Hold up-

42 5 1
                                    


Pagi ini,Seragam coklat beserta pin-pin berharga dan juga topi barret telah menempel sempurna ditubuhku,tak lupa juga segala keperluan sudah ada didalam tas besar ini.
Senyum menggembang ketika aku bercermin,melihat betapa gagahnya diri sendiri saat memakai seragam pramuka .

Aku berjalan menuju dapur sambil membawa tas besar tadi untuk menyusun sayur-sayuran mentah yang akan kubawa keperkemahan agar bisa dimasak dan dimakan bersama para anggota,kemudian kaki ku berhenti didepan kulkas dan membukanya.

Akupun mulai memilih-milih

”Wortel,telur,terong,bawang bombay,cabai,dan terakhir…lobak?apa yang bisa kubuat dengan sayur minim kegunaan ini?yasudah bawa sajalah”lobak memasuki ranselku yang sudah sangat penuh sebagai bahan makanan mentah terakhir.

”Uhuk…Uhuk!”

Sementara itu suara batuk terdengar jelas ditelingaku,begitu keras dan seperti amat menyiksa tenggorokan,akupun menelan ludah sesaat rasa bimbang menghingapi hatiku.
Bagaimana tidak, yang batuk tadi itu adalah ibuku,beliau sudah sakit semenjak 2 bulan lalu karena penyakit kanker stadium akhir sementara ayah hanyalah pekerja kuli yang cuma mampu membelikan ibu obat-obatan dan tak bisa membawanya kerumah sakit untuk melakukan therapy.

Sebenarnya ibu sudah melarangku untuk pergi tetapi aku bersikeras bahkan mencoba untuk melarikan diri agar bisa tetap pergi tetapi tak ku lakukan lantaran tak tega melihat ibu tambah khawatir padaku yanng sudah pergi seenak jidat tak pamit pula.
   Astaga aku takkan mau sedurhaka itu.

Kulirik arloji yang menunjukkan jam 7:25 yang berarti 5 menit lagi busku akan sampai itu berarti masih ada waktu untuk berpamitan dengan ibukan?,maka kulangkahkan kaki seraya membawa tas dipundak kearah kamar ibu didekat ruang tamu.

Entah rasa apa ini tapi selangkah demi selangkah menuju kamar ibu maka hatiku serasa semakin enggan meninggalkan rumah apalagi ditambah dengan kondisi ibu seperti itu,tapi mau bagaimana lagi
aku sudah bilang ke guru kalau aku akan ikut keperkemahan.
 
Derit pintu yang kubuka memecah keheningan diantara ibuku dan ayah disana sedangkan aku hanya bisa memasang senyum tak berdosa lalu menghampiri mereka disana,akupun menggengam telapak tangan ibu dan menciumnya “Bu aku pergi ya” ucapku yang ditentangnya.

”Jangan reza,kau tidak boleh pergi”tahannya tapi tetap kuabaikan bahkan ayahpun tidak akan bisa menghentikanku.

Perlahan ku jauhi tubuh lemah tak berdaya yang diatas kasur sedang memanggil-manggil namaku,langkahku semakin bergetar menuju gerbang rumah.

Bus sudah didepan mata dan teman-temanku pun melambaikan tangan tetapi ketika hendak menaiki bus sebuah tangan memelukku erat dan berteriak kalau aku tidak ikut
”Reza tidak bisa ikut maaf ya!”ternyata itu ibu,aku meronta-ronta tapi entah mengapa tubuhku seakan tak bisa melawan tubuhnya yang lemah itu seakan ia lebih kuat dariku.

Pelukan itu terlepas dan mataku masih memandang kepergian bus,hati merasa kesal dan dongkol
kumasukkin kembali rumah dan segera menuju kamar ibu untuk meluapkan segala emosi.

Tapi apa yang kulihat saat masuk kedalam kamar,yaitu pemandangan menyakitkan
membuatku tak bergeming dan mulai menangis sejadi-jadinya sama seperti ayah,
pria tua itu datang kearahku dan mendekap erat mencoba saling menguatkan karena sekarang ibu sekaligus istrinya telah meninggalkan kami.
  Kenapa?padahal barusan saja aku mencium tangannya bahkan dipeluk lalu mengapa bisa seperti ini?.

Seharian itu aku menangis tanpa henti dan terhenti ketika pagi selanjutnya saat kabar angin--koran memberikanku informasi kalau bus semalam mengalami kecelakaan.

Aku tersenyum dan kembali menangis.

Jangan pergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang