resty sampai di CPM ( toko yang menyediakan perlengkapan olahraga ). Dengan ramah para pramu niaga menyapanya.  Para pramu niaga toko sudah tidak asing dengan wajah Resty. Bahkan mereka sudah tau apa yang akan Resty beli disana. Dengan ramah, mereka menawarkan beberapa jenis bola basket keluaran terbaru. Seperti yang selalu Resty tanyakan jika datang kesana.

                Resty mengamati setiap label harga yang tertera pada masing-masing bola basket yang dipajang disana. Lagi-lagi Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.  Ia mengeluarkan uang dari saku celananya kemudian menghitungnya sambil mengamati kembali label-label harga yang tertera. Matanya tertuju pada salah satu bola basket yang dipajang disana. Unik! Terjangkau. Walaupun barang lama. Pikirnya.  

        Tak ambil pusing, dengan segera ia mengambil bola basket yang ia suka kemudian menyerahkannya ke kasir. Setelah proses pembayaran usai, Resty tidak langsung pulang kerumah. Seperti biasa ia datang ketaman tempat biasa ia bermain basket.

           Ia mulai mendribling bolanya. Tiba-tiba ia menghentikan permainannya. Ia amati bola basketnya. Ia mendapati gambar sepasang mata disana. *Tatapannya cool. Biarpun Cuma gambar. Like a real eyes!* Teliti batinnya. Resty semakin meneliti bola basketnya. Terpampang jelas tulisan bertinta hitam tebal pada bola basketnya. Ia mulai membacanya.

Hai ! gue Frizal. Send me back.

Resty semakin penasaran dengan sipenulisnya. Akhirnya Ia melakukankan ide gilanya. Ia kembali ke CPM. Setelah sampai kembali disana, ia  beranikan diri meminjam spidol hitam permanen pada pramu niaga yang ada disana. Ia mulai menggambar sepasang matanya pada bola basketnya. Para pramu niaga terheran-heran dibuatnya. Kemudian Resty mulai menulis dibawah tulisan yang diduga tulisan sipemilik asli bola basket yang baru ia beli.

Accidental Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang