THE LAST

72 6 2
                                    

Langit renggas memapah waktu yang tak padam. Langit tak pernah lelah. Tak pernah letih menutup malam dan siang. Ritus menembus menguar rasa dalam kalbu. Meniti nafas dalam beribu rindu.

Kini aku pergi ke negeri andalusia. Negeri dengan segala keindahan peradaban bangsa latin. Negara spanyol penuh dengan bidadari surga yang cantik jelita. Kecantikan tiada tara yang berasal dari keindahan hati. Senyuman merah rekah tersimpul begitu menggairahkan kaum adam. Mata indah mereka bertahtakan berlian zamrud keunguan. Paras yang sangat menggambarkan kecantikan para perempuan penghuni surgawi.

Burung merpati di negeri asing menjengah dunia dengan senang. Mengepak sayap mungil dan melagukan irama bahagia menebar berita keberadaannya sebagai penghuni alam, merdunya.....

"Anda akan rugi jika tidak bertandang untuk sekedar melihat porselen cantik di sini."

"Aku tidak pernah sejauh ini memburu benda-benda yang kuinginkan."

"Sungguh keberuntungan bagi saya atas kunjungan anda."

Kenangan muncul dari tepian kalbu. Kutapaki jalan lorong museum kota maldiv, benakku membumbung ke langit-langit bangunan berisi barang tua ini. Adakah aku mengingat kenangan masa silam itu. Di mana aku masih beranjak belia. Kelas 3 SMA, Kuhabiskan masa-masa itu dengan kisah kasih yang cukup pilu.

Krist. Lelaki cantik dengan sejuta pesona yang tak bisa kupalingkan. Wajah cantik dengan senyum tipis tanpa cacat. Kulit seputih kapas yang merona ketika ku kecup.

27 tahun silam masih sangat jelas kenangan manis sekaligus pahit itu. Cinta terkadang selalu meninggalkan bekas luka.

Dalam lukisan tua yang kupandang. Kumasukkan kenangan silam yang berdebu itu. Entah bagaimana kabarnya cintaku saat ini. Kami benar-benar kehilangan hubungan saat itu juga. Saat orang tuanya yang kaya raya memisahkan hubungan diam-diam kami.

"Tuan.... bagaimana?? Apa ada yang membuat anda berminat??"

Kugelengkan kepalaku. Tanda tak tertarik dengan barang apapun yang disuguhkan di sini.

Ya.... aku adalah seseorang yang terobsesi oleh suatu barang klasik yang terbuat dari tanah liat. Tepat setelah aku ditingalkan lelaki cantik yang menjadi kekasihku itu. Aku tak pernah bisa menemukan seseorang yang mengganti posisinya di hatiku. Bahkan saat aku pergi ke berbagai club di tengah malam. hanya mengenyangkan nafsu yang tak terbendung.

"Apa ini??"

Tanyaku saat kutemukan sebuah porselen kecil dengan gambar burung poenix yang bertengger di dahan pohon bonsai. Sayap berwarna ungu kebiruannya begitu mempesona, melebar bagai gaun sang ratu istana.

"Ini... bukan barang antik sebenarnya. Ini keramik buatan seniman keramik. Bentuknya begitu sederhana tapi gambar yang begitu menarik membuatnya mendapatkan banyak minat dari pengunjung."

"Kenapa dilelang di museum..? Maksudku.... tempat barang-barang lama seperti di sini? Kenapa tidak di.. galeri seni misalnya??"

"Ahh... itu karena. Si pengrajin adalah kenalan saya tuan." Ucapnya sopan.

"Aku adalah seorang seniman keramik di negaraku."

"Tuan... anda.. Singto Prachaya?!" Mata bulat telur itu nampak kaget.

"Kau mahir sekali bahasa Thailand nak!. Aku terkadang kesulitan berbahasa sejak menginjakkan kaki di spanyol ini."

"Saya dari Thailand juga khap."

"benarkah? Kukira kau hanya guide. Siapa namamu."

"Jun... Oaujun. Tuan..." ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mungkin malu. Kujabat tangannya yang terulur ragu-ragu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 02, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE LASTWhere stories live. Discover now