Dendam yang Dipendam

5 0 0
                                    

Aku hanyalah perempuan kantoran biasa. Setiap hari harus berangkat pagi pulang malam, hanya libur hari minggu. Itupun terkadang masih ada panggilan kerja, "huuff… ." Kali ini selesai sudah jam kerjaku hari ini, aku ingin pulang cepat agar bisa jalan-jalan sebentar menikmati malam hari meskipun sendiri.  Setiap hari aku pulang malam seperti sekarang yang sudah menunjukkan pukul 20.00 meskipun hari ini sabtu. Untuk pulang, aku harus berjalan beberap meter menuju halte, kemudian naik bus melewati  tiga halte ditambah harus jalan kaki sekitar 100 meter. Namun, malam itu aku ingin jalan kaki dari kantor menuju kost sambil menenangkan pikiran.
Banyak hal indah yang selama ini aku lewati karena menaiki bus. Tiba-tiba hujan datang, akupun terpaksa berhenti di depan toko dengan penerangan sedikit redup. Untungnya toko ini menjual mie ayam, aku putuskan untuk masuk ke dalam dan membeli makanan. Toko ini sangat sepi tak ada pengunjung daripada lainnya, tanpa pikir panjang aku memesan satu mangkuk mie. Beberapa menit kemudian, mie disajikan dengan wortel mentah yang dipotong kecil memanjang. Diriku yang heran  meskipun menyukai wortel bertanya alasan potongan wortel tersebut disajikan karena selama ini ketika aku membeli mie ayam tidak menemukan potongan wortel seperti ini. Penjual itu menjawab dengan singkat "Sebagai persembahan," disertai wajah datarnya tanpa ekspresi. Aku yang tak ingin bingung pun hanya memakannya saja. Karena aku sudah selesai makan dan hujan sudah reda, aku pergi ke kasir untuk membayar mie tersebut. Kupanggil penjual tersebut tapi tak ada satupun suara yang menjawab. Diriku yang tidak sabar lagi langsung memasuki dapur, benar saja tidak ada orang disana padahal pintu hanya satu yang tadi aku lewati untuk masuk. Karena aku sudah mulai merinding, akupun keluar dari dapur itu.
Saat kulihat tempatku makan, aku sudah tidak melihat mangkuk bekas makananku tadi. Akupun langsung lari keluar toko hingga menabrak orang dan diriku terjatuh. Tak kusangka dia Doni, mantanku yang dulu aku putuskan karena merasa kita sudah tidak cocok lagi. Kupikir dia tak akan menolongku setelah tau itu aku, tapi dia justru mengulurkan tangannya sambil bertanya keadaanku. Meskipun masih ada rasa jengkel dalam hatiku kepadanya, aku menerima uluran tangannya. Karena tadi hujan, pakaianku kotor terkena genangan air hujan tadi. "Pakaianmu jadi kotor dan sepatumu yang cantik hanya menjadi sepatu jebol sekarang," Kata Doni sambil memperhatikan diriku dari atas hingga ke bawah. Setelah mengatakan itu, Doni mengajakku untuk membeli sepatu dan baju baru. Karena aku yang masih tak mengerti dirinya ditambah sudah hampir dua tahun tak bertemu, tentu aku menolaknya dengan alasan tempat kost ku sudah dekat. Dia yang saat itu memakai jaket, langsung melepasnya dan memakaikan ke tubuhku. Aku yang mulai merasa canggung terpaksa mengikuti dia. Anehnya, disepanjang jalan aku tak menemukan orang yang menikmati malam minggu ini tidak seperti minggu-minggu sebelumnya. Saat aku bertanya pada Doni, di hanya menjawab bila hari ini hujan sehingga tak akan banyak orang keluar rumah. Karena jawaban yang cukup masuk akal, aku juga setuju. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya sampai ditoko baju dan sepatu. Selesai berganti pakaian, aku diajak ke sebuah cafe yang lagi-lagi sangat sepi. Ternyata, pemilik cafe itu adalah Doni.

Malam MinggukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang