chap 7

1.7K 313 27
                                    

Jungkook sudah terbiasa sendiri.
Dia sudah melakukan itu sejak kecil,ketika ibunya sering sekali bepergian dan tidak mengurusnya,masuk dan keluar rumah lebih seperti tamu daripada pemilik rumah itu sendiri.

Ketika ayahnya membarikade dirinya sendiri di dalam ruang kerja dan sama sekali tak menghiraukannya,ketika ia menghabiskan seluruh waktunya hanya bersama para pelayan dirumah,Jungkook merasa ditinggalkan - muda, rentan, dan sangat marah - semacam bocah yang menunggu belas kasihan dari keluarganya sendiri.

Dan akhirnya,Jungkook begitu terbiasa dengan keheningan dan kesendirian,nyatanya lelaki itu menikmati itu semua.

Tapi,Itu berbeda sekarang.

Sekarang,ia merasa seperti terasing. Saat satu-satunya orang yang dicintainya tanpa syarat telak mengacuhkannya. Jungkook tidak menangis,dia tidak merajuk. Namun lebih kepada mencoba untuk menerima ini semua,karena Jungkook menyadari sepenuhnya. Semua ini terjadi akibat dari kebodohannya.

Jumat malam,ketika Dean dengan acuh berjalan melewatinya masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya dengan keras,Jungkook tidak berteriak atau memarahi bocah itu. Dia hanya diam tidak menuntut pengampunan atau mencoba untuk memberi penjelasan.

Sebaliknya,Jungkook justru mencoba memasak untuk makan malam,lelaki berhidung bangir itu menyalakan musik berusaha untuk menghindari keheningan dengan segala cara yang dia bisa.

Melangkah mendekat ke arah lemari kabinet,ia membuka pintu untuk mengambil bahan makanan tambahan,namun secara tina-tiba sesuatu menarik perhatiannya. Benda berwarna keemasan yang terletak di sisi toples yang berisi bubuk kopi,itu adalah cincin pernikahannya yang sudah terlihat usang.

Cincin itu terlihat kotor dan tidak pas di jarinya,sama seperti pernikahannya. Itu adalah suatu kepura-puraan yang harus Jungkook lakukan selama bertahun tahun.
Kemudian lelaki itu dengan berhati-hati membungkus cincin itu dengan beberapa lembar tisu dan menyimpannya kembali dengan baik. Bagaimanapun itu pernah menjadi bagian di dalam hidupnya.

Jungkook kembali memasak,berusaha untuk tidak terlalu memikirkan kenangan masa lalunya tentang rumah yang sempurna, seorang istri yang sempurna, atau kehidupan yang sempurna .

Malam itu,setelah makan malam yang menegangkan dan masih dalam episode perang dingin antara ayah dan anak, Jungkook menolak untuk berdiam diri. Ini sudah terlalu lama dan tidak bisa di biarkan. Kemudian lelaki itu pergi ke kamar Dean.

Dean nyaris tidak memperdulikan kehadiran ayahnya,atensinya masih tertuju pada layar televisi dan kedua tangannya memegang konsol game.

"Maafkan aku__",ujar jungkook langsung pada intinya setelah ia membuka pintu kamar Dean dan melangkah masuk.

Tetapi bocah itu tampak apatis terhadap permintaan maaf ayahnya, seolah-olah dia bertekad untuk tidak memperdulikan semua penjelasan yang coba ayahnya katakan. Bocah itu hanya terdiam tak menyahut.

"Dean,kumohon__",kemudian Jungkook dengan lembut meraih konsol game yang masih dipegangnya,mencoba untuk mendapatkan atensi si bocah,dan Dean hanya diam tak melawan.

Namun Dean sama sekali enggan menatap wajah ayahnya,pandangannya lurus dan menatap ke bawah.

Jungkook sedikit berdehem dan mencoba memikirkan cara untuk membuat ini tidak terdengar begitu memalukan,dia akhirnya memutuskan untuk mengatakan dengan gamblang, "Jika aku tahu seberapa besar kau sangat membenci Tiger, aku akan berpikir dua kali sebelum mengikutinya ke dalam kamar mandi saat itu."

Kening Dean tampak berkerut mendengar ucapan ayahnya,raut wajahnya menyiratkan jijik dan juga kesal secara bersamaan.

"Ini bukan tentang itu",sahut Dean tiba-tiba,nada suaranya tenang dan dingin. Jungkook bahkan tidak dapat memproses arti dari kata-katanya selama beberapa detik. Karena rasanya seperti sudah ribuan tahun sejak terakhir kali dia mendengar putranya berbicara,well walaupun kenyataannya itu baru seminggu.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang