FREE-END (SAIDA'S STORY) #2

358 28 4
                                    

Menyakitkan
Kamu duri tajam untuknya
Luka nya tak nampak teruntuk khalayak
Tapi sakitnya sebadan
mengerti sangat siksa demikian
Dia sejiwa yang tahu - menahu

Kehadiran mu racun
Racun yang manis
Sisi terbaik ruhnya yang melankolis

Tak ada yang indah - indah selain khayalan
Pengharapan, dan

Ah ...

Kapan kamu lelah mencinta
Mendamba
Bersyair

.
.
.

#Transition

Peralihan, manic menuju depresi. Masa di mana kamu bingung dan bertanya "Hal - hal gila apa yang udah gue lakukan ?"

Berat, berdampak buruk pada ritme tidur mu.

Mengevaluasi setiap kata yang telah kamu lontarkan kepada anak itu, dan menelisik lagi lebih dalam.

Kamu menemukan jawaban. Dan preachy mendikte-kan.

"Lo pernah nggak sih jatuh cinta ? Gue rasa Lo belum pernah jatuh cinta, atau nggak sadar, atau mungkin salah mengira"

Kamu memejamkan mata. Lalu muncul sebuah nama, kemudian mulai nampak slide semua momenmu bersama yang tercinta, tapi tidak wajahnya. Kamu selalu lupa bagaimana rupa nya.

"Kalau Lo cinta sama pacar Lo, Lo nggak akan tega memperlakukan dia kayak gitu. Dan ketika Lo sakit hati, Lo enggak akan dendam sama dia. Karena apa ? Karena Lo cinta sama dia"

Terpejam lagi. Kali ini hal yang menyakitkan lebih mendominasi ruang beku momen bersama si pemilik mimpimu. Ketika kamu sangat terlambat sadar bahwa kamu salah, bodoh dan tidak tahu diri.

"Cinta bukan obsesi, meskipun awalnya berawal dari rasa penasaran. Gue rasa hampir semua orang memulainya dengan cara kayak gitu. Cinta bukan benda yang bisa Lo klaim untuk Lo miliki seutuhnya. Kecuali kalau lo udah ijab qabul sama walinya. Cinta tidak memaksa, meskipun enggak sedikit orang yang berhasil karena berjuang ngedapetin cintanya. Tapi cinta bukan game yang ketika Lo kalah Lo dengan mudahnya mengibarkan bendera putih"

Kali ini kamu menoleh ke sebelah kanan atas. Mengingat harapan dan mimpi indahmu. Kamu sadar itu terlalu tinggi, hingga ketika jatuh kamu takut lagi berekspektasi. Kamu berdamai atau takut ? Ya, kamu takut. Kamu memakai topeng untuk menutupi wajahmu di depan cermin. Di depan diri mu sendiri. Sebegitu besarnya rasa malu dan ketakutan mu. Kamu tak sanggup lagi melawan diri sendiri.

"Lo belum pernah kan jatuh cinta kaya gitu ? Seumur hidup gue enggak pernah liat Lo punya ending yang tulus sama satu cewek manapun, Hyun. Selalu aja ada dendam. Lo belum jatuh cinta man, Lo belum ngerasain jatuh cinta..."

Batinmu berteriak "munafik!" Tentu untuk dirimu. Bagaimana bisa kamu begitu tega menyiksa orang yang kamu cinta dengan kehadiranmu. Kamu memang lebih baik berada dalam sangkar, menyalahi diri sendiri. Karena bila tidak begitu, kamu hanya bisa menyiksanya lagi dan lagi. "Tahu diri !" dan kamu mengutuk dirimu dengan kata itu setiap hari, karena itu yang bisa menahanmu untuk mengobati rasa rindu.

Kamu tidak ingin bersikap berlebihan, tapi nyatanya cinta mu lebih dari itu. Meski salah, meski tidak semestinya. Kenyataan mana yang tidak pahit untuk mu. Yang manis tersisa tinggal kenangan masa lalu.

Bahkan kamu bersedia hidup selamanya membeku di sana. Tempat yang selalu kamu sebut - sebut dengan Deeper Than Limbo.

Sekarang kamu sudah baik - baik saja. Jauh lebih baik, pertahanan dirimu terhadap kenyataan pahit jauh lebih kuat. Yang penting sekarang kamu mendapat ketenangan, sanggup bertahan hidup dengan cara kesukaanmu, belajar terus memperbaiki diri, mencoba terus untuk sembuh dari sakit jiwamu. Meskipun kamu sudah nampak biasa saja dengannya, seperti orang - orang pada umumnya. Yang biasa saja berbasa-basi, tapi kamu sadar lagi kalau kehadiranmu lah yang menjadi duri. Karena kamu sayang dan karena kamu cinta, kamu memilih hilang ditelan bumi. Memilih berhenti mencari tahu, memilih berhenti menelaah diksi. Begitu, mungkin caranya memang harus seperti itu. Agar kamu berhenti menjadi duri.

.
.
.

Transition, 3 pm



Pojok cerita : Ini re-published dari FREE-END yang saya publikasikan tahun lalu

SLEEP DEAD REPEATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang