•Nilai

12 1 0
                                    

•••

      "Kak? Mau kemana? Ikut..."

   Gadis kecil itu menatap sang kakak membuat sang kakak tersenyum simpul dan mengulurkan tangannya untuk menuntun sang adik. Mereka hanyalah anak-anak yang sedang merasakan betapa indahnya bermain petak umpet di siang hari dan menikmati manisnya permen lollipop pada masanya.

   Mereka menatap seorang pedagang Ice Cream sedang melayani anak-anak yang membeli Ice Cream tersebut. Elina menatap sang kakak dengan mata memelas, "Kak..." Elina menarik-narik tangan Chanyeol yang sedang menggandeng tangannya berharap sang kakak akan membelikannya Ice Cream tersebut.

   "Maaf... Kakak ngga punya uang dek... Nanti nih ya kalau kakak udah besar... Kakak bakal beliin kamu Ice Cream yang banyak! Sama pabriknya deh kalau bisa." Chanyeol menatap miris Elina. Ia tahu adiknya sangat menginginkan hal tersebut tetapi apa daya dengan kondisi perekonomian keluarga mereka yang terbilang jauh dibawah standar.

   Penghasilan keluarga mereka terbilang pas-pasan. Asal bisa makan, itu sudah lebih dari cukup bagi mereka. Tapi ingat, bagaimanapun itu Chanyeol dan Elina adalah anak kecil normal dan ingin seperti teman-teman sekelilingnya. Pergi jalan-jalan ke Mall, makan di restoran, membeli berbagai mainan dan camilan hingga puas. Tetapi keadaanlah yang membuat mereka bisa mengerti dengan situasi dan kondisi keluarga.

   "Kakak janji? Oke kalau gitu aku bakal nunggu sampai akhirnya kita dewasa!" Elina memeluk Chanyeol erat membuat Chanyeol gemas sendiri dengan tingkah adiknya.

   "Yaudah, pulang yuk? Takutnya bunda nyariin lagian udah sore kan." Elina mengangguk dan menuruti apa yang Chanyeol bilang.

•••

Bertahun-tahun kemudian...

"Elina Aurelia"

   Ketika nama tersebut dipanggil, sang empunya nama maju ke depan kelas dengan wajah ditekuk. Ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

   "Lihat." Bu Meriska, guru Matematika menyodorkan sebuah kertas kepada Elina. Terpapang jelas angka 30 yang ditulis dengan pulpen merah dilembaran tersebut. "Mau remidi lagi? Yang keberapa kali? Perlu ibu hitung?" Setelah Bu Meriska berbicara seperti itu, seisi kelas tertawa dengan bahagianya tanpa rasa bersalah.

   "Udah miskin, ngga pernah ada usaha untuk belajar. Ngga malu?" Ucap seorang gadis yang diketahui namanya adalah Yulia. Anak konglomerat dan berotak cerdas di sekolah ini. Sayangnya kecerdasannya tertutupi oleh sifat buruknya yang suka menindas orang lain.

   "M-maaf bu... Saya bakal usaha untuk jadi lebih baik lagi kedepannya..." Ucap Elina takut. "Gaada kalimat lain?" Tanya Bu Meriska kasar. Elina memang anak yang kurang ahli dibidang matematika. Ia selalu mendapat nilai 0 jika ujian. Dan 30 adalah nilai terbesar yang pernah ia raih di SMPN 3 Sultan.

   "Ibu ngga mau denger alesan apa-apa lagi dari kamu. Sekarang kamu keluar dan berdiri di depan kelas sampai pelajaran saya selesai. Sekitar 3 jam lagi. Sambil kamu mikirin lagi solusi untuk nilai-nilai kamu yang jauh dari kata bagus. Paham?" Tanyanya dan mau tak mau ingin tidak ingin Elina pergi keluar kelas dan berdiri.

   Ia merutuki dirinya sendiri kenapa ia begitu bodoh dalam hal seperti ini. Matematika? Ujian? Kenapa selalu berakhir seperti ini pikirnya. Sekitar 2 jam ia berdiri di depan kelas. Kakinya mulai terasa kram.

   "Gua tau lo bosen dan kaki lo kram berdiri mulu." Seorang pria mendekat dan memberikan sebotol air kepada Elina lalu menepuk-nepuk pundak Elina. "Kalau capek mending lo duduk sebentar. Segalak-galaknya itu nenek lampir gaakan bunuh lo." Ucap tersebut membuat Elina membeku beberapa saat.

"Eum..."

•••

   Chap 1 beres gaes ayekk 😄 moga suka yaawww 😄💞 jangan lupa pencet bintang gaes :*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You My Only Brother •PCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang