Prolog 2

13 2 0
                                    

Tatapan menyelidik, benci, jijik, dan banyak lagi mendominasi koridor sekolah. Gadis itu hanya menundukkan kepalanya, tak berani melihat ke depan. Padahal orang-orang yang melihatnya umurnya dibawah gadis itu.

"Ih cabe-cabean lewat."

"Hancur deh sekolah ini kalo yang dateng wabah  ga bener gini!"

"Sok cantik banget sih!"

"Itu rambut juga biar apa pirang begitu? Paling juga ombre matahari!"

"Beli softlens dimana? Bagus juga, warnanya coklat pekat! Besok-besok pake warna ungu lebih bagus!"

Semua ejekan terdengar jelas dalam indra pendengaran gadis itu. Menurutnya tidak ada bullying seperti ini di sekolahnya dulu. Gadis itu hanya menahan air mata bercampur kesal. Tapi ia tahu, di sekolah ini dirinya hanyalah anak baru yang tak bisa berbuat banyak.

Dug!

"Aww," Rintisan keluar dari mulut gadis itu, ketika lengannya baru saja terbentur ujung tembok akibat tersenggol kasar oleh salah satu cewek yang tidak suka dengannya.

Bunda, tolong aku mau pulang. Batin gadis itu, tak hanya melukai hati, orang-orang disini pun melukai fisiknya.

Gadis itu melihat ujung lengannya. Terlihat memar disana, warna biru keunguan tercetak di ujung lengannya. Gadis itu terus berjalan tak tentu arah sambil memegang lengannya. Sebenarnya ia ingin mencari kelasnya. Tapi niat itu urung ketika banyak yang tak suka padanya. Gadis itu mencoba untuk mencari UKS. Mengobati lukanya sendiri.

Di kejauhan seorang cowok tengah memperhatikannya. Apalagi ketika melihat gadis itu memegang lengannya. Membuat cowok itu memberanikan diri untuk mendekati gadis itu. Ketika sudah cukup dekat, cowok itu melihat kalau tangan sang gadis memar.

"Kenapa? Memar? Ke UKS sana," Cowok itu menyuruh gadis itu untuk pergi ke UKS. Gadis itu hanya terus menunduk, tak berani menampilkan wajahnya penuh.

"Diem aja sih? Tangan lo memar, kalo ga di obatin bisa makin parah. Gih, sana." Ujar cowok itu sambil mendorong pelan bahu gadis itu.

Gadis itu melirik cowok yang berbicara dengannya. Dari wajahnya terlihat cowok itu bukanlah cowok jahat yang suka ada di FTV dan berperan sebagai preman. Akhirnya gadis itu mulai memberanikan diri untuk berbicara.

"Aku anak baru dan ga tau letak UKS," Ucapan gadis itu sangat pelan, tapi masih terdengar oleh cowok disampingnya.

"Oh anak baru, ayo gue anter." Cowok itu berjalan lebih dulu, dan gadis itu mengekorinya dari belakang. Ternyata letak UKS tak jauh dari tempat mereka bertemu.

"Dira!" Teriak cowok itu entah memanggil siapa.

Tak lama perempuan dengan rambut lurus datang. "Kenapa?"

"Dia memar, lo obatin ya." Ucap cowok itu, dan perempuan bernama Dira pun menuntun gadis itu untuk masuk ke dalam UKS. Sedangkan cowok tadi pergi entah kemana.

Dira menyuruh gadis itu untuk duduk. Lalu mencari lap tangan dan es batu. Setelah menemukannya Dira pun langsung mengobatinya.

"Lo tahan sedikit ya, luka lo mau gue kompres biar nanti ga bengkak." Ucapnya sambil mengompres lengan gadis itu menggunakan es batu. Gadis itu sesekali meringis menahan sakit.

Dira memperhatikan gadis di hadapannya yang terus menerus menunduk. Dari awal cowok itu mengantarnya kemari, gadis itu terus menunduk.

"Lo kenapa nunduk terus? Anak baru ya?" Dira bertanya.

"Iya aku anak baru, aku nunduk terus karena takut." Sahut gadis itu, Dira pun heran.

