~Ku Rasa Itu Yang Terbaik~

36 3 0
                                    

"Rasya! Kenapa kau menangis begitu? Apa kau sakit? Apa ada yang menyakitimu?"Erinne berbisik lembut. Gadis itu menangis. Seakan akan dunianya telah hancur. Air mata itu terus mengalir lembut.

   "Mengapa pemandangan itu terlihat menyakitkan?mengapa.semuanya terjadi begitu saja. Kepedihan apa lagi ini! Kenapa dia harus melakukan hal itu kepada ku! Aku sudah lelah,apa kau tahu.aku lelah. Apa aku perlu mengatakannya untuk kedua kalinya?"menghentak tak terkendali
    "Ada apa! Kenapa kau marah? "Erinne berbisik lembut.
  "Aku.. Aku.. Aku tidak tau.Apa yang telah ku lakukan? Maafkan aku. Kau benar-benar sahabat yang sangat baik Erinne!".Dan apa yang telah ku lakukan. Aku keterlaluan.aku sudah membentak mu tanpa sebab. Aku melampiaskan amarahku kepada mu."

    "Hey, tataplah mataku Rasya! Lihatlah, kau adalah Rasya. Lampiaskan semua amarahmu jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Tapi kenapa kau menangis?". Erinne tersenyum tulus. Mengusap air mata yang kini sudah membasahi pipi rasya.

  "Kau benar. Aku adalah Rasya. Seharusnya aku berterimakasih kepadamu Erinne . Kau adalah orang yang tulus menyayangi ku. Tapi apakah ada yang salah dari ku? Lihatlah kebawah sana. Dia melakukan hal seperti itu kepadaku. Sekarang aku tau aku sangat tak pantas menjadi sahabat mu! Aku hanyalah Rasya yang selalu bersikap egois dan tak ada gunanya,itu sebabnya semuanya pergi."Gadis itu masih menangis. Mengulurkan tangannya. Mendekap ke pelukan erinne. Tak perduli dimana sekarang dia berada. Sudah hampir semua pasang mata tersorot ke arah mereka.
    "Bukankah itu Raka? Siapa gadis yang bersamanya? Tidak mungkin Raka melakukan perbuatan itu. Itu bukan sikap seseorang Raka yang ku kenal!" terkejut tak percaya.

  Ya Tuhan ujian apa yang telah kau berikan kepadaku. Aku merindukan cinta dan kehangatan. Aku tak ingin gemerlapan dunia. Yang ku inginkan kini hanya sebuah cinta. Sampai kapan semua benturan itu ada? Aku ingin segera mengakhirinya. Mengakhirinya saat ini juga!detik ini.
   Detik ke 60. tepat pukul 17.00. Mentari mulai bersembunyi sedikit demi sedikit.Rasya harus kembali! Bangkit. Toko buku yang malang. Kau harus menjadi saksi atas semua yang terjadi! Maafkan aku. Tak ada cara lain.

   Erinne, menyeka air mata. Berkata dengan intonasi setengah-memohon ,akhirnya melanjutkan langkah, menarik lengan Rasya, menoleh tersenyum.
      "Mau kemana?"
    Bertanya lirih.
    "temanku sedang patah hati. aku ini seorang teman, apakah aku akan diam membatu begitu saja?." Erinne tersenyum lembut. Ya! Itulah Erinne. Sahabat pertama Rasya saat ia dipindahkan ke SMP barunya. Juga teman se-SMA nya. yang selalu menemani Rasya hingga saat ini.
Sekarang aku paham. Semuanya terasa sedikit jelas bukan? Ini sebuah teka-teki. Aku harus kembali. Kembali menjadi Rasya yang ceria. Rasya yang selalu membuat bangga. Jika kelak aku bisa menggubah dunia, aku akan menggubah segalanya. karna aku adalah Rasya.
                       *****

   "Kemarilah. Secangkir Macha Latte akan membuatmu tenang" menampak lesung pipi tersenyum lembut.
"Kurasa itu bagus!"
Mereka pergi ke Cafe sebrang jalan. Tak jauh dari toko buku berlantai 2 itu. J.CO cafe.
     "mas, dua cangkir Macha Latte hangat tanpa krim!"memandang daftar hidangan yang menggiurkan.
    "Hey... Sudahlah. Itu mungkin saja hanya sebuah kesalah pahaman. Raka begitu mencintaimu tak mungkin ia mengkhianatimu."
masih dengan senyum lesung pipi yang manis.
Benarkah? Dia tidak mengkhianatinya?. Semoga saja benar. Tapi seorang gadis cantik, berbadan proporsional. Kurasa tidak mungkin. Gadis itu tadi tersenyum manis didepannya. Raka bahkan mengandengnya.

