Sudah seminggu ini ia betah menghabiskan waktu berjam-jam di tempat ini. Kafe terbaik menurutnya, karena telah membawa dia merasakan nuansa kental khas Italia yang selama ini ia idam-idamkan. Bagaimana tidak? Jika di Italia sedang musim semi, maka di dalam kafe yang terbuka ini akan disuguhkan berbagai tanaman yang sedang berbunga dan temperatur yang telah diatur sedemikian rupa agar para pengunjung merasa seperti benar-benar berada di Italia. Tak hanya musim semi, bahkan terdapat musim dingin, musim panas dan musim gugur buatan yang tak kalah indahnya dengan pemandangan alam. Tak ayal, kafe ini selalu ramai kunjungan dari para penikmat Negara asal cappuccino itu.
Hampir setiap hari ia kemari. Tak hanya menikmati hidangan maupun pemandangan, ini juga menjadi tempatnya berbagi luka. Ia takkan pernah merasa rugi mengeluarkan banyak uang tabungan di tempat ini, karena ia mendapat kepuasan yang sepadan.
"Buongiorno, Signorina," sapa seorang pelayan perempuan dengan rambut pirang dan kulit sawo matang dengan memakai bahasa Italia saat ia sampai di depan pintu masuk kafe.
"Buongiorno." Ia yang memang sudah menjadi pelanggan tetap tidak merasa kesulitan menjawab sapaan pelayan tersebut. Tak banyak bicara, ia langsung duduk di kursi pelanggan yang sudah disediakan buku menu diatasnya dengan meja, kursi, dan lantai yang benar-benar bersih meski ramai pengunjung.
"Anda mau pesan apa, Signorina?" tanya seorang pelayan pria dengan tinggi kisaran 180 keatas.
"Gelato coklat," jawabnya tanpa melihat buku menu karena masih terpukau dengan isi kafe ini yang menampilkan tema 'musim gugur'.
"Pesanan anda akan tiba tak sampai lima menit," pelayan itu langsung berlalu. Seperti biasa, ia menyalakan stopwatch di gadget miliknya untuk memastikan tidak ada keterlambatan. Dan benar saja, bahkan tak sampai tiga menit pelayan laki-laki itu sudah membawakan hidangan yang ia pesan.
"Grazie mille," pelayan itu menjawab hanya dengan menganggukkan kepala sambil tersenyum.
Tak lama, seorang penyanyi dengan tubuh proporsional masuk ke panggung 'karaoke' dengan menyanyikan lagu Perfect-Ed Sheeran. Ia menarik untaian rambutnya ke belakang telinga. Ia benar-benar terbawa suasana ikut bernyanyi mengikuti alunan musik yang dimainkan. Tanpa sadar, ia menjadi salah satu pusat perhatian. Setelah lagu terhenti, seorang pelayan menghampirinya,
"Maukah anda bekerja disini sebagai penyanyi kafe, Signorina?"
Ia mengerjapkan mata beberapa kali.
Oh, betapa beruntungnya aku!
Buongiorno : selamat pagi
Signorina : nona
Grazie mille : terimakasih banyakyoi gan, thanks for reading
KAMU SEDANG MEMBACA
HIBISKA
Teen FictionHibiska, seorang pemburu beasiswa dengan nilai pas-pasan. Tak ayal, ia pun berusaha keras mencapai impiannya dengan motto hidupnya, "sekecil apapun usaha takkan berakhir sia-sia."