Lost myself, seventeen
Then you came, found me
No other magic could ever compare
Never Not - Lauv
----
Jakarta, 2014
Lorong kelas terlihat sangat sepi. Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 ketika terdengar suara langkah sayup menuju ruang kelas.
"Isabell?"
Gadis yang dipanggil pun diam membeku, lalu menoleh perlahan ke arah sumber suara.
"Pagi Bu Sandra hehehe" ucapnya sambil menggaruk kepala bagian belakang.
"Ikut saya ke kantor" kata nya singkat, padat, dan jelas. Gadis yang tertangkap basah tersebut hanya bisa tertunduk lesu.
"Duh bu kenapa berenti sih?" Gerutu si gadis, rupanya dia terlalu asik menunduk sampai menabrak sang guru yang berhenti di depannya.
Bu Sandra tak menghiraukan ucapan si gadis. Dia masuk ke arah kelas yang terdengar gaduh sampai ke luar.
"Matthew! Ikut ibu sekarang!"
Sang gadis yang penasaran pun menoleh ke arah dalam kelas. Dia mengerenyitkan dahinya.
Siapa lelaki itu?
Dia kenal hampir seluruh teman seangkatannya, tapi kenyataannya dia baru tau ada lelaki ini di kelas IPA-2.
"Kalian berdua itu buat uban ibu tambah banyak aja" gerutu sang guru.
Kedua murid tersebut kemudian dengan patuh mengikuti sang guru sampai di kantor nya.
"Isabell Cassandra. Ini keberapa kali nya kamu telat dalam sebulan?" Ucap Bu Sandra sambil duduk di kursi singgahsana nya.
Sang gadis yang dipanggil dengan nama lengkap nya pun meringis kecil kemudian menjawab "5 bu..."
"Kemaren - kemaren saya akan langsung memulangkan kamu. Tapi kali ini, sepertinya hukuman terdengar menarik" sang guru menghela napas dan berniat melanjutkan ucapannya ketika matanya kemudian terbelak kaget dan berteriak.
"Astaga Isabell! Warna apa itu di rambut kamu?" Bu Sandra sangat kaget, dari tadi dia asik mengomel tanpa memperdulikan warna rambut salah satu murid wanita paling badung di sekolah ini.
"Abu-abu Bu. Keren kan? Kemaren ibu pulangin saya cepet, ya kesempatan buat ke salon bu hehehe" jawab Isabell sambil tetap tersenyum.
Bu Sandra hanya terdiam kemudian menggeleng. Kemudian menolehkan kepala nya ke arah murid yang satunya.
"Matthew Winata, kamu baru masuk kemarin dan hari ini sudah buat ulah?"
Diam- diam Isabell membatin dalam hatinya 'Oh anak baru, pantes aja...'
"Bukan salah saya bu kalau Monica lebih perhatian ke saya dibanding sama Brandon." Jawab Matthew singkat.
"Salah ketika kamu hampir mukul Brandon"
"Kan hampir? Dia dulu yang mulai bu"
"Sudah-sudah! Kalian berdua ibu hukum. Bersihkan gudang olahraga yang ada di belakang, kebetulan besok ada alat-alat baru yang akan datang. Kalian buang alat yang sudah rusak, dan rapihkan alat yang masih layak pakai" keputusan Bu Sandra membuat Isabell tampak pucat sementara Matthew tetap setia dengan tatapan datarnya.
"Ta... tapi bu?"
"No excuse Isabell, dan ibu minta besok rambut kamu balik ke warna hitam"
"Ta... tapi?"
"Kalian boleh balik ke kelas ketika semuanya sudah beres" Bu Sandra menutup percakapannya, kemudian mengalihkan tatapannya ke arah komputer.
Matthew langsung berdiri kemudian keluar tanpa pamit. Isabell yang masih setengah terkejut pun akhirnya mengikuti jejak Matthew.
"Eh tunggu-tunggu!" Teriaknya memanggil sesosok lelaki yang terus berjalan seakan tak memperdulikan kehadirannya.
Lelaki itu hanya menoleh sekilas, kemudian memelankan laju jalannya.
***
"Serius, ini gudangnya?" Isabell melihat sekeiling dengan tatapan ngeri.
Matthew menyalakan lampu, kemudian berjalan mengelilingi gudang tersebut.
"Lo baru masuk ya? Gue belom pernah ngeliat lo sebelumnya" Kata Isabell.
"Baru kemaren" jawab Matthew singkat.
"Oh... kalo gitu kenalin, gue Isabell" ucap si gadis, yang bertepatan dengan munculnya Matthew didepannya.
"Matt"
"Sebelumnya sekolah dimana?"
"...."
"Matt?"
"Mending lo cepetan beres-beres, biar cepet kelar" balasnya.
'Ih serem banget' batin Isabell.
Ruangan terasa sunyi selama beberapa saat, sampai tiba-tiba lampu di gudang kecil tersebut padam.
"Aaahh!"
Tidak terdengarnya suara apapun membuat Isabell semakin panik.
"Matt, lo dimana? Sini gece gue takut" suara Isabell bergetar karena ketakutan.
Isabell meraba dalam kegelapan, kemudian menabrak sesuatu. Dia reflek berteriak, namun kemudian terdiam karena merasa dipeluk.
"Matt?"
"Sstt, suara lo berisik banget sih"
Dan, itu adalah awal dari semua nya.
***
Seperti biasanya, kantin terlihat padat di jam istirahat. Dengan cuek, Matt melangkah dan duduk di kursi yang masih kosong.
"Gue duduk sini ya"
Suara feminim itu membuat Matt mendongak dan mengerenyitlan dahi nya. "Bukannya urusan kita udah selesai?" Tanya nya.
"Iya. Tapi bukan berarti gue gaboleh temenan sama lu kan?" Isabell tersenyum manis sambil mengaduk kuah soto nya.
"Lo ga punya temen emangnya?" Pertanyaan Isabell dibalas dengan pertanyaan lagi oleh Matt.
Isabell terlihat berpikir. "Hmm... ada sih. Temen banyak, tapi yang deket gaada tuh"
Matt mengangguk, kembali fokus terhadap makanannya.
"Kalo lo? Kenapa sendirian?" Tanya Isabell. "Same as you" jawab Matt pendek.
"Oke kalo gitu kita resmi temenan ya!" Isabell mengulurkan tangan nya, yang disambut dengan tatapan bingung Matt. Namun akhirnya Matt pun menyambut uluran tangan itu.
"Lo tinggal dimana?"
"Lo bawel"
"Eh kan kita temenan. Gue mau tau semuanya tentang temen gue"
"Tapi tetep aja lo bawel"
"Iya, gue emang bawel. Jadi lo tinggal dimana?"
"Perumahan Puri Indah"
"Loh? Kita tetanggaan!"
Matt menatap Isabell dengan tatapan peringatan karena suara Isabell sangatlah keras. Yang dipelototi hanya bisa tersenyum geli sambil menutup mulutnya.
"Berarti lo bisa nganterin gue pulang kan? Deal"
Matt kembali dibuat bingung dengan gadis ini. 'Tadi minta temenan, sekarang minta dianterin. Maunya apa sih?' Ucap batinnya. Tapi akhirnya Matt hanya menjawab kalimat Isabell dengan anggukan, karena tidak ada pilihan lain.
Mau tidak mau, dia harus mengantar si bawel ini pulang karena sekarang mereka sudah berteman.
841 words
26.06.19
***
Yeay! Akhirnya selesai part 1 nya! What do you think? Don't forget to like and add this to your library yaa!
Luv, sweetflam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mutualism
RomanceWarning: this story isn't as sweet as you may think it is. mu•tu•al•ism /ˈmyo͞oCHo͞oəˌlizəm/ noun the doctrine that mutual dependence is necessary to social well-being. *** "Let's call this 'mutualism relationship' instead of friend with benefit" "S...