TOILET
Oleh : Fatih Nur Fauzan
Suara itu ... masih terekam jelas di memori sampai sekarang. Tangisan lirih nan menyayat yang mampu membuat tubuh kaku beberapa saat. Peristiwa itu sudah agak lama, namun sepertinya ia masih ingin membuktikan eksistensi di dunia nyata.
"Rizka, makannya cepetan! Jam makan siang bentar lagi udahan nih.'' Aku menandaskan sisa milkshake kemudian beranjak.
"Kemana lo?''
"Toilet, mau ikut?" Pertanyaan konyol yang membuat Rizka mendelik sekaligus mendengus jijik.
Toilet itu terletak agak menjorok ke bagian dalam restoran tempatku makan siang. Penerangan yang cukup tak membuatku berpikir bahwa ada hal ganjil di dalamnya. Aku masuk, menggantung tas di sebuah paku yang tertancap di pintu, kemudian mengunci toilet. Mengedarkan pandangan, mataku akhirnya tertuju pada lubang besar di plafond. Menatap lekat. Terlintas di pikiran sebuah adegan film horror, ketika wanita dengan rambut panjang acak-acakan merangkak keluar dari dalam sana.
"Ah, mana ada itu.'' Menepis pikiran buruk, aku segera menyelesaikan 'kebutuhan'ku dan keluar dari sana.
Namun baru beberapa langkah di pintu keluar, samar aku mendengar suara itu lagi dari dalam toilet. Pintunya sudah tmenciba. Lagipula tidak ada orang lain selain aku.
Kulirik cermin yang terpasang di atas wastafel. Berdebar. Pintu itu masih tertutup. Menghela napas, aku kemudian melanjutkan langkah.
"Hiks ... hiks ....''
"Eh!" Gerakkan tanganku berhenti memutar gagang pintu. Menajamkan pendengaran.
"Tadi suara siapa?'' Suara itu muncul lagi. Kulirik cermin itu sekali lagi. Ya Tuhan, pintu toilet itu terbuka lebar, tetapi tidak ada siapapun di sana.
Aku menelan ludah. Melangkah, memberanikan diri mendekati asal muasal suara tangis yang terdengar lirih.
Aku takut, namun penasaran mendominasi. Ketika sudah dekat, suara itu tiba-tiba hilang.
Senyap.
Aku tidak bisa mendengar gaduh, padahal restauran sangat ramai siang itu. Rasanya aku seperti ada di dunia lain. Asing.
Kaki ini kembali melangkah mendekati pintu toilet dengan niat ingin menutupnya lagi. Pelan tapi pasti, kuraih gagang pintu dan sedikit mengintip.
"Kok nggak ada orang? Jadi, yang tadi nangis siapa?'' Dingin. Bulu kuduk seketika meremang. Menoleh kesana-kemari, aku masih mencari penjelasan logis.
"Mungkin perasaan gue aja kali, ya,'' gumamku saat menarik kenop pintu. Namun, sebelum tertutup rapat suara itu terdengar lagi. Jelas. Suara terkikik seorang wanita.
Keringat dingin mulai meluncur di pelipis. Tanganku gemetar, lutut ini pun lemas. Ingin rasanya kubuka lagi pintu yang gagangnya masih tergenggam. Namun, aku terlalu takut untuk sekadar mengintip ke dalam.
"Lari, Yanti!'' Otakku memerintah, namun tubuh ini tetap membatu. Tak berapa lama, cekikikan itu mulai terdengar sayup. Mungkin dia lelah melihatku hanya diam di depan pintu. Syukurlah.
Menghela napas. Aku merasakan tubuhku begitu lemas. Saat ini yang ku inginkan hanya keluar dari ruangan ini, tidak lebih.
Jam menunjukkan pukul 12:45 WIB di ponsel. Sebentar lagi jam makan siang berakhir. Mengusap wajah, kusingkirkan pikiran-pikiran buruk akan peristiwa yang terjadi barusan. Anggap saja halusinasi atau sejenisnya.
Tetapi setelah menutup pintu, entah kenapa mataku tiba-tiba tertuju pada lubang di plafond. Menatapnya lamat-lamat, merasa janggal.
"ASTAGA!" Aku berjengit, kemudian memicingkan mata. Kupastikan di sana ada beberapa helai rambut panjang yang seolah terus menjulur keluar.
Aku berani bertaruh kalau ... itu tadi tidak ada. Tidak. Sebelum suara tangisan dan cekikik itu terdengar. Mundur. Aku berusaha menggapai pintu keluar toilet yang entah kenapa terasa begitu jauh. Gemetar. Aku begitu takut. Mulutku menganga, ingin berteriak tapi tak ada suara. Ya Tuhan, tolong aku!
"Aaaaaaaaa ....''
Brukk
Gelap. Kepalaku pusing seperti menabrak sesuatu.
※※※※※
"Yan, bangun!'' Aku mengenali suara itu. Silau sekali. Mengerjap. Kupastikan kalau ini bukan ruangan tadi. Banyak orang mengelilingiku dan berbisik-bisik tentang kejadian yang ... menimpaku?
"Astaga, Yanti! Lo kenapa?'' Rizka mengguncang pundakku dengan raut bingung.
"Gue?'' Aku mencoba mengingat.
"Lo pingsan di toilet, kepala lo benjol tuh.''
"Mba, jangan melamun di situ,'' ujar salah satu pelayan restoran. Sumpah demi apapun, aku tidak pernah melamun. Suara itu nyata, rambut misterius itu nyata.
"Yan, lo tadi sama siapa ke toilet? Harusnya itu orang nolong lo, bukannya kabur gitu aja!' Rizka mengomel.
"Maksud lo? Gue cuma ... sendiri tadi di toilet,'' ujarku tak mengerti.
"Itu lho, tadi ada perempuan rambutnya panjang sepinggang, ngikutin lo masuk toilet. Masa Lo ngga tahu? Gue aja liat!'' Rizka meracau dengan ekspresi yang ngga banget menurutku.
"Aku nggak tau, Ka.'' Bingung. Aku hanya bisa mengelak, padahal jantung ini kembali berdegup kencang.
"Terus, lo kenapa pingsan?'' Rizka menyelidik.
"Cuma kepleset. Udah ah, ini udah waktunya balik ke kantor.'' Aku tidak ingin memperpanjang cerita itu. Namun, kejadian tadi menjadi tanda tanya besar buatku. Walaupun aku tidak ingin terus mengingatnya. Terlalu mengerikan jika diungkit.
※※※※
Saya merinding jika mengingat lagi kejadian itu.
Tamat~
YOU ARE READING
Toilet
HorrorHantu! Kalian percaya? Aku percaya. Ada, di sekitar kita, tetapi tak kasat mata.