BIASANYA malam hari musim dingin seperti ini, Conan pergi mengeksplor toko-toko di pusat kota Beika. Tapi berhubung—entah kenapa—udara malam menusuknya sampai ke tulang, dia membatalkan aktivitas favoritnya itu. Dia mengurung diri di ruang di mana perapian berada sambil membaca buku misteri baru yang dibelikan Kaito.
Omong-omong, ke mana laki-laki tukang sulap itu?
Conan beralih pandang dari buku bacaan tuk mengambil ponsel guna melihat waktu. Sudah pukul sembilan malam. Bocah berkacamata itu memasang raut cemas. Biasanya Kaito pulang dari acara sulap pukul 5 sore, yang mengartikan dia terlambat pulang empat jam. Apa terjadi sesuatu dengan dia? batin Conan bertanya. Conan menutup buku misterinya.
Lagi, dia tidak suka saat perasaan ini datang menyapa. Perasaan cemas jika tidak melihat Kaito di dekatnya atau mendengar kabar laki-laki itu.
Tubuh kecil Conan membeku. Bukan karena dinginnya udara malam yang menyusup masuk melalui ventilasi, namun karena teringat Kaito belum menelepon dan mengiriminya pesan sejak siang. Tambah lagi perasaan cemas dalam hati Conan. Dia kembali mengangkat ponsel untuk menghubungi Kaito, namun nihil. Yang menyahut adalah suara lembut dari operator.
Geez, sudah terlambat empat jam dan ponselnya tidak bisa dihubungi? Gerutu Conan dalam hati. Dia menghelakan napas dan menaruh ponsel ke atas meja.
Pandangannya kemudian tertuju ke layar televisi—yang sedari tadi dia acuhkan. Seorang wanita pembawa acara mengajak pemirsanya tuk melihat pusat perbelanjaan di kota. Gambar yang diambil sempurna oleh juru kamera memperlihatkan betapa gemerlapannya pusat perbelanjaan itu.
Astaga... Conan tertawa malas. Dia lupa jika besok hari natal!
Apa mungkin Kaito terlambat karena membelikan hadiah natal untuknya? Conan mendesah keras dengan pemikirannya barusan. Tidak mungkin membeli hadiah natal selama ini, kan? Tidak mungkin lagi kalau Kaito memilihkan hadiah untuk Conan. Karena selama ini, Kaito hanya membelikan buku-buku untuk Conan sebagai hadiah—dia benar-benar tidak membelikannya barang apapun selain buku. Buku-buku yang kebanyakan tidak disukai Conan. Karena itu, jika Kaito ingin membeli hadiah atau sesuatu untuknya, Conan memaksa ikut dan memilih sendiriyang membuat Kaito merutuk keras-keras: mana ada orang yang pergi membeli hadiah bersama dengan si penerima hadiah. Malah si penerima hadiah memilih sendiri hadiahnya. Itu bukan hadiah mengejutkan lagi namanya. Atau paling tidak, Conan akan merinci barang jika Kaito akan membelikan sesuatu untuknya. Dia serius tidak mau kejadian Kaito membelikan buku bercocok tanam dan buku resep masakan untuknya. Damn, Kaito serius menyuruh Conan bercocok tanam dan memasak? Tapi saat Conan mengomel padanya, Kaito menjawab jika dia membeli buku-buku itu dengan asal, tidak memperhatikan judulnya. Menurut Kaito, semua buku sama saja.
Oh god...
Conan tersentak dari lamunan dan kembali menatap televisi yang kini menampilan toko-toko hadiah dan permen. Sudut-sudut bibir Conan terangkat saat kamera tidak sengaja menyorot kafe kecil di sebelah toko permen yang saat ini diburu para pelanggan. Dia ingat Kaito pernah mengajaknya ke kafe itu. Kebetulan kafe itu baru dibuka dan mereka adalah pelanggan pertama, sehingga mereka mendapat service dari pemilik kafe. Conan terkekeh. Dia tahu jika saat itu Kaito sengaja mengajaknya ke kafe tersebut untuk mendapat gratisan.
Hm, mungkin besok Conan akan mengajak Kaito ke kafe itu lalu berkeliling kota.
Conan membenarkan posisi duduknya yang mulai tidak nyaman. Jika dipikir, sudah lama sejak dia dan Kaito jalan-jalan bersama. Terakhir kali saat Kaito tahu taman hiburan yang baru dibuka di Beika, sekitar tiga minggu lalu. Conan mendesah pelan. Ma, dia tidak bisa menyalahkan siapapun. Karena jadwal mereka benar-benar sibuk—Kaito dengan pertunjukan sulapnya sementara Conan dengan tugas kelompok yang terus berdatangan—dan membuat mereka tidak bisa menghabiskan waktu bersama lebih banyak.
Yah, selain saat malam hari di rumah.
Conan tersenyum tipis. Dia yakin jika dia dan Kaito tidak akan sibuk pada malam natal besok.
***
Kaito mendesah keras saat kejantanannya diremas kuat-kuat, tanpa belas kasih. Dia meremas sprei putih di bawahnya saat tangan-tangan kekar memainkan bagian bawahnya semakin liar. Kemudian dia menggigit bibirnya keras—sampai cairan merah menetes dari sana—untuk mencegah suara-suara memalukan lolos dari belahan bibirnya.
Saat ini Kaito berada di sebuah hotel bintang lima Beika dengan pose menungging. Pakaian yang menutup bagian-bagian tubuhnya sudah berantakan di atas lantai sejak beberapa jam lalu, meninggalkan tubuh telanjangnya yang kini ambruk di atas ranjang karena tidak kuat lagi dengan permainan laki-laki yang tengah menjilati jari-jarinya sendiri—yang berlumuran cairan putih Kaito.
Tak cukup dengan meremas kejantanan Kaito, Shinichi—laki-laki yang sejak beberapa jam lalu sudah membuat Kaito melenguh, mengerang, mendesah erotis di bawahnya—kembali memasukkan jarinya ke lubang anus Kaito, bergerak sensual untuk mencari titik kenikmatan laki-laki itu.
"K-Kumohon... ah.. engh.. h-hentikan...!"
Mendengar suara putus asa itu, Shinichi tidak merasa simpati sedikitpun. Malah dia semakin bersemangat untuk kembali menyentuh titik kenikmatan Kaito. Dia memasukkan satu jari lagi, membuat Kaito melenguh panjang—oh, sangat merdu di telinga Shinichi.
Kaito menenggelamkan wajah ke bantal empuk hotel. Dia menangisi dirinya yang sangat lemah. Hatinya hancur saat mengetahui aktor favorit adiknya ternyata memiliki sifat seperti ini. Kaito benar-benar tidak menyangkanya.
Matanya yang berair membulat tatkala teringat sosok menggemaskan tengah menunggu kepulangannya. Astaga, Kaito bahkan belum menghubungi adik kecilnya itu. Pasti adiknya sudah mencemasinya setengah mati sampai rasanya ingin menjatuhkan diri dari Tokyo Skytree. Dengan tenaga yang tersisa, tangan kanannya berusaha mengambil ponsel dari nakas. Dia berniat menghubungi adik kecilnya, memberinya kabar supaya ia tidak cemas jika Kaito pulang sedikit larut malam ini.
Kaito mendesah keras saat Shinichi berhasil menemukan titik kenikmatannya dan memainkannya, membuat pesulap itu menggenggam ponsel erat-erat, sampai hampir menghancurkannya.
"Hooo?" Shinichi menyeringai iblis, masih sambil memainkan titik kenikmatan Kaito. "Mau menghubungi seseorang? Meminta bantuan?" ejeknya dingin. "Kaupikir aku tidak melakukan sesuatu kepada ponselmu?"
Mendengar perkataan Shinichi, Kaito terkesiap kaget. Dia mengamati ponselnya. Tapi benda itu tidak mau menyala. Kaito menekan tombol power berulang kali, namun benda itu tetap tidak mau menyala.
"Mhnmm..." Wajah Shinichi tiba-tiba berada di samping Kaito, di samping telinga lebih tepatnya. Dia menggigit indera pendengaran Kaito, membuat laki-laki itu bergidik dengan lenguhan kecil. Lalu Shinichi menjilatinya secara sensual. "Aku sudah melepas baterai ponselmu sejak tadi."
Kaito membelalakkan matanya. Dia menatap Shinichi penuh tanya.
Shinichi tersenyum tipis melihat wajah erotis Kaito. "Aku melakukannya saat kita berciuman."
Kaito mendesah panjang saat Shinichi menarik jari-jarinya keluar begitu saja. Dia menjatuhkan ponselnya ke atas kasur, mencengkram sprei di bawahnya erat.
Shinichi membalikkan tubuh Kaito dengan tangan kanan. Dia mengangkat kedua kaki laki-laki itu dan bersiap memasukinya lagi. Wajahnya bergerak maju dan berhenti di dada si pesulap, lalu menjilatinya sensual. "Aku mau kau lagi, Kaito."
Dan tanpa banyak bicara, Shinichi memasukkan kejantananya ke lubang anus Kaito. Kaito yang tidak sepenuhnya siap, langsung kaget. Dia menutup mulut dengan punggung tangan, kembali berusaha supaya satu desahan pun tidak lolos dari mulutnya.
Tubuh Kaito membusung saat kejantanan Shinichi semakin menusuknya dalam, membuat otaknya tidak bisa berpikir dengan baik. Dia melenguh, mengerang, mendesah keras di bawah permainan aktor televisi di atasnya.
Kaito menggigit bibir bawahnya. Dia marah. Mengapa di malam sebelum natal, dia malah mendapat mimpi buruk ini. Dia mendesah saat sesuatu menyembur memenuhi miliknya. Air mata Kaito menetes. Dia sudah tidak bisa lagi menghitung sudah berapa kali sang aktor melakukan hal ini kepadanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Price - Discontinue
FanfictionKUROBA KAITO, laki-laki 27 tahun yang bekerja sebagai tukang sulap--dan dia cukup terkenal. Itu yang semua orang tahu. Demi memenuhi kebutuhan hidupnya, Kaito rela melakukan cara-cara kotor. Tiap malam ia pergi ke klub dan melakukan 'servis' kepada...