“Kring!!!”
“Wah, sekarang sudah ganti jam pelajaran. Kelas sebelah pasti sudah berganti jam olahraga, apa mereka sudah di lapangan ya??” ujar gadis bernama Clarita pada sahabatnya, Liliani. “Aku rasa sudah, oh.. aku tahu, kamu pasti mau melihat mereka olahraga kan? Khususnya si Berlin itu…” Liliani mengucapkannya sambil menaik-turunkan alisnya dan tersenyum usil. “Kamu tahulah…” balas Clarita membenarkan dugaan Liliani. “Ayo, temani aku…” Clarita menarik tangan Liliani dan mengajaknya keluar kelas.
Clarita menengok murid-murid dari kelas X3 yang sedang berolahraga, matanya terus mencari sosok yang disukainya, ia pun menemukannya. Mereka sedang berbaris, ternyata mereka hendak bermain basket. Berlin ikut kebagian main saat ini, Clarita begitu terpesona melihat Berlin, nyaris ia tak berkedip.
“Haaah…” desah Clarita saking kagumnya. Tiba-tiba Berlin menengok ke arah lantai II, tepat ke arah mereka. Clarita dan Liliani terkesiap, refleks mereka membalik badan. “Jangan sampai ketahuan..” bisik Clarita pada Liliani.
Ternyata di belakang mereka seorang guru kimia tengah memelototi mereka, Pak Budiman. “Sedang apa kalian di sini? Mengintip murid-murid yang sedang olahraga ya?? Masuk!! Dilarang keluar kelas kecuali saat istirahat, atau ada kepentingan!!”
Clarita dan Liliani segera masuk ke kelas, sebelum kena omelan dari Pak Budiman lagi. Baru kali ini mereka kepergok oleh guru, biasanya mereka memiliki banyak waktu untuk berkeliaran sehingga mereka masih sempat kembali ke kelas. Meski begitu Clarita tak jera, ia pasti akan melakukannya lagi…
Beberapa hari kemudian…
Tak biasanya Bu Sandra mengunjungi kelas X4, kecuali untuk mengumumkan suatu kegiatan. Semua murid duduk dengan tenang..
“Semuanya, minggu depan akan ada wisata rohani untuk semua murid kelas X. Kalian semua harus ikut kegiatan tersebut, wisata rohani dilaksanakan selama 3 hari 2 malam. Sekarang saya akan membagikan edaran, kalian dapat mengetahui apa saja yang harus kalian bawa untuk wisata tersebut.” ujar Bu Sandra seraya menyebar edaran.
“Aku tidak sabar untuk wisata rohani minggu depan,” kata Clarita senang. “Semua juga menantikan wisata ini, sabar saja…” ujar Liliani menanggapi. “Nanti bisa ketemu Berlin…” gumam Clarita sambil tersenyum. Liliani hanya tertawa melihat tingkah sahabatnya yang sedang kasmaran..
Sehari sebelum wisata rohani..
“Aku harus bawa apa ya??” tanya Clarita pada dirinya sendiri. Ia menatap tumpukan baju yang telah dikemas ke dalam tas besarnya, “Baju sudah. Jaket sudah, sweter sudah dan bajunya bagus-bagus semua.” gumamnya. “Aha, aku harus bawa bedak, pelembab bibir, agar tidak kering. Eyeliner, oh tidak usah. Ini kan hanya wisata bersama teman, bukannya pergi ke pesta.” Clarita terdiam sejenak, lalu ia mendumel-dumel sendiri. “Aduh!! Aku bingung, apa yang harus aku bawa?? Makanan ringan sudah belum, ya??” Clarita segera keluar kamar dan membuka lemari es, wajahnya berubah kecewa seketika. “Aku baru ingat, sudah lama tidak beli camilan. Aku harus pergi ke mini market, sekalian beli yang lain…”
Setelah ia mengisi tas besarnya dengan semua barang keperluan, ia menghubungi Liliani. “Halo, apa saya bisa bicara dengan Liliani??” ujar Clarita dengan santun.
“Iya, ini aku sendiri. Kenapa, Clar?” tanya Liliani. “Li, aku tidak mengerti harus bawa apa saja. Rasanya kok mesti ada yang kurang..” kata Clarita dengan bingung. “Loh, di kertas edaran kan ada apa-apa saja yang harus kamu bawa?” balas Liliani tidak mengerti. “Iya sih, tapi rasanya kurang lengkap..”
“Kalau begitu sebentar ya,” Liliani mengambil selembar kertas yang tergeletak di lantai. “kamu sudah bawa baju, peralatan mandi, makanan, minuman?” tanya Liliani. “Sudah,” sahut Clarita cepat. “Sikat gigi, bedak, baju hangat dan alat tulis? Oh ya, HP juga?” lanjut Liliani. “Sudah semua.” jawab Clarita.