Beberapa hari berlalu, Andre masih rutin mengajari Dita cara menggunakan komputer. Walaupun tau resiko yang bakal ia hadapin setelah itu, Reno. Hampir tiap hari juga ia selalu gangguin Andre. Bullying dan cemooh udah biasa bagi Andre. Walaupun kadang ia juga hampir kelepasan ingin balas memukul. Beruntung ia masih bisa menahannya.
"Heh, culun!" bentak Reno saat Andre baru saja keluar dari perpustakaan bersama dengan Dita.
Dita menatap Andre cemas, tapi Andre mengisyaratkan untuk tidak menghawatirkannya. Dita pun kembali ke kelas sendirian dengan perasaan gusar. Ia takut suatu hal terjadi pada Andre.
"Cih! berlagak sok gentle di depan Dita ternyata" gumam Reno.
"A-ada apa?" Andre bertanya sambil menundukkan kepalanya.
"Gua udah peringatin lo bukan? JANGAN BERANI DEKETIN DITA!" Reno tiba-tiba mendorong Andre hingga terpental ke tembok. Suasana sepi saat itu. Membuat Reno lebih leluasa menyiksa Andre.
Andre sebenarnya menahan kesal saat itu. Ia sudah mengepalkan tangannya bersiap memberi bogem ke wajah Reno si sialan itu. Namun, ia masih mencoba mengontrol dirinya. Ia menunggu seberapa jauh yang akan Reno lakukan hari ini kepadanya.
"LO NGERTI GA?!" Reno menarik kerah baju Andre dan menatapnya tajam.
Andre tidak menjawab apa-apa. Pandangannya tertuju ke lantai. Ia menghindari tatapan tajam Reno saat itu.
BUGHH
Andre tersungkur ke lantai, berakting seolah tak berdaya. Ia baru saja mendapat satu pukulan tepat di pipi kirinya.
"Gua peringatin lo untuk terakhir kalinya, kalo lo masih tetep keras kepala, bakal ada yang lebih buruk dari ini!" setelah itu Reno dkk meninggalkan Andre. Mereka bergantian menendang perut Andre sebelum meninggalkannya dari tkp.
Andre diam ditempat. Ia tersenyum remeh.
"Dan buat gue, ini juga hanya hal kecil, pecundang" gumam Andre lalu mengusap bibir kirinya yang berdarah.
***
Andre memasuki kelas setelah bel berbunyi. Hampir seisi kelas terkejut melihat kondisinya, termasuk guru. Namun Andre sendiri tidak peduli dengan dirinya. Bahkan ia juga pernah mengalami lebih parah dari ini sewaktu smp. Ya, Andre kecelakaan saat mengendarai motor sportnya. Dengan bodohnya ia bertanding dengan seseorang yang tidak waras di jalanan. Andre sendiri tidak tahu jika orang itu kabur dari rsj lalu membawa pergi sebuah motor. Gila memang. Beruntung saat itu tidak ada polisi di tempat kejadian. Dan saat itu ia ditolong beberapa warga setempat dan ia pulang dengan luka di beberapa bagian tubuhnya. Herannya, ia tidak menangis atau mengeluh sedikit pun. Padahal lukanya cukup parah.
"Andre, mau ke uks? biar aku obatin itu lukanya" Dita menawarkan dirinya untuk mengobati Andre. Ya, Dita sebenarnya adalah anak pmr.
"Eh, ngga usah Dit, ini cuma luka kecil juga," jawab Andre dengan suara yang dikecilkan.
Dita sebenernya kesal, bagaimana bisa Andre menganggap hal itu sebuah luka kecil? jelas-jelas bibirnya berdarah tapi tetap saja ia menolak walaupun Dita sudah menawarkan tujuan baiknya berkali-kali.
"Yaudah, pulang nanti kita harus ke uks!" Dita memalingkan pandangannya ke papan tulis tanpa memberi kesempatan Andre menjawabnya.
***
"Arghh shh"
"ehㅡ s-sakit ya?"
Andre menatap Dita yang berhenti mengobati lukanya.
"Dikit doang kok" Andre tersenyum dan ia merasakan perih di sudut bibirnya. "Ck shh"
"Dasar" Dita memasang mimik kesal. "Tahan dulu sakitnya, cuma bentar kok"
Dengan telaten, Dita melanjutkan mengobati luka Andre. Walaupun sesekali Andre mengeluh kesakitan.
"Makasih Dit"
"Sama-sama" Dita mengulas senyum manisnya dan mengembalikan kotak p3k. "Oh iya, kamu kok bisa sampe kayak gini sih?"
"Ah itu.." Andre kebingungan mencari jawaban. "A-aku tadi k-kena bola. iya! kena bola!" Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kamu gak bohong kan?" Dita menatap Andre seakan sedang menginterogasi.
"Iya, beneran Dit" Andre menatap Dita seolah-olah meyakinkannya.
"Hummm yaudah deh, lain kali kamu hati-hati dong Ndre!"
"I-iya"
Setelah acara mengobati selesai, Andre langsung pulang ke rumahnya. Namun, saat setelah tiba di rumah ia melihat sosok laki-laki yang sangat familiar dengannya. Ia sedang duduk di kursi teras rumah sambil sesekali menghisap rokoknya.
"Kapan lo dateng?" Andre melepas kacamatanya dan memasukkan ke dalam sakunya sambil mendekat ke orang itu.
Si empu yang dipanggil pun menatap Andre dari atas sampai bawah. Mengamati penampilan baru sodara sepupunya ini. Dia pun tersenyum miring.
"Ga perlu tau" Ia memalingkan wajahnya kembali dan melanjutkan menghisap rokoknya. "Buruan ganti penampilan lo Ndre, kalo ngga lo akan semakin di injek-injek disana" ucap Gavin.
Ya, Gavin namanya. Mereka sebenernya satu sekolahan. Hanya saja mereka selalu menutupi hubungan saudara mereka. Karna apa lagi? Andre yang memintanya. Padahal Gavin itu anak hits di sekolahnya. Kalau saja Andre tidak menyamar jadi culun, pasti ia udah sama hitsnya seperti Gavin.
Andre hanya diam, lalu mengambil tempat duduk di sebelah sepupunya. "Gua cuma mau tampil beda disini. Kalo waktunya tiba, gua pasti juga bakal ubah penampilan gua" Andre tersenyum lalu menepuk-nepuk punggung Gavin. "Lo ga usah khawatirin gua" Andre bangkit dan hendak masuk ke rumahnya. Namun, ia terpaksa terhenti karena ucapan Gavin.
"Kapan? kapan waktu yang lo maksud?" Gavin berdiri menghadap Andre. "Lo tetep keras kepala kek dulu ternyata haha. Lo terus diem saat harga diri keluarga kita di injek-injek gitu?" Gavin mendorong bahu Andre karna saking kesalnya.
"Gua ga bakal diem. Gua punya rencana sendiri Vin! Lo gausah berlebihan deh!" Andre pun langsung memasuki rumah kecilnya dan membiarkan Gavin di luar sana.
"Sebenernya dimana otaknya itu" gumam Gavin. Tak habis pikir, apa yang Andre mau sebenarnya? Papanya sudah memberi semua fasilitas bagus dan ia.. apa maksud Andre? Gavin saja menginginkan semua fasilitas itu. Tapi Andre malah menyianyiakan semua. Fyi, keluarga Andre memang tergolong konglomerat, tapi tetap saja. Hanya keluarganya. Sedangkan keluarga saudara ayahnya tetap ada dibawahnya.
***
next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd (Boy)
Teen FictionAndre, cowok fake nerd yang realitanya badboy banget. Berasal dari keluarga yang sangat kaya, tetapi hidup dalam penyamaran.