1-musik

16 3 0
                                    

"Ray, bener gak akan bareng?" tanya Nara

Ray mengangguk,
"Kamu duluan. Aku naik angkutan umum aja."

"Bareng aku lebih cepat sampai," tawar Nara

"Engga usah Nar. Aku ada urusan dulu, kamu duluan," ujar Ray meyakinkan sahabatnya

Nara mengangguk,
"Kalau gitu aku duluan, hubungi aku kalau perlu sesuatu. Bye," Nara beranjak pergi dan melambaikan tangannya

Ray melambaikan tangan dan beranjak menuju ruang OSIS. Dia punya urusan disana.

"Rayana!"
Ray menoleh "Eh, ada apa Kak?"
"Bisa bantu aku bawa berkas-berkas ini ke ruang OSIS?" tanya Dena

"Oh sekalian boleh. Saya juga mau ke sana,"
Dena mengangguk "Nih, kamu bawa sebagian ya."

Ray mengangguk lalu mengambil sebagian berkas dan berjalan menuju ruang OSIS bersama Dena.

"Makasih banyak ya Ray, abis ini kamu mau langsung pulang?" tanya Dena
"Oh engga, saya mau urusin dulu file buat acara perpisahan nanti Kak."
"Aku bantu. Nanti kamu pulang bareng aku ya?"

Ray menggeleng pelan,
"Kak Dena duluan. Saya takut pulang sore,"
"Gapapa. Aku bantu, kamu juga sudah bantu aku kan?"
"Tapi, rumah saya jauh dari sini."

Dena terdiam sejenak,
"Iya sih. Aku juga mau ada urusan. Kalo gitu, aku bantu aja ngerjain file, nanti kalau kamu mau pulang, aku cariin taxi dulu baru aku pulang juga."

"Kak, saya bisa kok—"
"Jangan menolak bantuan orang lain, Ray. Dan pakai 'aku' aja, jangan pakai 'saya', ngerti?"
Ray mengangguk

Sekitar 1 jam keduanya mengerjakan file acar perpisahan dan keduanya memutuskan untuk pulang.

"Sebenernya aku gak tenang biarin kamu pulang sendiri,"
Ray menggeleng,
"Gapapa kak, saya biasa naik busway."
"Jangan pake 'saya' Ray," peringat Dena

"Iya, aku bisa pulang sendiri kak."
"Yaudah aku cariin taxi dulu,"
"Gausah kak, aku pulang pake busway aja."
"Tapi, Ray—"

Ray melambaikan tangannya pada Dena dan berjalan menuju tempat pemberhentian busway.

"Hati-hati," gumam Dena pelan

———

Ray menelusuri lorong busway untuk mencari kursi yang akan ia duduki. Ia akhirnya menduduki satu kursi tepat di samping jendela. Pas, tempat favoritnya. Ray duduk lalu menyetel lagu-lagu klasik favoritnya, lalu bernyanyi dengan suara pelan.

Tak lama, seorang pria duduk di sampingnya, Ray melirik sekilas lalu membalas senyuman pria tersebut.

"Suka lagu klasik juga?"
"Eh, iya lebih enak di dengar," jawab Ray seadanya

"Nama saya Neo. Kamu?"
"Aku Rayana,"
"Senang berkenalan dengan kamu Ray. Semoga bisa bertemu lagi, jarang saya menemukan perempuan yang masih suka lagu klasik jaman dulu seperti kamu,"
Ray mengangguk,
"Aku duluan, sudah mau sampai,"

"Boleh minta nomor telfonmu?"
Ray berfikir sejenak, agak ragu sebenarnya. Apalagi ia baru bertemu sekali dengan pria ini.

"Kalau tidak mau tidak apa-apa Ray, saya tidak memaksa. Kamu pasti ragu karena kita baru bertemu. Kalau gitu ini nomor saya saja. Kalo kamu tidak ragu dengan saya, kamu bisa hubungi nomor itu."

Ray mengangguk dan menulis nomor telfon Neo di buku catatan nya.

"Kalau gitu aku duluan, Neo."
"Baiklah, hati-hati,"

Ray turun dari busway dan berjalan sedikit untuk sampai rumah.

"Darimana aja kamu?"
Ray terdiam,
"Ray habis ngerjain tugas OSIS dulu pah,"
"Tugas kamu di rumah lebih banyak, jangan pulang telat lagi."
"Iya pah, maafin Ray. Ray keatas dulu,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang