Recommend play Lily - Alan Walker
Happy Reading 😊
-------------------------------------------------------
Disana aku baru akan mengikuti wisuda, mengenakan kebaya biru dengan rok batik berdominan warna kuning kecoklatan dengan jilbab kuning yang mengikuti pakaian bawahku. Aku berboncengan dengan kekasihku pagi itu.
Kami sedang menuju ke rumah teman perempuannya, entah siapa aku lupa namanya. Cantik, putih, berambut panjang dan langsing.
Dia, kekasihku bermaksud meminjam sepatu karena aku adalah gadis yang tak menyukai untuk mengoleksi benda tersebut. Aku tak tahan karena dia terlalu lama mengobrol dengan temannya, aku jenuh.
Aku turun dari motor kekasihku karena sedari tadi aku hanya duduk dijok motor. Aku segera berlari menuju gang-gang sempit untuk berangkat wisuda sendiri saja.
Namun saat memasuki gang, aku tak tahu arah mata angin, tak tahu aku dimana. Lembab, sunyi, sempit, sendiri. Tak lama kemudian aku mendengar derap langkah.
Seperti langkah anak kecil, entah kenapa aku menyimpulkan seperti itu. Tapi yang kurasakan hanya takut, takut untuk melihat siapa dibalik derap langkah tersebut.
Entah mengapa aku berada ditempat yang bukan terakhir kali aku lewati dan pakaian yang aku kenakan. Berada diperempatan gang yang bisa dilewati 2 kendaraan beroda dua dari arah saling berlawanan dan mengenakan dress panjang berwarna merah muda dengan rambut yang dirias tanpa sanggul.
Namun aku tak mengenakan sepatu high heels. Saat aku melihat jam tangan senada dengan dress aku seperti diburu waktu, aku segera ke rumah untuk mengambil sepatuku.
Ditengah perjalanan aku mengingat-ingat sepatu high heels berwarna senada dress ku taruh dimana. Sepertinya aku pernah diberikan salah satu keluarga sepasang sepatu tersebut.
Saat melewati belakang rumah besar aku sedikit pelan langkah demi langkah kakiku. Dan melirik ke arah depan rumah tersebut. Perempuan dengan rambut acak-acakan sedang berdiri dengan pandangan kosong.
Dengan tangan memegang sisir rambut lalu kedua tangannya berada dibelakang badan saling menggenggam, seperti tangan menggendong.
Aku segera mempercepat langkah saat sudah berada diantara rumah yang lain. Aku tergesa-gesa saat sudah berada di sekitar rumahku.
Aku masuk ke rumah, mencari dibawah ranjang, nihil. Mencari dilemari, nihil. Aku sudah pasrah lalu pergi lagi karena aku harus ke tempat wisuda.
Diperjalanan aku diberikan sepasang sepatu berwarna kuning soft dengan ukuran lebih kecil dari kaki ku. Aku menerimanya dan berterimakasih.
Entah mengapa aku malah kembali kerumah lalu menaruhnya diranjangku. Saat aku melewati rumah tetangga ku mereka menanyakan apa yang ku bawa tadi dan dari siapa.
Dan pertanyaan mereka membuat ku sadar aku tak mengenali mereka yang memberiku sepatu. Hanya name tag jahit yang terpasang dibaju lelaki bernama Eko namun nama belakangnya tak jelas.
Dan aku tak tahu siapa nama istrinya karena yang memberiku sepatu adalah sepasang suami istri.
Saat aku menuju ke tempat tadi entah mengapa dress ku menjadi rusak. Tanpa alasan.
Aku takut ada yang melihat karena digang ini sangat sepi walau padat dengan rumah.
Aku bertemu mereka, bukan yang tadi memberiku sepatu namun sepasang suami istri juga yang memberiku high heels berwarna senada dress ku. Namun saat aku melihat wajah mereka aku seperti ketakutan. Aku tak tahu hanya saja aku takut.
Aku berlari dan tak sengaja berpapasan dengan anak mereka mungkin, yang sedang membawa boneka.
Aku linglung seketika. Tak tahu harus kemana. Dan takut untuk melangkah.
Aku berlari tak tentu arah. Mengikuti kakiku berlari. Dan aku berlari ke rumah ku.
"Kenapa rumah ku roboh seperti ini?"
Aku tak tahu mengapa.
"Bapak, Bapak dimana?"
Mengapa aku berteriak memanggilnya.
Aku berjalan ke arah pintu belakang rumahku. Semuanya roboh.
Saat membuka pintu aku mendengar langkah terseret. Namun sunyi tanpa suara lain.Entah kenapa langkah ku menjadi berat, terseret dan sudah untuk digerakan.
Aku sembunyi dibalik tembok. Menunggu siapa yang berjalan itu. Semakin lama semakin jelas.
Aku tak berani bersuara. Hanya angin yang makin membuat ku merinding.
Sebuah boneka dengan rambut acak-acakan dan mata yang berdarah. Berjalan gontai dan mata yang menakutkan.
Aku tak bisa mendeskripsikan bagaimana karena sungguh tubuhku kaku, dadaku sesak, ketakutan, bisu yang kurasakan. Sedahsyat itu aku melihat sosok tersebut?
Aku berlari menuju boneka tersebut. Mungkin yang melihat ku tak akan mengatakan aku berlari karena langkah ku tak cepat, dan tertatih.
Dan boneka tersebut melewati pintu, aku semakin mempercepat langkah ku untuk kabur.
Namun ternyata dia memundurkan langkahnya dan menghadangku didepan pintu.
Sebisa mungkin aku teriak, dan melototi benda didepan ku.
Aku membaca ayat kursi walau mulutku susah berkata dan tak jelas. Aku makin keras membacanya walau yang keluar tak jelas.
Tiba-tiba kepalanya menggelinding ke bawah dengan mata menatapku.
Aku makin keras membaca ayat kursi dengan mulut yang kelu.
Aku melihat batu dan berfikir untuk melemparnya ke arah benda didepan ku itu namun daripada berlama aku segera keluar ke rumah itu.
Sungguh, didalam sana sangat lembab yang membuatku sesak nafas dan kelu. Tak Ada suara selain deru nafasku dan detak jantungku.
Langit makin menggelap.
Dan aku tersadar.
Mengapa tadi memanggil Bapak ku? Dia sudah hampir tiga tahun meninggal dan aku tinggal bersama ibu dan kakak laki-laki ku.
Mengapa lidahku menyebutnya?
Dan kenapa ada boneka tadi?
Aku segera berlari dengan langkah terseret namun yang ku rasakan makin susah kakiku untuk berlari.
Lidahku makin kelu untuk berbicara.
Aku merasakan seperti ada yang memelukku dari belakang.
Besar, kuat dan kelam.
Hingga akhirnya aku tersadar diatas ranjang.
Dengan cepat membuka mata namun dengan tubuh kaku, dada sesak dan lidah kelu. Seperti tadi.
Yang kutahu detak jantungku sangat cepat. Dan kenapa aku sangat ketakutan?
Aku masih disini. Di dunia nyata dan telah kembali dari dunia mimpiku.
Bagaimana mana biasa aku bermimpi seperti itu sedang aku menginginkan bertemu Bapak ku karena semalam aku benar-benar merindukannya.
Dan mengapa disana aku menganggap Bapak ku masih hidup?
----------
TBC😉
Update wait next night mare 😊