Raka keluar kamar mandi ketika jam sudah menunjukan pukul 6 sore, dia bergegas mengganti baju sebelum turun ke dapur untuk makan malam bersama keluarganya.
Tring!
Raka yang baru saja menyalakan ponselnya mengernyit saat melihat pesan dari Sherin.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mata Raka membulat, kenapa Reno dan Sinta ada di rumah Sherin? Batinnya, melihat gambar yang dikirim Sherin.
Benar saja, pukul setengah delapan Raka sampai di rumah Sherin yang luar biasa besarnya, daripada rumah bangunan itu terlihat seperti mansion mewah dengan arsitektur klasik bergaya Eropa. Bangunannya memiliki fasad berwarna krem dengan ornamen yang rumit, jendela melengkung, serta balkon dengan pagar besi tempa yang elegan. Atapnya berbentuk unik dengan desain mansard dan dihiasi dengan jendela dormer, memberikan kesan megah dan klasik.
Raka teringat, rumah besar yang terletak beberapa blok dari rumahnya itu pernah menjadi bahan gosip ibu-ibu kompleks. Rumah sebesar itu selesai dibangun dalam waktu kurang dari satu tahun dan kini ditinggali oleh keluarga kecil Altair Muller.
Tanpa mengetuk pintu, Raka langsung membuka pintu kamar Sherin yang berada di lantai tiga, dan dia mendapatkan teman-temannya tengah bercengkrama di kamar Sherin yang sudah seperti kapal pecah, makanan berserakan, beberapa kotak pizza bertebaran, buku yang terbuka lebar dan beberapa bantal dan boneka yang sudah pindah dari tempatnya, tergeletak mengenaskan di atas lantai.
"Anjay... gue telat," sahut laki-laki itu langsung mengambil posisi duduk di samping Sinta yang masih asik dengan stik ps-nya bersama Reno. "Geblek, masuk gak ketok pintu dulu." Reno yang kaget atas kehadiran Raka yang tiba-tiba duduk diantaranya dan Sinta langsung mendengus, dia memukul kepala laki-laki itu dengan stik ps-nya. Raka meringis pelan, tetapi tetap mengambil kotak pizza yang masih utuh dan memakannya kasar. "Serah gue lah, ribut mulu hidup lo."
Reno tidak menanggapinya, dia hanya menggerakkan bibirnya mencibir.
Raka memilih kembali menikmati makanan di sekitarnya sembari menatap kamar Sherin yang entah sudah berapa kali dia kunjungi, karena terkadang jika mereka akan nongkrong, kamar Sherin adalah salah satu tempat dalam list mereka, kamar Sherin yang didominasi oleh warna crem berpadu biru tua itu sangat luas dua kali lebih luas dari kamar miliknya, itulah alasannya.
Pintu kamar mandi di kamar itu terdengar digeser dari dalam, Raka menoleh dan mendapati Sherin muncul dari balik pintu itu sembari memegang kepala dan perutnya. "Lho? Dah di sini aja lu?" tanyanya saat mata bulatnya itu menemukan sosok Raka menatapnya sembari memakan pizza di pangkuannya.
Laki-laki itu hanya mengangguk dan kembali menyambar toples berisi kacang di dekat Reno.
"Gimana keadaan lo?" tanya Raka pada Sherin.
"Lebih baik." Jawab Sherin, dia sudah memakai piyama bergambar taddy bear berwana cokelat, saat perempuan itu berjalan menghampirinya, Raka dapat melihat jelas wajahnya yang masih pucat.