   "dua Macha Latte hangat tanpa krim!" pelayan pria berseragam rapi berseru gembira, mencoba menghibur.
    Macha Latte hijau. Rasanya nampak manis. Aroma harum menenangkan. Detik detik sang mentari tenggelam yang menenangkan. Orang-orang yang nampak keluar dari gedung-gedung tinggi. Kendaraan berlalu lalang. Jalanan mulai terhiasi oleh lampu penerangan. Dan lihatlah! Jalanan yang amat panas dan senyap tadi kini telah berubah, berubah menjadi jalanan yang ramai.
     "Ras, ayo pulang.. Ini sudah terlalu lama"
Rasya hanya diam, menjawab dengan senyuman.

*****

   "Ibu aku pulang ~" 
"Apa yang terjadi? Dasar bodoh. Ibu selalu pulang larut malam, bahkan sama saja seperti tidak pernah pulang. Ada apaa dengan ku ini! Bukankah aku sudah terbiasa dengan keadaan ini, tapi ada apa dengan hari ini?. Terasa berbeda. Senyap."

Timer alarm berdering tepat pukul 05.30,melantunkan lagu Memory. Sinar mentari melaju menembus kaca jendela, menyapa hangat. Pintu kamar terketuk. Bi Arsih. Seorang wanita tua yang biasa menemaninya dirumah. mengusap lembut lengan Rasya. Berbisik lembut.
   "Non ayu. Bangun,ada tamu yang mencari non ayu."
  "Bukankah terlalu pagi untuk bertamu?"
  Bi Arsih hanya tersenyum lembut, meninggalkan Rasya yang masih menggosok-ngosok kedua matanya. Raka berdiri didepan pintu rumah utama. Tersenyum menyapa lembut. Seolah olah tidak terjadi apa-apa.
  Untuk apa dia kemari. Apakah tidak merasa bersalah?apa dia memang menyembunyikan semua nya?.
                               *****

       "Rasya, sebentar lagi libur akhir pekan. Aku akan pergi ke berlibur, menghabiskan waktu bersama Ryan dan Juna. Kau harus ikut, aku juga mengajak Erinne."
      " Maaf aku tidak ada waktu. Terimakasih "
   "Tapi kau harus ik.."
   "Aku sibuk ka!" tegas Rasya.
  "maaf sudah mengganggu waktu mu. " pergi dengan raut muka termenung. Beribu ribu pertanyaan  muncul dikepalanya. Tak biasa Rasya bersikap seperti itu padanya.

  Rasya lantas berbalik. Tangannya yang perlahan menutup pintu mulai bergetar. Kedua kaki yang tadinya berdiri kokoh kini sudah tak kuat menahan beban tubuhnya. Matanya mulai mengeluarkan air mata yang sudah sejak tadi membendung di matanya. Dadanya sudah terasa sangat sesak. Ia tak tahu lagi. Kini hatinya benar-benar telah hancur.

  "Apa yang ku lakukan. Kenapa?ada apa dengan ku? Apa yang telah ku lakukan? Tapi ku rasa itu yang terbaik. Hati ini benar-benar hancur raka. Kau telah menghancurkannya apa kau tau. Hati ku hancur, tapi ku tak ingin kehilangan raka, raka yang selalu ada untuk ku. Tapi kenapa kau melakukan hal itu kepada ku. Aku benar-benar gadis yang malang. Memiliki banyak orang terdekat di sekelilingnya tapi kenapa tak ada yang selalu ada disisiku? Menemani ku?". Air mata itu terus mengalir. Suara tangisan itu mulai terdengar,Membuat Bi Asih yang sibuk menyelesaikan pekerjaannya menjadi terkejut. Wanita tua itu menghampiri Rasya. Mengusap kepalanya bak seorang ibu kandung.

  Ya! Di rumah itu memang hanya ada Bi Asih dan Rasya saja. Diana ibu kandung Rasya kini sibuk dengan pekerjaan kantor keluarganya semenjak bercerai dengan Robert ayah Rasya. Dan sejak saat itu kehidupan Rasya mulai berubah.
   "Non ayu kenapa?"
  "tidak apa-apa bi". Jawabnya lembut. Tangannya mulai megusap pipinya yang basah.
  "Bi aku lapar.." rengek Rasya.
"Non tidak apa-apa? akan bibi buatkan sarapan. Non sebaiknya membersihkan diri dulu".
"Aku tidak apa-apa. Terimakasih bi aku mandi dulu". Memberikan sedikit senyuman dan bergegas pergi menaiki tangga. Menuju kamarnya di lantai dua.

  Bi Asih hanya menatap punggung Rasya yang mulai menjauh. Rasa khawatirnya kini bertambah. Rasya tidak biasanya merengek lapar pada Bi Asih. Ia biasanya tidak ingin disiapkan sarapan, hanya segelas susu hangat yang Rasya minta dari Bi Asih. Tapi tidak hari ini.

_______________

Dark And Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang