Chapter One: Hello, Troublemaker.

527K 7.6K 95
                                    

Pagi ke-13 di dinginnya Desember. Tatapan Charlotte memandang lurus dan sinis pada pria yang kini duduk di depannya. Awal weekend-nya hancur begitu saja demi menemani pria asing yang baru dikenalnya. Sama sekali tidak ada rasa ikhlas di hati Charlotte. Apa yang ia lakukan kini semata-mata karena permintaan dari bos 'tersayangnya'. Hilang sudah kesenangannya menikmati menu sarapan favoritnya - secangkir jasmine tea hangat, dua sunny side up egg setengah matang dan 5 lembar daging bacon yang dipanggang dengan saus barbeque. Tidak hanya itu, ia pun terpaksa merelakan untuk menunda membaca novel romantis yang baru ia beli minggu lalu.

"Charly, mau secangkir kopi?"

Charlotte mengernyitkan dahinya, "Charlotte, Sir."

"Ah! Maaf, menurutku panggilan 'Charly' lebih terdengar akrab." Pria itu memberi penjelasan atas panggilan yang diputuskan secara sepihak itu, sekaligus membubuhkan sebentuk senyuman manis di kedua sudut bibirnya yang tipis. Ia menyodorkan secangkir kopi yang masih mengepulkan asapnya pada Charlotte. Gadis itu menerimanya dengan raut wajah kesal yang tidak bisa disembunyikan.

Alasan kemarahan Charlotte bertambah satu lagi. Pria ini bersikap sok akrab dan ia tidak suka itu. Menurutnya, siapa dia? Hanya karena statusnya sebagai anak bos bukan berarti bisa bersikap sok akrab di hari pertama mereka bertemu. Charlotte menengguk habis kopi yang Dave, nama pria itu, beri dan rasanya ia memerlukan segelas orange juice dengan tambahan susu untuk menyelamatkan lidahnya.

Dave terkekeh melihat reaksi Charlotte barusan, "Aku punya teh, kalau kau mau..."

Charlotte bergeming. Tatapan matanya yang tajam lurus terarah pada Dave. Di dalam pikirannya ia sibuk berandai-andai kalau saja ia adalah seorang wonder woman. Tanpa ragu ia akan mengikat, dan melemparkan Dave menuju menara Eiffel. Ia tidak bisa mengendalikan amarahnya dan itu membuat kepalanya jadi sakit.

Merasa tidak betah memandangi pria itu terlalu lama, Charlotte memalingkan wajahnya dari Dave ke pemandangan di luar apartemen tempat ia berada sekarang. Pria kaya ini tinggal di sebuah apartemen yang tidak murah, dikelilingi gedung-gedung tinggi New York yang menjulang ke langit. Ia jadi ingat bagaimana Mrs. Halley-bos tersayangnya- menceritakan banyak hal tentang Dave. Dimulai dari kelulusannya baru-baru ini dari Universitas Oxford yang beken itu, sampai sifat dan penampilan Dave yang selalu dipuji oleh semua orang. Sebagai anak tunggal, pastilah Dave amat sangat dimanjakan oleh Mrs. Halley. Kalaupun dugaannya salah, ia tidak peduli. Bagaimanapun, orang yang sudah merusak rencana indah weekend-nya bukanlah orang yang patut di beri respect. Kalau saja Dave tidak sok ingin tinggal sendiri dan membeli apartemen, maka Mrs. Halley tidak akan menelpon Charlotte tepat sebelum ia menyuapkan potongan daging bacon saus barbeque-nya, dan menyuruhnya untuk bersiap membantu kepindahan Dave.

"Sir, semua barang-barang anda sudah kami angkut," ujar seorang pria muda berseragam abu-abu tua. Dia adalah petugas dari agen jasa angkut barang-barang pindahan rumah yang di sewa Mrs. Halley.

Charlotte segera bergerak, membuka satu persatu kardus-kardus yang menumpuk di tengah-tengah ruangan, sementara Dave tampak memberikan sejumlah lembaran dollar untuk tip pria muda berseragam abu-abu dan teman-temannya yang bertugas membantunya hari ini.

Setiap kardus sudah diberi keterangan barang yang ada di dalamnya. Mungkin Dave yang menulisnya, Charlotte tak tahu. Paling tidak itu menghindarkan dirinya membuka barang-barang pribadi 'pria'. Terakhir kali ia membantu Jesse, ia menemukan banyak barang-barang 'pria' itu, bercampur dengan peralatan makan. Sepupunya itu memang cuek, ia tidak mengelompokkan barang-barangnya seperti yang dilakukan Dave. Charlotte bisa memakluminya, tapi bercampur dengan peralatan makan? Akhirnya ia memutusan tidak akan menggunakan peralatan makan Jesse dalam kondisi apapun.

Mr. TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang