{Sinb}
Sebelum kejadian itu, dahyun menelfonku ditengah malam. Disaat orang terlelap, aku justru dihantui rasa tak tenang. Dia bercerita padaku bahwa dia akan pulang pagi setelah lembur kerjanya menyita waktu lagi. Bukan hal yang serius hanya saja tampak lebih berbeda dari hari-hari lemburnya yang lain.Sepenggal kalimat darinya yang tak bisa kuhilangkan hingga sekarang adalah; Aku tak tahu esok hari masih ada atau tak jadi kuputuskan untuk tetap terjaga hari ini sampai kepagi.
Aku tak tahu, tapi malam itu hatiku sendiri meminta untuk menemuinya. Jadi, aku pikir bukan masalah untuk mengendap-endap keluar dari rumah.
Dan begitu aku mendapatinya tengah berlari dibahu jalan.... Semuanya begitu saja terjadi. Aku bahkan seperti patung. Tak mampu melakukan apapun. Menyedihkan..
Suara tembakan-tembakan itu. Raga bersimbah darah itu. Wanita tinggi memakai topeng dan baju hitam itu.. Dia menembak Dahyun ku. Sampai saat ini kejadian itu selalu menghantui melalui mimpi. Dan ketika mimpi itu kembali hadir, maka jam akan menunjukan waktu dimana Dahyun meregang nyawa. Seolah sang kala tak memberi izin menghilangkan bekas kelam ingatan.
Orangtuaku memang tak pernah mengizinkanku berteman atau berhubungan dengan orang kalangan bawah. Seperti contoh, Dahyun. Mereka tak pernah mengizinkanku berteman dengan Dahyun. Aku sendiri tak mengerti mengapa orang kaya selalu mempermasalahkan status sosial seseorang.
Aku terus menuduh orangtuaku lah dibalik kejadian itu. Bukan tanpa alasan. Tapi memang banyak alasan ketidak-sukaan mereka terhadap Dahyun yang membuatku yakin.
Apabila aku tersadar, menuduh tanpa bukti sama saja menghakimi tanpa melihat kebenaran yang sejati. Sedikit menyesal telah menuduh mereka. Maksudku, bisa saja mereka melakukan hal itu mungkin juga tidak.Mengapa begini?
Jika bisa dipinta, maka aku ingin dilenyapkan lalu diberi kehidupan baru sebagai orang biasa. Hanya itu.
--
"Sinb.. Sinb.."
Rasanya aku masih dialam mimpi namun suara tersebut terdengar nyata. Hingga terasa guncangan pada tubuhku membuyarkan segala mimpi dihari ini. Dan begitu mata ini perlahan terbuka serta mengerjap, telah ada Nayoung unnie dengan kerutan dikeningnya.
"Kenapa tidur didapur?"
Ruhku belum sempurna kembali pada raga, jadi pertanyaan Nayoung unnie belum sempurna aku cerna. Lagi... punggung serta pinggangku seakaan tertimpa beban puluhan kilo. Serius. Mungkin sebab posisi tidur yang duduk dikursi.
"Eo..eoh.." jawaban itu yang keluar dari mulutku.
"Aku ingin menyiapkan makanan untuk kita. Sebentar lagi Sowon datang. Mandilah"
Seperti anak yang menurut pada ibu, maka seperti itu lah aku saat ini. Mengangguk lalu menuruti perintahnya barusan.
Setelah membersihkan diri juga berpakaian rapi, aku keluar dari kamar. Benar saja. Sowon unnie sudah terduduk dikursi sembari melincahkan gerakan kedua jempol tangan dilayar ponsel. Menyadari keberadaanku, mereka pun menyambutku bak adik mereka sendiri. Terutama Sowon unnie.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon
FanfictionInilah roda kehidupanku. Puas menjejaki atas, lalu dengan sendirinya menapak bawah. Kehidupan bergelimpangan harta serta kemewahan yang tersuguh indah didepan mata, tampaknya tak membawaku menuju kebebasan. Maka ini lah aku. Dengan segala pendirian...