"Halo?" Jantungnya berdegub kencang mendengar suara disebrang sana. Ragu ia ingin membalas sapaannya. Menghela napas, akhirnya ia menjawab panggilan tersebut meskipun sedikit tergagap.
"Ha-halo." Jantungnya benar-benar berdegub lebih kencang dari biasanya.
"Kamu gugup telponan sama aku ya?" suara disebrang sana terkekeh sebentar. Ada keheningan yang cukup lama.
"A-aku juga gugup sih, sebenarnya. Padahal ... kita sering ketemuan kan? Tapi kali ini aku ngajak ketemuannya lewat ... dinner."
"H-hah?" Terkejut, dalam hatinya meloncat senang. "Kamu ... serius mau ngajak aku dinner?"
"Iya Deli sayang..." pipi gadis bernama Deli itu bersemu merah.
"Apa sih, jadi geli gitu gue dengernya." Walau sebenarnya Deli sangat senang.
"Di kafe yang pernah kita ketemu waktu pertama kali itu ya. Aku ke rumah kamu nanti malam jam delapanan. Bisa?"
"I-iya."
Tuuuuttt
Sambungan telponnya diputus. Deli melonjak senang. Sudah seminggu sebenarnya ia berpacaran dengan seorang cowok yang tadi berbicara di telpon dengannya, tapi ... Deli tidak bilang pada siapapun kalau ia kini sudah berpacaran.Memandang waktu yang sepertinya masih sangat lama. Deli membuka akun instagramnya. Sesekali membaca lalu men-scrollnya ke bawah. Hingga tak sadar kalau malam yang ia tunggu kini sebentar lagi.
"Maaa!" Deli berteriak. Mamanya datang berdiri di ambang pintu.
"Apa sayang?"
"Bantuin aku pilih baju," ucap Deli kemudian cengar-cengir tidak jelas.
"Lho? Tumben, kenapa kamu tiba-tiba mintain mama pilih baju buat kamu? Jangan-jangan ..."
"Mamaa, De-deli cuma mau pergi sama temen-temen kok, ma. Cuma Deli bingung mau pakai baju apa." Bohong Deli.
"Hm, yaudah."
Lama setelahnya, Deli kini telah keluar dengan baju yang dipilihkan mama untuknya. Sesekali ia mengaca sekedar melihat gaya bajunya yang ia pakai sekarang.
"Not bad," komentarnya kemudian tersenyum.
Pamit pada mamanya, papanya juga sedang tiada karna urusan pekerjaan. Berjalan keluar rumah, membuka gerbang lalu menutupnya perlahan. Di depan sudah ada seseorang dengan motornya di sana. Tersenyum senang dan turun menghampiri Deli.
"Ayo. Naik motor gak pa-pa kan?" Deli mengangguk dan langsung menaiki jok belakang motor tersebut.
"Pegangan, ntar takut jatuh," ucapnya tersenyum kecil.
Deli tahu apa yang ada diotak lelaki ini. Ia memukul bahu cowok itu sedikit keras, "dasar modus!" Lagi, cowok itu terkekeh pelan.
***
Menyeruput es jeruknya perlahan, gadis itu sesekali mengedarkan pandangan.
"Del!" Seru seseorang seraya duduk berhadapan dengan Deli sekarang. Berdeham, Deli tiba-tiba tersenyum sendiri. "Heh? Baru juga gue dateng. Lo kenapa lagi Del? Gak pa-pa kan?"
"Enggak! Lo ngapain ke sini?" Deli meneguk minumannya lagi.
"Gak boleh emang? Jahat banget lo Del," cemberut, Deli terkekeh lagi. "Iya. Gue emang lagi belajar jahat." Jawab Deli kembali menyesap es jeruknya yang langsung habis karna tinggal sedikit.
Selesai meminumnya, tangan Deli mengangkat jari telunjuk dan tengahnya sambil menyengir lebar melihat ekspresi sahabatnya yang tambah cemberut dengan jawabannya tadi. "Bercanda."
"Lo kenal Aldo Del?" tanya Rena -sahabat Deli- tiba-tiba.
Deli menggeleng mantap. "Emangnya kenapa?"
"Enggak," jawab Rena cepat sebelum ia kembali berbicara, "jadi, orang yang kemarin udah hantam kepala lo pake bola basket udah minta maaf Del?" Rena mengetahuinya karna Deli waktu itu langsung bercerita padanya.
Deli ingat kembali kejadian kemarin. Ia menggeleng, "Tapi gue sekarang udah gak pa-pa kok."
Sedikit jauh dari tempat Rena dan Deli yang sedang berbincang di kantin. Aldo tak sengaja tadi sedikit mendekat dan curi-curi percakapan keduanya. Sedikit rasa bersalah, Aldo bimbang. Berjalan menghampirinya lalu meminta maaf atau membiarkan saja seolah hanya angin lalu? Aldo jadi merasa tidak tenang begini.
Rasa tidak tenangnya berganti dengan rasa terkejut ketika seseorang menepuk bahunya agak keras.
"Jadi main gak Do?" Fajrin tiba-tiba saja sudah berdiri di depan Aldo.
"Gue balik kelas aja deh, gak jadi main." Aldo menyerahkan bola basketnya yang sedari tadi ia pegang pada Fajrin.
"Yah, yaudah. Gue main sama anak-anak yang lain aja." Katanya lalu berlalu.
"Yo," balas Aldo lalu benar pergi ke kelasnya. Duduk dimejanya, Aldo menenggelamkan kepalanya diatas lipatan tangannya sendiri. Dalam sekejap cowoj tersebut sudah tertidur. Lagipula, jam istirahat masih tersisa lima belas menit lagi. Lumayan untuk isi tenaga sebelum pelajaran kembali dimulai ya kan?
●•●•●
Thanks yang udah baca.
Semoga suka ya!
Salam,
Hafni Z
KAMU SEDANG MEMBACA
Honesty
Teen FictionAku tak begitu yakin saat semua orang mengatakan bahwa aku Mencintainya. hidupku terlalu sulit untuk ditebak. perasaan aneh saat didekatnya semakin menjadi-jadi ketika aku terus bersamanya. jika aku benar mencintainya, haruskah aku berkata jujur pa...