"Lo takut kenapa? Gue ga gigit kok. Sekarang lo angkat kepala lo dan cerita ke gue apa yang buat lo takut." Tutur Dira, gadis itu akhirnya mengangkat kepalanya perlahan. Dira begitu takjub ketika melihat wajah gadis dihadapannya yang begitu cantik.

"Lo cantik," Ucap Dira sambil tersenyum. Gadis itu rasa Dira tak sama dengan orang di luar sana yang terus mengejeknya.

"Terima kasih," Balas gadis itu dengan senyuman.

"Nama lo siapa? Dan cerita ke gue lo kenapa nunduk terus? Padahal lo cantik." Ucap Dira sambil terus mengompres lengan gadis itu.

"Nama aku Danica Matahari, kamu boleh panggil aku Danica. Aku pindah dari Bali ke Jakarta. Sejak aku masuk ke sekolah ini orang di luar sana terus mengejek dan menyindirku. Mereka bilang warna rambutku seperti ini karena matahari, dan mataku yang coklat pekat karena memakai softlens. Padahal sejak lahir aku memang begini. Bahkan mereka bilang kalau aku tuh wabah yang bikin sekolah ini hancur. Dan memar ini juga karena aku sengaja di senggol sampai terbentur tembok. Aku bingung harus bagaimana," Tutur Danica dengan penuh penghayatan.

"Lo denger gue! Jangan pernah dengerin apa kata orang, mereka disana itu ga tau apa-apa tentang lo, mereka itu sirik sama lo. Dan lo ga boleh ambil hati. Danica lo itu cantik, percaya deh." Dira memberikan penguatan terhadap Danica.

"Makasih ya, aku harap kita bisa berteman baik." Ucap Danica sambil tersenyum manis.

"Ngomong-ngomong lo masuk kelas apa?" Tanya Dira yang memang penasaran dari awal.

"12 IPA 1, kamu tau dimana kelasnya?" Dira yang mendengar jawaban Danica pun tertawa dan menggenggam tangan Danica.

"Gue ga nyangka loh kita bakal sekelas!" Ucap Dira masih dengan tawanya yang hangat.

"Syukur deh kalau kita sekelas, aku senang. Oh iya, kamu anggota PMR?" Tanya Danica, karena setelah Danica perhatikan Dira paham betul masalah kesehatan.

"Iya, gue jadi anggota PMR sejak awal gue masuk sekolah ini. Biasanya sih ada perawat yang jaga UKS tapi dia lagi ijin, jadi sementara gue yang ganti." Sahut Dira dan Danica pun manggut-manggut mengerti.

"Eumm, kalau yang tadi antar aku kesini siapa? Aku lupa bilang terima kasih." Danica pun yang penasaran bertanya pada Dira.

"Ohh, Rional. Dia Kapten di ekskul sepakbola. Dia itu baik, ganteng, pinter, pokoknya paket komplit deh. Beda banget sama kembarannya yang nyebelin," Ujar Dira.

"Rional punya kembaran?" Tanya Danica yang semakin penasaran.

"Kembar ga identik, namanya Altarra Bulan. Dia kapten di ekskul basket. Lumayan ganteng sih, tapi bad, rese, dan bego nya ke ubun-ubun pula, anehnya dia bisa masuk IPA. Ga ada satu sifat pun yang sama kaya Rional. Altarra sama Rional juga ga pernah akur, selalu ribut. Dan lo hati-hati aja sama Altarra, karena dia sekelas sama kita." Mendengar penjelasan Dira, Danica jadi was-was.

"Aku jadi penasaran sama Altarra," Ucap Danica.

"Nanti kalo ketemu gue kasih tau yang mana Altarra. Yuk ke kelas, udah mau masuk. Nanti lo duduk sama gue," Ucapan Dira dihadiahi anggukan oleh Danica. Danica sangat bahagia bisa berteman dengan orang sebaik Dira. Menurutnya hal sebahagia ini akan diceritakan pada bundanya. 

🌠🌠🌠

Haii!

Ini prolog keduanya, aku harap kalian menunggu part selanjutnya.

Vote dan comment ya, see You(;

💋 kecup manja buat para readers, wkwk

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DANICA'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang