" Anna!! Kamu ini gimana sih? Masa nilai kamu cuma segini? Kan udah mama kasi les yang bagus biar dapat juara 1, ini kenapa cuma juara 2? Kamu itu mengecewakan sekali! Mama kecewa sama kamu. " Aku hanya bisa diam dan menunduk patuh, menelan kembali semua kata-kata yang ingin aku sampaikan kepada mama. Hati kecilku berbisik menyuruhku untuk segera pergi dari hadapan mama tetapi kakiku seolah dipaku agar aku tetap di sana untuk mendengarkan luapan emosi mama. Seharusnya aku bersyukur karena mama tidak menciptakan luka pada tubuhku kali ini. Luka lebam kemarin saja belum sembuh, jelas aku tidak ingin menambah karya seni mama di tubuhku. Aku baru tersadar dari lamunanku ketika mama mendorong dan menyuruhku untuk segera masuk ke kamar dan bersiap-siap, tidak membuang-buang waktu lagi aku segera bergegas untuk masuk ke kamar dan mengunci rapat pintu kamarku.
Aku melempar asal tas sekolahku dan langsung merebahkan badanku yang terasa remuk ke kasur. Aku ingin tidur dan tidak terbangun lagi. Jujur saja, aku lelah menjadi boneka yang bisa orang tuaku mainkan sesuka hati. Aku tidak pernah meminta yang aneh-aneh maupun yang mewah, aku hanya ingin orang tuaku bertanya apa yang aku mau, apakah sesulit itu untuk bertanya kepada anak mereka sendiri? Semua pikiranku harus buyar ketika teriakan mama terdengar dan menyuruhku untuk segera bergegas untuk mandi dan menyiapkan buku les. Setelah selesai bersiap, aku bergegas mengeluarkan sepeda dari garasi dan pergi ke les agar tidak terlambat. Aku tidak tau apa yang aku pikirkan sehingga sepedaku menuntun ke tempat masa kecilku, aku rasa tempat ini lebih baik daripada pergi ke tempat les yang hanya akan berakhir dengan aku tidak bisa mencerna pelajaran dengan baik.
Tempat ini tidak banyak berubah sejak terakhir kali aku bermain di sini, danau yang masih memiliki air yang jernih dan juga pohon oak tua yang masih berdiri kokoh di sana. Sejenak, aku memerhatikan lingkungan sekitarku yang terasa sejuk dan damai sebelum akhirnya aku memilih untuk bersandar pada kokohnya batang oak dan duduk diam menikmati angin yang menyapu wajahku dan juga merasakan gelitik halus dari rumput hijau di telapak kakiku. Aku mengarahkan pandanganku sekali lagi ke sekeliling tempat ini dan mendapati kilasan diriku bersama seseorang yang sangat aku rindukan berlarian ke sana kemari untuk bermain bersama dan tertawa tanpa beban hingga aku dapat mendengarkan suara tawa itu samar di dalam kepalaku. Aku hanya bisa menutup mata membiarkan air mata meluncur dengan bebasnya dan mengatupkan bibirku dengan rapat agar tidak terdengar isakan yang hanya akan membuat diriku terlihat lebih menyedihkan. Tanpa aku sadari, aku tertidur setelah aku kelelahan menangis.
" Hey! Bangunlah, matahari sudah hampir tenggelam. " Samar-samar aku mendengar suara husky yang mengalun lembut di telingaku. Aku mengerjapkan mataku perlahan dan menemukan ada presensi lain selain diriku di tempat ini.
" Terima kasih sudah membangunkanku. " Ucapku dengan sebuah senyuman tipis. Lalu dia hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Keadaan menjadi hening setelah kami saling melemparkan pandangan kami ke arah lembayung senja. Hening yang menenangkan dan hangat.
"Indah ya." Ucapan itu keluar begitu saja dari mulutku.
"Senja selalu mempunyai cara tersendiri untuk menunjukkan pesonanya walaupun waktu yang dimiliki barangkali hanya sekejap. Sepertinya, Senja memiliki cerita yang ingin dia bagikan kepada kita?" Ucapku pelan
Dia menolehkan kepalanya ke arahku lalu terdiam dan pada akhirnya dia kembali memperhatikan langit dengan semburat oranye tersebut. Aku tertegun saat bertatap muka dengannya, matanya mengingatkanku pada orang yang selalu aku rindukan. Mata itu-mata elang yang sekilas kelihatan dingin namun ketika kamu benar-benar menyelaminya maka kamu akan menemukan kehangatan tersembunyi di dalamnya.
" Senja itu indah, walau hanya sesaat dia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan itu untuk berbagi keindahan dan kehangatan dengan yang lainnya. " Dia berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari langit sore itu.
" Kim Tae Hyung? " Aku berucap lirih sambil berharap bahwa itu memang dia.
Dia memalingkan wajahnya ke arahku, memiringkan kepalanya dan mengernyitkan kening tanda dia kebingungan.
" Ini aku Park Seanna, Hyungie. "
" Sea? "Segera kutangkup kedua pipinya dan menggesekkan hidung kami sebanyak 7 kali tidak lebih, lalu memandang ke dalam matanya untuk menyampaikan rindu yang sedang meluap-luap dan menantikan reaksinya dan yang terjadi selanjutnya, dia malah menangkup pipiku dan menghapus air mata yang entah sejak kapan sudah mengalir dan menggesekan hidung kami berkali-kali sambil berucap " Aku rindu kamu Sea " lalu melepaskan tangkupannya dan kami hanya diam saling memandang ke dalam mata masing-masing sambil mengukir sebuah lengkungan pada bibir kami. Saat aku melihat lalu menelisik jauh ke dalam mata elang tersebut aku sadar bahwa aku sudah menemukan rumahku kembali.
-fin-
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille
Short StoryI like the way you make me feel even you're nowhere near.